visitaaponce.com

Kemerdekaan Itu Rangkul Perbedaan, Tolak Intoleransi, dan Lawan Radikalisme

Kemerdekaan Itu Rangkul Perbedaan, Tolak Intoleransi, dan Lawan Radikalisme
Mantan Ketua Umum DPP Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) KH Anwar Sanusi.(Ist)

JALAN berliku telah dilalui oleh para pendiri bangsa dalam mengantarkan Indonesia pada kemerdekaan. Merdeka dalam berpikir dan bersikap menjadi buah manis yang kini bisa dinikmati oleh semua putra-putri Indonesia. Karena itu, seluruh anak bangsa selayaknya dapat memaknai kemerdekaan dengan semangat kebersamaan yang merangkul semua perbedaan.

Mantan Ketua Umum DPP Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) KH Anwar Sanusi menyatakan bahwa kemerdekaan yang dirayakan bangsa Indonesia adalah untuk mengingat lepasnya Indonesia dari penjajahan negara asing. Jika mengacu kepada asal katanya, merdeka berasal dari bahasa Sansekerta yaitu mahardhika.

"Mahardhika itu artinya merdeka, telah bebas dari pengaruh dan intervensi pihak lain. Kalau bagi Indonesia, merdeka artinya sudah bebas dari pengaruh pihak asing yang pernah menjajah kita," ujar Anwar di Jakarta, Jumat (18/8).

Ia menjelaskan bahwa menghayati semangat kemerdekaan yang menjadi hak bagi seluruh manusia di muka bumi, tentunya tidak bisa lepas dari sifat keterbukaan yang dapat merangkul semua. Hal ini sering juga disebut dengan toleransi, yang menjadi antitesis dari pemikiran radikal yang intoleran dan bisa merusak keragaman Indonesia yang kaya.

"Intoleransi itu lawan katanya toleransi. Arti toleransi itu kan banyak ya. Kalau kita kaitkan ke isu SARA misalnya, ada toleransi beragama, ras, suku, dan antar golongan. Hakikatnya, toleransi adalah sikap yang saling menghormati, menghargai, dan tidak memaksakan kehendaknya kepada orang lain yang punya pandangan berbeda," imbuhnya.

Dia menambahkan, jika bisa menerapkan kejujuran dan keadilan, baik dalam ucapan maupun tindakan, Indonesia akan berhasil menjadi bangsa yang besar. Memaknai kemerdekaan dengan memperjuangkan kemajuan bangsa Indonesia adalah prinsip yang sangat mulia. Selain itu, harus selalu diingatkan kepada seluruh anak bangsa agar mampu saling menghormati, mengakui, dan bisa objektif dalam melihat persoalan. Dengan begitu, segala perbedaan pendapat akan bisa disikapi dengan santai.

"Saya yakin, kalau memang masyarakat Indonesia ini, mulai dari rakyatnya, pemimpinnya, serta para tokoh agama dan tokoh masyarakatnya, bisa bersatu padu dalam bingkai iman dan takwa, maka bangsa kita bisa mendapatkan keberkahan dari Allah SWT," ungkapnya.


Baca juga: Semarakkan HUT ke-78 RI, Metro Park View Semarang Gelar Sejumlah Kegiatan


Menurutnya, hal itu sesuai dengan bunyi surat Al-A'raf ayat 96 pada Al-Qur'an, yang berbunyi 'jika penduduk suatu negeri itu beriman dan bertakwa kepada Allah, maka negara itu akan mendapat keberkahan dari langit dan bumi'. Itu sudah ada di dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional di pasal 31, sudah dicantumkan semua, bahwa harus memiliki iman, takwa, dan akhlak mulia,

Anggota DPR RI periode 1997-2014 dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan ini pun menjelaskan, kemajuan dan kebaikan suatu negara sebenarnya tergantung dari masyarakatnya sendiri.

"Kalau kita menyitir ayat Qur'an bahwa Allah itu tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kalau kaum itu tidak mengubah nasibnya sendiri. Innallaha laa yughoyyiru maa bi qaumin, hatta yughoyyiru maa bi anfusihim," tambahnya.

Ia berharap kondisi yang aman dan damai serta kebersamaan anak bangsa janganlah dirusak oleh kepentingan sesaat. Termasuk yang berkaitan dengan politik praktis untuk memperebutkan kekuasaan. Oleh karena itu, menghadapi tahun politik yang tinggal beberapa bulan lagi, sebaiknya tidak memakai prinsip politik machiavelis.

"Politik machiavelis adalah prinsip politik yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Cara yang dihalalkan misalnya menjelek-jelekan, memfitnah, atau menuduh lawan politiknya. Ini tidak boleh terjadi. Penggunaan isu politik identitas sebenarnya merupakan terapan dari prinsip politik machiavelis. Hal yang seperti ini seharusnya dihentikan karena tidak sesuai jati diri bangsa yang justru merangkul segala perbedaan agama, ras, dan golongan," tandas Anwar.

Untuk itu, dia berpesan agar kemerdekaan yang diperoleh bisa dimaknai secara positif. Merdeka tidak hanya dari penjajah, namun juga merdeka dari intoleransi, radikalisme dan terorisme. Menurutnya, kita semua sama-sama Indonesia, mempersoalkan isu SARA justru akan melemahkan bangsa kita sendiri.

"Mari kita hayati semangat kemerdekaan Indonesia dan pesta demokrasi 2024 dengan bekal iman, takwa, dan akhlak yang mulia. Hapus intoleransi, radikalisme, dan terorisme," pungkasnya. (RO/I-2)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat