visitaaponce.com

Papa-Papa di Asmat jadi Penyebab Program KB tidak Berjalan

Papa-Papa di Asmat jadi Penyebab Program KB tidak Berjalan
Ilustrasi(Thinkstock )

Kader Posyandu Kampung Warse, Kabupaten Asmat, Papua Debora Bemerew (39) menekankan pengetahuan ayah di dalam Suku Asmat menjadi penyebab utama para ibu takut untuk mengikuti program keluarga berencana (KB).

“Papa tolak ikut KB karena mama tidak bisa dapat anak katanya. Nanti penduduk tambah kurang. Mereka mau mama-mama harus hamil cepat-cepat,” kata Debora di Kampung Warse, Kabupaten Asmat, Papua, Kamis (23/6).

Debora menuturkan program KB sebetulnya sudah masuk ke Suku Asmat sejak tahun 2013-2015. Namun pada saat itu banyak terjadi penolakan dan tidak mau menerima kehadiran KB yang dapat memberikan jarak bagi kesehatan ibu untuk melahirkan bayi-bayi yang sehat.

Banyak ayah di kampung memiliki pemikiran dengan mengikuti KB maka akan mengurangi jumlah penduduk di kampung bahkan ibu tidak bisa menjalankan tugasnya untuk hamil.

Sampai kemudian terjadi masa di mana jumlah kehamilan naik turun dan ada dua ibu dengan bayi meninggal dalam kandungan. Pemerintah desa langsung melaporkannya ke dinas kesehatan dan pemerintah daerah, sehingga KB kembali dijalankan.

Barulah pada tahun 2021 tepatnya pada bulan Juni lalu, jumlah ibu yang mengikuti KB mulai menunjukkan penambahan.

Dengan rincian 18 ibu dari Kampung Birak, 20 dari Kampung Warse dan 17 dari Kampung Akamar. Jenis KB juga sudah bermacam-macam seperti IUD, pil, ataupun suntik.

Jumlah kader posyandu sendiri di kampung itu, hanya berjumlah tiga orang dan kader kampung ada empat orang. “Sudah banyak yang KB, ada juga yang sudah lepas itu baru kemarin hamil lagi. Ada yang baru masuk TK anaknya, mama hamil lagi, satu sudah SD satunya didorong lagi,” ucap dia.

Debora mengaku sering mengingatkan warga bahwa kejadian luar biasa (KLB) gizi buruk yang terjadi pada tahun 2018 lalu beberapa faktor penyebabnya adalah kehamilan di usia yang terlalu muda dan tidak adanya jarak kehamilan bagi ibu.

Dirinya berharap warga desa terutama setiap ayah memahami bahwa KB dapat menjadi salah satu cara untuk menekan kematian baik ibu maupun anak.

Ia juga meminta agar pasangan merundingkan permasalahan KB di rumah, sehingga kelahiran dapat direncanakan dengan sebaik mungkin. “Kalau mau pasang, saya sering katakan ambil keputusan bilang sama suami di rumah. Jadi harus hargai itu, dunia ini harus hargai ibu,” kata Debora. (Ant/OL-12)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat