visitaaponce.com

Sri Lanka Bangkrut, IMF Sepakati Beri Bantuan Rp43 T

Sri Lanka Bangkrut, IMF Sepakati Beri Bantuan Rp43 T
Ilustrasi(dok.Ant )

DANA Moneter Internasional (IMF) mencapai kesepakatan awal dengan pemerintah Sri Lanka untuk memberikan bantuan keuangan sebesar US$2,9 miliar atau sekitar Rp43 triliun lebih.

Inflasi Sri Lanka mencapai rekor di Juni, yang naik menjadi 54,6%. Negara itu pergi ke IMF pada April setelah gagal membayar utang luar negerinya sebesar US$51 miliar.

Baca juga: Buka September, IHSG Melemah Dibebani Inflasi dan Ancaman Resesi

Dana tersebut tidak segera dicairkan dalam waktu dekat, sampai dana talangan disetujui oleh manajemen senior IMF. 

Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe menyampaikan kesepakatan tersebut perlu mendapatkan dukungan dari konstituen domestik dan pemegang utang Sri Lanka. 

Namun kesepakatan tersebut dipandang sebagai langkah maju yang signifikan bagi negara Asia Selatan yang telah mencapai titik terendah atau bangkrut, setelah mengalami krisis mata uang asing, inflasi pangan mendekati 100%, hampir kekurangan bahan bakar, dan gejolak politik yang membuat Presiden Gotabaya Rajapaksa digulingkan oleh massa yang marah pada Juli lalu.

“Untuk Sri Lanka, IMF adalah satu-satunya permainan yang tersisa,” kata Murtaza Jafferjee, ketua lembaga pemikir ekonomi Sri Lanka Advocata. 

“Fakta bahwa pemerintah akhirnya mencapai kesepakatan adalah awal dari proses pemulihan ekonomi negara itu," tambahnya. 

Dalam sebuah pernyataan, IMF mengatakan pemerintah Sri Lanka setuju untuk menaikkan pajak pada individu dan perusahaan berpenghasilan lebih tinggi dan menaikkan harga bahan bakar, tetapi juga meningkatkan pengeluaran sosial untuk orang miskin yang menderita dalam krisis saat ini. 

Pejabat dana IMF juga mengatakan bailout tersebut bergantung pada Sri Lanka yang menerima konsesi keringanan utang dari pemberi pinjaman, yang mencakup pemegang obligasi sektor swasta.

Peter Breuer dan Masahiro Nozaki, dua pejabat IMF yang mengunjungi Sri Lanka minggu ini mengatakan, negara itu menghadapi tingkat inflasi hampir 60% dan ekonomi diperkirakan akan berkontraksi 8,7% tahun ini.

"Sri Lanka telah menghadapi krisis akut. Dampaknya pun ditanggung secara tidak proporsional oleh orang miskin dan rentan," kata mereka.

Kasus Sri Lanka dilihat sebagai peringatan yang tidak menyenangkan bagi negara berkembang lainnya. Perang di Ukraina membuat harga bahan bakar dan pangan melonjak, memperburuk krisis yang telah terjadi selama bertahun-tahun karena pinjaman pemerintah yang boros dan pemotongan pajak.

Dolar AS juga telah melonjak dalam beberapa bulan terakhir, sehingga semakin sulit bagi negara-negara seperti Sri Lanka untuk membayar utang internasional mereka. 

Pada April, negara itu berhenti melakukan pembayaran utang yang berjumlah sekitar US$30 miliar. Rajapaksa, mantan presiden Sri Lanka mulai mencari dana talangan IMF pada awal 2022, ketika cadangan dolar Sri Lanka mulai turun drastis dan biaya bahan bakar dan makanan melonjak. Tapi, kesepakatan itu gagal.

Pada Mei, Wickremesinghe, seorang negarawan veteran, diangkat menjadi perdana menteri. Ia kemudian mengambil alih kursi kepresidenan pada Juli setelah kekacauan kekacauan lain yang memaksa Gotabaya Rajapaksa meninggalkan negara itu. 

Minggu ini, sebelum kesepakatan IMF diumumkan, Wickremesinghe mempresentasikan anggaran sementara kepada parlemen yang menaikkan pajak barang dan jasa hingga 15% dan mengurangi usia pensiun pegawai sektor publik. 

Dia juga akan memangkas pengeluaran pertahanan dan infrastruktur untuk membayar subsidi kesejahteraan dan untuk membayar bunga pinjaman. (Washington Post/OL-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat