visitaaponce.com

Pemerintah Kejar Kerja Sama Internasional untuk Capai Target NDC

Pemerintah Kejar Kerja Sama Internasional untuk Capai Target NDC
Ilustrasi(Jhoni Kristian/MI )

Dalam upaya mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC) untuk menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 2030, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengestimasi kebutuhan dana sebesar Rp343,32 triliun setiap tahunnya.

Namun demikian, dana yang didapatkan dari APBN hanya bisa memenuhi 34% dari jumlah tersebut. Sehingga masih ada gap yang cukup besar, yakni sekitar 60% untuk memenuhi dana aksi perubahan iklim. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional Pada Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Wahyu Marjaka.

"Dirjen PPI availablenya Rp230 miliar untuk 2022. Artinya dengan modalitas Rp230 miliar bisa berbuat apa? Untuk itu kita mengejar kerja sama internasional untuk mencapai target pendanaan," kata Wahyu saat dihubungi, Selasa (4/1).

Pada 2022 sendiri, Wahyu mengungkapkan terdapat sejumlah perjanjian internasional yang akan berjalan. Diantaranya Green Climate Fund senilai US$103,78 juta, Forest Carbon Partnership Facility senilai US$110 juta, dan perjanjian BioCarbon Fund senilai US$70 juta.

"Jumlah tersebut untuk keseluruhan sampai 2030. Dan setiap tahun ada working plan yang akan menentukan berapa dana yang bisa digunakan," ucap dia.

Adapun, dalam memberikan pendanaan aksi perubahan iklim, pemerintah tentunya menyasar semua daerah di Indonesia. Namun demikian, terdapat sejumlah daerah yang menjadi prioritas, yakni daerah-daerah yang sering terjadi kebakaran hutan dan lahan. Pasalnya, sektor FOLU berkontribusi paling besar dalam permasalahan emisi gas rumah kaca di Indonesia.

"Jadi kita ada 7 provinsi prioritas karhutla. Karena kalau karhutla terjadi emisinya sangat tinggi. Untuk itu kita benar-benar mencegah agar tidak terjadi karhutla," beber dia.

Provinsi tersebut ialah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Dari tujuh provinsi tersebut, dua diantaranya telah mendapatkan pendanaan dari perjanjian REDD+, yakni Kalimantan Timur dan Jambi.

"Provinsi lainnya menyusul untuk prospektus untuk kita ajukan kerja sama internasional. Seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, NTT, NTB, Aceh dan Riau. Itu daerah-daerah yang akan kita fokuskan untuk penegndalian emisi," pungkas dia. (OL-12)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat