visitaaponce.com

Keterlibatan Ayah Krusial pada Seribu Hari Pertama Kehidupan Anak

Keterlibatan Ayah Krusial pada Seribu Hari Pertama Kehidupan Anak
Ilustrasi.(Freepik)

RANCANGAN Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menekankan peningkatan dan normalisasi peran ayah dalam pengasuhan. Hal itu guna menghindari domestifikasi peran dan tanggung jawab pengasuhan pada satu pihak, terutama ibu.

RUU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan yang disetujui pada Pembahasan Tingkat 1 di DPR juga memuat peran ayah dalam keluarga. Tidak hanya berperan sebagai pencari nafkah, ayah memiliki peran dalam pola pengasuhan anak.

"Di beberapa pasal memang kita mengusulkan penegasan peran suami/ayah bagi kehidupan anak dan bagi kehidupan pasangannya," kata Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dian Ekawati dalam Media Talk di Kantor KPPPA, Jakarta, Selasa (23/4). Selama ini, kata Dian, tanggung jawab ayah berfokus pada pencarian nafkah sehingga banyak menghabiskan waktu di luar rumah. 

Baca juga : Faktor Signifikan yang Membuat Anak Bahagia

Apalagi, pada masa awal-awal kehamilan, seorang suami biasanya semakin giat bekerja dan meninggalkan istri yang sedang hamil. Tujuannya mengumpulkan biaya persalinan, biaya anak ketika sudah lahir, hingga biaya pendidikan ke depan. "Sebenarnya harus dari awal, peran itu bukan dibayangkan ke depan tetapi sudah dijalankan (sejak anak dalam kandungan)," jelasnya.

Untuk itu, RUU KIA mendorong pengaturan peran ayah tersebut untuk mengatasi tantangan fenomena kehilangan sosok ayah dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Di sisi lain, keterlibatan ayah sejak proses kehamilan juga untuk mengatasi permasalahan kesehatan mental dari orangtua.

"Ada ibu-ibu muda di luar sana yang kelelahan, kejenuhan, tidak ada rekan untuk berdiskusi, menghadapi persoalan setiap hari kondisi anak. Ternyata akhirnya menjadi tekanan, muncul baby blues. Kita berharap itu berkurang," kata Dian.

Baca juga : Bunda, Yuk Waspadai Skoliosis pada Anak!

Untuk itu, RUU KIA juga mendorong pengaturan cuti bagi suami yang istrinya melahirkan atau mengalami keguguran. Dalam hal ini, kata Dian, suami harus berperan menguatkan secara mental. Kehadirannya pun bisa membantu saat kondisi istri belum pulih.

Perihal cuti bagi ayah tersebut diakui memang menjadi poin keberatan terutama yang datang dari dunia usaha. Padahal, kata Dian, penambahan cuti itu diharapkan bisa tumbuh rasa kenyamanan bagi pegawai. "Kenyamanan bahwa kebutuhan mereka diakomodasi dan jangka panjangnya akan muncul loyalitas," katanya.

Pada kesempatan yang sama, psikolog anak dan remaja Mutia Aprilia menyebut bahwa di beberapa negara Eropa, cuti paternity leave untuk ayah bisa sampai beberapa bulan. Negara-negara itu merasakan manfaat lebih bahwa ketika pengasuhan dilakukan oleh dua orang, ayah ibunya, memberikan dampak baik untuk anak, keluarga, bahkan tempatnya bekerja.

Baca juga : Faradina Mufti Berbagi Pengalaman Jadi Ibu Sekaligus Aktris

"Untuk pengasuhan ke anaknya sendiri, sebetulnya anak ini akan diuntungkan ketika dia diasuh oleh dua-duanya, sama-sama terlibat. Ini karena cara mengasuh ayah dan ibu itu biasanya berbeda," katanya.

Ia mencontohkan, dilihat dari cara bermainnya, pengasuhan ayah biasanya lebih aktif, lebih spontan, lebih berisiko. "Anaknya dijungkirbalikkan, misalnya. Namun itu malah jadinya membuat anak lebih percaya diri, berani, bisa meregulasi emosi. Dia tahu bahwa oh ini menakutkan tetapi seru, enggak yang sedikit-sedikit takut," kata Mutia.

"Sementara ibu-ibu mainnya yang duduk-duduk saja, mewarnai, menggambar, ngajarin baca. Perbedaan itu efeknya ke anak berbeda," imbuhnya.

Baca juga : Penuhi ASI untuk Bayi, Seorang Ibu Perlu Dukungan Suami dan Keluarga

Menurut Mutia, peran ayah dalam pengasuhan sangat penting, khususnya perkembangan sosial emosional anak. Berdasarkan banyak penelitian, anak dengan ayah yang lebih aktif terlibat membuat anak yang lebih percaya diri.

"Ini berdasarkan hasil berbagai penelitian dari 1990-an. Menjelang 2000, mulai banyak penelitian tentang keterlibatan ayah. Mereka semua sepakat kalau yang ayahnya terlibat dalam pengasuhan, anaknya menjadi lebih pede, kemampuan komunikasi, sosialisasinya lebih baik, bahkan kecerdasannya juga bisa lebih tinggi daripada anak-anak yang ayahnya kurang terlibat," paparnya.

Jangka panjangnya, kata Mutia, anak dengan ayah yang terlibat ketika ia dewasa ditemukan lebih banyak memiliki pekerjaan yang mapan atau jadi lebih sukses. "Kemudian hubungan romantisnya baik dan terhindar dari masalah psikologis atau perilaku berisiko tinggi seperti mengonsumsi narkoba atau berhubungan seksual di usia dini, itu jadi lebih minim," pungkasnya. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat