visitaaponce.com

Menteri KLHK Puji Konsistensi Upaya Pencegahan Karhutla

Menteri KLHK Puji Konsistensi Upaya Pencegahan Karhutla
Menteri KLHK Siti Nurbaya (tengah).(KLHK)

KEBAKARAN hutan dan lahan (karhutla) Tahun 2023 berhasil ditekan lebih kecil dibandingkan Tahun 2019 dengan pengaruh El-Nino yang hampir sama, bahkan kondisi 2023 lebih kering. Hal ini dapat menjadi indikasi adanya keberhasilan upaya pencegahan karhutla yang efektif. 

Berbagai upaya pencegahan karhutla sejak awal 2023 secara konsisten dilakukan mulai dari monitoring hotspot, penetapan kebijakan, aksi-aksi di lapangan baik aksi pencegahan, pemadaman, hingga penegakan hukum. Penurunan luas karhutla jika dibandingkan tahun 2019 seluas 488.065 ha atau 29,59%. Luas karhutla pada 2023 ialah 1.161.192 ha sedangkan luas karhutla pada 2019 adalah 1.649.258 ha.  

"Keberhasilan ini dicapai melalui keterpaduan dan kolaborasi para pihak dalam pengendalian karhutla,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (10/1/2024).

Ia juga menyoroti keberhasilan di sektor lain seperti FOLU (Forestry and Other Land Use). Deforestasi berhasil diturunkan pada titik terendah dalam 20 tahun terakhir yaitu pada angka 0,11 juta ha mulai periode pemantauan 1996-2000 hingga periode pemantauan 2020-2021. Dengan memperhatikan hasil pemantauan perubahan tutupan hutan dari Tahun 2020 dan 2021, angka Deforestasi Netto Indonesia turun sebesar 8,4 %. 

"Data 2022 menunjukkan angka deforestasi yang lebih menurun hingga 104 ribu hektare. Dan 2023 (deforestasi) juga lebih menurun lagi.” ujarnya.

Menteri Siti juga mengapresiasi kerja sama pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk terus menguatkan aksi nyata dan memimpin dengan contoh (leading by examples) dalam penanganan perubahan iklim dan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC).

Hal ini tentunya didukung dengan data dan informasi yang akurat, transparan dan kredibel. Tingkat emisi GRK pada 2022 sebesar 1.220 Mton CO2e yang diperoleh dari masing-masing kategori/sektor yakni energi sebesar 715,95 Mton CO2e, proses industri dan penggunaan produk sebesar 59.15 Mton CO2e, dan pertanian sebesar 89,20 Mton CO2e. Kemudian, kehutanan dan kebakaran gambut sebesar 221,57 Mton CO2e dan limbah sebesar 221,57 Mton CO2e. 

Total tingkat emisi memang naik sebesar 6,9 % jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2021). Namun, tingkat emisi pada 2022 itu menunjukkan pengurangan sebesar 42% apabila dibandingkan dengan Business as Usual (BAU) pada tahun yang sama.

Ia menambahkan, kinerja pengurangan emisi GRK Indonesia melalui REDD+ telah mendapatkan rekognisi internasional yang diwujudkan melalui pembayaran berbasis kinerja/Result-Based Payment (RBP). Indonesia tercatat sebagai negara yang menerima RBP paling besar dengan total komitmen sebesar US$439,8 juta. Indonesia telah menerima pembayaran sebesar US$ 279,8 juta.  

“Keberhasilan Indonesia dalam mengimplementasikan REDD+ dan menerima RBP telah direkognisi oleh UNFCCC dan menjadi contoh baik implementasi skema REDD+,” kata Siti lagi.

Indonesia juga terus melakukan upaya-upaya penguatan aksi perubahan iklim. Sangat diharapkan kepada masyarakat luas di tingkat tapak untuk menghindari terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang akan berkontribusi besar terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca.  

Dalam upaya mendorong upaya pengurangan emisi gas rumah kaca, Indonesia telah memikirkan pemberian insentif kepada para pelaku aksi mitigasi, yaitu melalui kebijakan Nilai Ekonomi Karbon (NEK), yaitu melalui Perdagangan Karbon. Indonesia juga telah mengimplementasikan Enhance Transparency Framework sebagai mandat artikel 13 Paris Agreement, yang antara lain membangun Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim. (RO/A-1). 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat