visitaaponce.com

Belum Terbukti Aman dan Bermanfaat, IDAI Imbau Jangan Gegabah Promosikan Pengeringan atau Freeze-Drying ASI

Belum Terbukti Aman dan Bermanfaat, IDAI Imbau Jangan Gegabah Promosikan Pengeringan atau Freeze-Drying ASI
Ilustrasi, ASI bubuk hasil daro metode freeze-drying atau pengeringan.(Dok. Freepik)

KETUA Satgas ASI Ikan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Naomi Esthernita Fauzia Dewanto menyebut hingga saat ini belum ada penelitian untuk dampak maupun manfaat dari metode freeze-drying atau pengeringan ASI. Karena itu, masyarakat diimbau tidak gegabah untuk mengikuti ataupun mempromosikan metode tersebut.

Naomi mengatakan proses freeze-drying ASI dinyatakan dapat mempertahankan struktur molekul susu. Namun, mengingat penggunaan suhu tinggi saat proses pengeringan dikhawatirkan menghilangkan kandungan rasa dan kualitas ASI.

"Tanpa bukti penelitian yang memadai, hingga saat ini belum jelas apakah freeze-dried ASI memiliki rasio protein, lemak, karbohidrat yang tepat sebagai sumber nutrisi penting yang dibutuhkan bayi, berikut zat aktif untuk kekebalan tubuh dan tumbuh kembang bayi," kata Naomi dalam keterangannya, Jumat (10/5).

Baca juga : IDAI: Rutin Pijat Dapat Tingkatkan Kemampuan Sensoris Anak

Metode freeze-drying atau pengeringan beku ASI menjadi bentuk bubuk dikenal juga sebagai teknik lyophilization. Teknik itu dilakukan dengan tujuan memperpanjang umur simpan ASI dari semula 6 bulan di dalam freezer menjadi 3 tahun. Mereka yang mengaplikasikannya mengatakan memilih freeze-drying dengan alasan penghematan ruang penyimpanan ASI, kenyamanan untuk ibu yang sering bepergian, dan ingin terus memberikan ASI di luar masa cuti melahirkan.

Proses freeze-drying ASI tersebut meliputi pembekuan ASI pada suhu ekstrim -50 C selama 3 sampai 5 jam. Kemudian mengubah ASI beku menjadi susu bubuk menggunakan teknik sublimasi, yaitu transisi ekstraksi air selama 2 hari langsung dari bentuk padat (es) ke gas (uap air) tanpa fase cair. Umumnya, 1 liter ASI akan menghasilkan sekitar 140 gram susu bubuk.

"Pembekuan ASI yang lazim dilakukan pada praktik rumahan, telah diteliti dapat menimbulkan serangkaian perubahan fisik pada komponen utama ASI seperti pecahnya membran gumpalan lemak dan perubahan misel kasein, penurunan komposisi faktor bioaktif protein seiring lamanya penyimpanan beku," ujar Naomi.

Baca juga : Ini Kondisi Batuk Pilek yang Berbahaya pada Anak

Metode freeze-drying juga tidak melalui prosedur pasteurisasi yang bertujuan membunuh bakteri berbahaya. Dalam hal ini, pasteurisasi sengaja dihindari untuk menjaga probiotik vital yang ada dalam ASI.

"Dengan demikian maka risiko kontaminasi tetap menjadi ancaman, khususnya pada saat rekonsiliasi penambahan air pada bubuk freeze-dried ASI sebelum dikonsumsi bayi," ungkapnya.

Satgas ASI IDAI juga memberikan catatan khusus mengenai apakah produk freeze-dried ASI merupakan Radha'ah. Permasalahan ini penting bagi mayoritas umat muslim di Indonesia, mengingat Radha'ah adalah hubungan mahram yang diakibatkan oleh persusuan yang dilakukan oleh seorang perempuan kepada bayi yang bukan anak kandungnya.

Baca juga : Setelah Mudik, Jangan Lupa Lindungi Pernafasan Anak dari Berbagai Penyakit

Apabila bubuk freeze-drying ASI dilarutkan kembali dengan air, secara wujud warna serta rasanya kembali menjadi susu, maka berlaku Radha'ah bagi semua pihak terkait.

"Menyusui dan memerah ASI untuk bayi mungkin terasa melelahkan, dan dapat dimengerti bila ibu ingin mencari cara termudah untuk memastikan bayi tetap memperoleh ASI. Menyusui langsung dari payudara ibu sangat direkomendasikan agar dapat terjalin kontak erat antara ibu dan bayi, menumbuhkan rasa aman dan meningkatkan ikatan orangtua-anak. Menyusui bukan sekadar memberikan ASI," jelasnya.

Metode freeze-drying ASI dianggap memiliki potensi untuk meringkas ruang penyimpanan dan mungkin lebih praktis untuk pemberian ASI di saat bayi tidak bersama ibu. Namun metode ini adalah temuan yang relatif masih sangat baru, belum lengkap pembuktian melalui riset ilmiah sehingga belum ada aturan atau rekomendasi penggunaannya oleh organisasi kesehatan seperti CDC, AAP, atau FDA.

(Z-9)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat