visitaaponce.com

Bunda, Yuk Waspadai Skoliosis pada Anak

Bunda, Yuk Waspadai Skoliosis pada Anak!
petugas kesehatan sedang memeriksa kondisi pasien(Freepik)

Siapa yang tidak mengenal istilah pubertas atau kerap disebut masa puber? Pada periode tersebut, tubuh manusia mengalami berbagai perubahan signifikan, baik secara hormon maupun bentuk tubuh.

Secara medis, pubertas merupakan periode pertumbuhan signifikan seseorang dalam berbagai aspek, termasuk pertumbuhan tulang belakang. Orang tua perlu memperhatikan kondisi dan perubahan pada tubuh anak mereka. Salah satu yang harus diwaspadai ialah kelainan pertumbuhan pada tulang belakang atau dikenal skoliosis

Dokter spesialis orthopedi tulang belakang Dr. dr. Phedy, Sp. OT (K) Spine menjelaskan skoliosis merupakan kelainan pada bentuk tulang belakang. Tulang belakang yang normal bentuknya lurus ke bawah jika dilihat dari depan maupun belakang. Akan tetapi, dalam kondisi skoliosis, tulang punggung tumbuh melengkung ke samping membentuk huruf C atau S. 

Baca juga : Ibu Dipastikan tidak Perlu Cuci Puting Sebelum Menyusui

“Jenis umumnya dibagi berdasarkan usia, yakni bawaan lahir (skoliosis kongenital), skoliosis degeneratif (de novo), serta pada remaja ialah skoliosis idiopatik adolesen (AIS),” ungkap dokter Phedy. 

Menurutnya, untuk kasus skoliosis pada kelompok remaja, paling banyak terjadi pada usia 10-13 tahun. Pada periode pubertas ini, anak mengalami pertumbuhan tulang yang sangat signifikan dibandingkan saat berada di tingkat SD kelas 1-4.

Meski mengetahui periodenya, namun penyebab kelainan pertumbuhan tulang belakang ini belum teridentifikasi. Apakah faktor genetik, lingkungan, atau kelainan bawaan. Dokter Phedy menilai kasus skoliosis tipe AIS cukup sering terjadi di Indonesia. Setidaknya, 6 dari 100 orang berpotensi mengalami kelainan AIS. 

Baca juga : Gaya Hidup Sebabkan Adanya Tren Diabetes Tipe 2 pada Anak dan Remaja

Pentingnya Deteksi Dini

Salah satu faktor penting dalam penanganan kelainan skoliosis AIS ialah deteksi dini. Dengan deteksi dini, dokter memiliki sejumlah cara untuk menghambat pembengkokan tulang agar tidak semakin parah. Langkah ini penting, karena rasa sakit yang ditimbulkan skoliosis, dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang. 

“Untuk anak perempuan kita anjurkan untuk screening sebanyak dua kali, yakni pada usia 10 tahun dan 13 tahun. Sedangkan untuk anak laki-laki, screening cukup dilakukan satu kali saat usia 13 tahun,” paparnya.

Baca juga : Remaja Juga Bisa Terkena Diabetes

Metode screening lakukan melalui pengamatan visual dengan Adam Forward Bending Test.  Anak diminta membungkuk ke depan. Kemudian, akan terlihat tonjolan punggung di sisi kanan dan kiri untuk dibandingkan ketinggiannya. 

Apabila ada satu sisi yang lebih tinggi, perlu diwaspadai bahwa anak itu mengalami skoliosis. Sebaiknya, orang tua segera membawa anaknya ke rumah sakit untuk menjalani rontgen. Dengan begitu, hasilnya lebih akurat dan menjadi dasar tindakan medis selanjutnya.

Sementara, jika sudut lengkungan di bawah 30 derajat, pasien cukup melakukan perawatan dengan olahraga. Terapi tersebut bertujuan mengurangi rasa pegal di punggung. Adapun pembengkokan dinilai tidak akan bertambah.

Baca juga : Para Ibu Diingatkan Pentingnya Makronutrien dan Mikronutrien untuk Anak

Ketika sudutnya di atas 30 derajat, biasanya dokter akan melakukan intervensi, karena potensi skoliosis semakin meningkat. Adapun intervensi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni penanganan non-operatif dan penanganan operatif.

Apabila sudutnya berkisar 30-45 derajat, penanganannya dapat melalui non-operatif. Dalam hal ini, menggunakan brace atau sejenis korset dari bahan fiber yang ditekan pada titik tertentu, agar kurvanya tidak bertambah bengkok. Akan tetapi, penggunaan brace hanya optimal di sudut kurang dari 45 derajat. 

Pasien dipantau secara berkala setiap 5-12 bulan dengan pemeriksaan fisik dan rontgen. Umumnya, brace tersebut digunakan sampai waktu pertumbuhan tulang terhenti. Untuk perempuan diperkirakan hingga usia 16 tahun, sementara laki-laki sampai usia 18 tahun. 

“Untuk sudut di atas 45 derajat ini yang membutuhkan operasi. Harus segera dilakukan saat sudutnya masih belum begitu besar, karena ada potensi semakin parah bila dibiarkan. Jika sudutnya di atas 70 derajat, akan mulai menggangu fungsi paru-paru,” tutur dokter Phedy. (B-2)

 

 

 
 
 


Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Rizky Noor Alam

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat