visitaaponce.com

Remaja Juga Bisa Terkena Diabetes

Remaja Juga Bisa Terkena Diabetes
Ilustrasi(pexels)

PENYAKIT Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menjadi 10 terbesar penyebab kematian dan disabilitas di dunia.

Data dari Federasi Internasional Diabetes pada 2021 menyebut terdapat 1 dari 10 orang hidup dengan diabetes atau jumlahnya sekitar 537 juta di dunia dan angka ini akan terus meningkat menjadi 643 juta pada 2030. 

Selain itu DM ternyata juga bisa dialami oleh anak-anak dan remaja. Berdasarkan data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), per November 2021, sebanyak 1.346 anak mengalami diabetes. Kemudian diperkirakan kejadian DM di seluruh dunia sangat tinggi sekitar 100 ribu kasus untuk usia remaja yang berusia kurang dari 15 tahun.

Baca juga: Gula Darah Tinggi bukan Hanya karena Konsumsi Makanan Bergula

Orangtua harus mengenali gejala dan perjalanan DM pada anak atau remaja. Sebelum seseorang mengalami DM dimulai dengan memiliki risiko kemudian akan mengalami resistensi insulin biasanya lebih sering ditemukan pada pasien-pasien dengan riwayat keluarga diabetes, pasien obesitas, dan sebagainya.

"Kemudian akan berjalan saat mulai terjadi gangguan fungsi produksi insulin mulai terjadi adanya pra-diabetes gula darahnya sudah cukup tinggi tapi belum mencapai batas diabetes. Kalau ini tidak diobati dengan baik akhirnya akan berlanjut pada kondisi diabetes stadium dini atau early diabetes," kata Dokter Penyakit Dalam Endokrin Metabolik Dicky Levanus Tahapary dalam Webinar Hari Diabetes Sedunia Tahun 2022, dikutip Rabu (16/11).

Pada umumnya masih belum terjadi komplikasi. Namun, jika tidak dikelola dengan baik akan timbul komplikasi dan akhirnya bisa sampai timbul komplikasi akhir misalkan harus cuci darah dan lain sebagainya.

Jadi proses ini berjalan bisa 5 atau bahkan sampai 20 tahun tergantung dari beratnya diabetes.

"Di Indonesia, sebagian orang banyak karena tidak terkendali dengan baik, tidak terdiagnosis sedini mungkin dan banyak terjadi pada usia muda. Akibatnya, menyebabkan komplikasinya cukup banyak," ujar dr Dicky.

Sehingga menjadi tugas bersama untuk bisa mengenali sedini mungkin mengontrol faktor risikonya jadi bisa mencegah diabetes dan berbagai komplikasinya. Jadi yang paling adalah pencegahan atau mencegah penyakit untuk menurunkan beban penyakit dan faktor risikonya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh timnya di Jakarta, Dicky melihat mahasiswa yang baru pindah dari daerah prural ke Jakarta dalam waktu setahun terjadi kenaikan dari lemak dan masa indeks tubuhnya, diketahui bersama bahwa obesitas menjadi pintu masuk terjadinya DM di berbagai usia termasuk remaja.

Dicky mengatakan semakin plural tempat tinggalnya perubahannya lebih dominan. Jadi orang yang pindah dari kota yang lebih kecil atau dari daerah dan pindah ke kota besar maka semakin besar drastis perubahannya sehingga risiko kelainan metaboliknya lebih tinggi.

"Setiap satu tahun tinggal di Jakarta meningkatkan risiko obesitas cukup tinggi berat badan yang nambah terutama lemak tubuhnya dan lingkar pinggangnya. Salah satu penyebabnya adalah diet yang kurang sehat, konsumsi makanan yang tinggi kalori, dan juga makanan yang tidak balance," ujar DR Dicky.

Dalam setahun, perubahan kalori yang dikonsumsi naik sekitar 150-200 kalori dan konsumsi lemak, protein, karbohidart juga naik cukup tinggi, ini menjadikan perubahannya cukup besar. 

Selain itu, konsumsi makanan atau minuman yang berpemanis juga berpengaruh besar padahal ini yang sering dikonsumsi anak dan remaja.

Di kesempatan yang sama Ketua Endokrinologi Indonesia (PERKENI) Prof Ketut Suastika mengatakan, pada prinsipnya, tujuan pengelolaan diabetes dalam jangka pendek untuk menghilangkan gejala dan sekaligus, sekaligus juga mencegah komplikasi jangka pendek.

"Dalam jangka panjang dan tujuan akhir adalah mencegah komplikasi jangka panjang terutama mikroangiopati walaupun sesungguhnya diabetes tidak hanya masalah vaskuler tetapi juga diabetes berpengaruh terhadap penyakit-penyakit lain termasuk degeneratif pada otak, infeksi, kehilangan masalah-masalah sosial, kehilangan pekerjaan dan sebagainya sebenarnya," kata Ketut.

Sehingga tujuan akhirnya akan menghilangkan jangka panjangnya dan sekaligus juga kematian akibat DM itu sendiri.

"Beberapa hal ada beberapa hal yang harus kita pahami yang pertama adalah edukasi kedua adalah masalah perilaku atau pola hidup misalnya masalah makanan atau fisik, kemudian juga diperlukan sebagian pasien dengan obat farmakologi tentu ada perilaku pemantulan gula darah mandiri harus menjadi perhatian juga terutama bagi mereka-mereka yang telah menggunakan terapi insulis," pungkasnya.

Diketahui, DM menjadi beban kesehatan yang cukup besar karena menyebabkan 6,7 kematian pada tahun 2021. Sementara 44% dari kasus ini ternyata terdiagnosis yang pada umumnya merupakan diabetes tipe 2 yang sebenarnya dapat dicegah.

Beban ini akan menjadi bertambah karena 3 dari 4 kasus diabetes di dunia hidup di negara dengan pendapatan rendah dan menengah. Kemudian dari aspek ekonomi diabetes ini bertanggung jawab atas setidaknya sebesar USD966 miliar dalam pengeluaran kesehatan pada tahun 2021 atau 9% dari total pengeluaran global untuk kesehatan. (OL-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat