visitaaponce.com

Operatie Kraai dan Esensi Bela Negara

Operatie Kraai dan Esensi Bela Negara 
Andi Muh Darlis(Dok pribadi)

KESIBUKAN tidak biasa terjadi di Pangkalan Andir (sekarang Hussein Sastranegara) Bandung, Jawa Barat, Minggu (19 Desember 1948) dinihari. Jenderal Simon Hendrick Spoor melakukan pengecekan terakhir di Marshaling Area. Sang jenderal legendaris itu sedang menyiapkan operasi lintas udara bersandi Kraai (gagak), operasi yang digagas untuk memenuhi janjinya kepada Ratu Belanda Wilhellmina. 

Janji untuk kembali menguasai Negara Republik Indonesia yang baru merdeka. Sebanyak 432 personel KST (Korps Speciale Troopen) Belanda dipimpin Kapten Eekhout selaku komandan penerjunan, diangkut 15 pesawat Dakota terbang menyusuri selatan Jawa menuju jantung Republik Indonesia, Jogjakarta. 

Pukul 05.15, berbarengan semburat jingga langit Jogja, lima pesawat Mustang dan sembilan Kitty Hawk bersenjata mitraliur melakukan manuver straffing sebagai serangan pendahuluan, membabat tangsi-tangsi dan rumah-rumah penduduk. Daya kejut serangan udara itu membuat kepanikan prajurit TNI yang sedang berjaga di Pangkalan Maguwo dan penduduk setempat, termasuk pasukan TNI yang berada di sekitar Borobudur dalam rangka latihan perang-perangan yang dipimpin Jenderal Soedirman.  

Pukul 06.45 pasukan KST Belanda terjun dan berhasil mendarat di Maguwo. Selain pasukan Para (Linud) dari KST yang menyerbu dari udara, bala pasukan darat Belanda yang dipimpin Kolonel van Langen dari arah Semarang juga ikut menyerbu. Serangan itu berhasil dengan efektif melumpuhkan jantung pemerintahan Republik Indonesia. Serangan fajar itu tidak mendapat perlawanan yang berarti dari TNI karena sejumlah keterbatasan dan masih dalam suasana konsolidasi setelah menghadapi pemberontakan PKI. 

Pertempuran berlangsung singkat, selama 25 menit. Pukul 07.10 Jogjakarta sepenuhnya jatuh ke tangan pasukan Belanda. Dalam clash itu, 128 anggota TNI yang gugur sementara di pihak Belanda tidak ada data tentang jumlah korban.

Dalam sejarah nasional, serangan ini dikenal sebagai agresi militer Belanda II (oleh Belanda disebat sebagai Aksi Polisionil) dan merupakan pelanggaran atas perjanjian Renville yang telah disepakati bersama. Dalam aksi militer ini kedaulatan negara sangat terancam. Seluruh elemen negara berada dalam kendali Belanda. Para pemimpin nasional kala itu, seperti Soekarno, Moh Hatta, Agus Salim, Soeryadarma, Syahrir, Pringgodigdo, dan Assat ditawan Belanda. Sementara Jenderal Soedirman memimpin perlawanan gerilya.  

Sebelum tertawan, Soekarno masih sempat mengirim mandat kepada Syafruddin Prawiranegara yang sedang berada di Bukit Tinggi, Sumatra Barat untuk membentuk kabinet dan mengambilalih pemerintahan. Kabinet bentukan ini kemudian dikenal sebagai Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Selain perintah kepada Syafruddin Prawiranegara, Soekarno menyiapkan alternatif lain bila PDRI di Bukit Tinggi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Soedarsono, yang menjadi Duta Besar RI untuk India beserta staf juga mendapat perintah yang sama untuk membentuk pemerintahan sementara di negara itu. 

Pembentukan PDRI adalah langkah strategis yang diambil untuk menyelamatkan eksistensi negara. Langkah penyelamatan melalui PDRI menjadi catatan penting bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Jatuhnya Jogjakarta sebagai pusat pemerintahan dan ditangkapnya pejabat-pejabat negara, menjadi pukulan telak bagi Republik Indonesia.  

PDRI adalah harapan satu-satunya bagi eksistensi negara. Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah perlawanan gerilya TNI yang akan menentukan nasib bangsa. Pada 19 Desember 1949 adalah hari penuh heroisme yang akan terus menjadi kenangan perjuangan bangsa. Tanpa PDRI dan Syafruddin Prawiranegara besama kabinet dadakan, tentu nasib Republik Indonesia benar-benar sirna. Meskipun PDRI hanya berusia 7 bulan (207 hari), pada 13 Juli 1949 Syafruddin Prawiranegara mengembalikan mandat kepada Soekarno. 

Walaupun berusia singkat namun memiliki arti amat penting bagi keberadaan negara Republik Indonesia. PDRI adalah kemenangan politik dan diplomasi serta militer yang bermuara pada pengakuan kedaulatan negara. Berdasarkan fakta sejarah tersebut, Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Keppres Nomor 28 Tahun 2006 yang menetapkan 19 Desember sebagai Hari Bela Negara. Itulah sekelumit sejarah lahirnya bela negara.

Hakikat bela negara

Bela negara adalah heroisme, sebuah aktivitas mental yang terwujud melalui sikap patriotisme yang tinggi dari warga negara terhadap bangsa dan negaranya. Perjalanan kebangsaan Indonesia diwarnai oleh heroisme. Tanpa heroisme sebuah bangsa tidak akan mungkin membangsa dan menegara. Rangkaian heroisme yang ditularkan dari masa ke masa menjadi watak dan karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa pejuang.  

Heroisme adalah nilai yang melekat khususnya kepada para founding fathers and mothers kita karena merekalah peletak dasar kebangsaan. Heroisme adalah nilai yang mesti diwarisi oleh generasi kekinian untuk mempertahankan eksistensi kita dalam bernegara. Heroisme adalah kompas etis bagi warga negara dalam menghadapi tantangan yang semakin tidak ringan.  

Hal itu sejalan dengan apa yang pernah dikatakan jenderal perang AS, Douglas MacArthur bahwa kewajiban, kehormatan, dan negara adalah elemen dedikasi warga negara terhadap negaranya. Warga negara, apapun profesi yang digelutinya, harus memiliki heroisme sebagai tanggung jawab untuk bela negara.  

Di tengah ancaman multidimensi yang dihadapi oleh bangsa kita, seluruh elemen nasional harus memiliki visi yang sama untuk mempertahankan negara. Pengorbanan para pendahulu bangsa dapat menjadi landasan nilai dan elan vital dalam berkiprah dibidang profesi masing-masing dalam kerangka kebangsaan. 

Bela negara adalah kecintaan kepada negara dan bangsa melalui heroisme yang tinggi. Heroisme harus selalu ada sebagai modal individual maupun kolektif menjadi watak bangsa yang pantang menyerah. Dalam konteks kekinian dan dimasa depan heroisme harus menjadi kekuatan (driving force) dalam menjaga dan mempertahankan eksistensi kebangsaan kita. Bahkan terus ditingkatkan dan diselaraskan dengan dinamika perkembangan lingkungan strategis. Indonesia adalah tanah tumpah darah sehingga bela negara adalah keniscayaan yang harus terus bersemayam dalam diri setiap insan warga bangsa Indonesia akan selalu relevan dari waktu ke waktu. 

Bela negara dan pentahelix

Bela negara membutuhkan keterlibatan seluruh warga negara. Seluruh warga negara dengan segala profesinya dapat menjadi kekuatan dasar bila mampu dikolaborasikan. Dalam konteks kekinian, kolaborasi menjadi hal penting dilakukan untuk mendapatkan hasil optimal. Perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan adalah kolaborasi dari seluruh elemen bangsa ketika itu. Kemerdekaan tidak mungkin diraih tanpa keterlibatan semua pihak. Dalam dunia kontemporer kolaborasi diwujudkan dalam bentuk pentahelix.

Pentahelix adalah perluasan dari konsep triplehelix dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat maupun lembaga nonprofit dalam rangka melahirkan inovasi dan kemajuan bersama. Pentahelix terdiri dari akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah, dan media. 

Dalam pentahelix, akademisi memilik peran sebagai konseptor dan melakukan penelitian dalam rangka pengembangan dan mencari peluang. Akademisi merupakan gudang pengetahuan untuk mencari konsep, teori dan inovasi baru untuk kemajuan bangsa. Bisnis, dilakukan dalam bentuk usaha untuk mencari nilai tambah dan mempertahankan pertumbuhan serta menghadirkan jejaring bisnis khususnya kepada pengusaha kecil dan menengah. 

Komunitas, berisi kumpulan orang yang memiliki minat sama. Komunitas dapat menjadi akselerator yang mampu menjadi penghubung entitas dalam masyarakat untuk pembangunan. Media, memiliki amplifier/ekspander dalam mempublikasi produk dan layanan yang dihasilkan masyarakat. Media juga berperan dalam membangun brand image dari perubahan sosial di masyarakat yang berdampak positif pada masyarakat. 

Pemerintah dalam pentahelix memiliki tiga peran; pertama, sebagai regulator, pengawas, dan koordinator yang memiliki peraturan dan tanggung jawab dalam perubahan sosial. Peran sentral pemerintah menjadi penting karena kegiatannya melibatkan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian, promosi, keuangan, perizinan dan lainnya. Saling berbagi peran secara bersama-sama membangun untuk kemajuan bersama. 

Konsep pentahelix sejalan dengan nilai-nilai dasar bela negara yang patut dijadikan instrumen penjaga nilai dan karakter kebangsaan kita. Pentahelix menggabungkan beragam peran tersebut memiliki potensi bertransformasi menjadi kekuatan bangsa yang penting dalam menghadapi situasi masa depan. Pentahelix juga dapat mendukung terwujudnya sustainable development goals (SDGs) dalam mencapai  pembangunan ekonomi,  ketahanan pangan dan energi, kesejahteraan, dan perbaikan lingkungan hidup. 

Melalui konsep pentahelix yang bermuatan bela negara, cita-cita nasional seperti yang termaktub dalam UUD 1945: 1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, 2) Memajukan kesejahteraan umum, 3) Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan 4) Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, dapat kita capai untuk keagungan bangsa dan negara. 

Kawah candradimuka 

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Bela Negara Badiklat Kemhan berada di lahan 23,7 ha, Kampung Pabuaran, Desa Cibodas, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat menjadi ikon pembinaan bela negara. Pusdiklat ini dibangun sebagai wujud upaya menanamkan dan mengimplementasikan nilai-nilai bela negara bagi warga negara Indonesia. Pemerintah RI melalui Kementerian Pertahanan membangun Pusdiklat ini sebagai sarana dan prasarana serta fasilitas pendidikan dan latihan untuk dijadikan arena penggodokan dan penempaan bagi warga negara agar menjadi pribadi-pribadi tangguh. 

Di Pusdik inilah para kader bela negara dari berbagai instansi dan profesi serta warga masyarakat lain mendapat gemblengan pendidikan dan latihan bela negara. Pendidikan Bela Negara dilaksanakan dengan mengacu kepada UUD 1945, UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang PSDN, Permenhan Nomor 8/2022 tentang Pedoman PKBN, Perpres Nomor 115/2022 tentang PKBN (mengatur rencana induk PKBN untuk jangka 25 tahun) merupakan regulasi yang dijadikan instrumen dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dan latihan bela negara. 

Saat ini Pusdiklat Bela Negara yang dipimpin Brigjen TNI Ketut Gede WP bertugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan secara terpusat dan tersebar serta melaksanakan evaluasi di bidang pendidikan dan pelatihan kader muda bela negara, kader bela negara, pembina bela negara, dan pelatih inti bela negara. 

Dalam kegiatan pendidikan dan latihan bela negara, terdapat lima nilai dasar yang menjadi pokok pembelajaran; cinta Tanah Air, kesadaran berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara, serta kemampuan awal bela negara. 

Pusdiklat tersebut menjadi center of execellence bagi pendidikan kader bela negara sekaligus kawah candradimuka di Indonesia. Sejak 2017-2022 telah mencetak sekitar 17 ribuan kader bela negara yang diharapkan dapat menjadi agent of change untuk kemajuan bangsa.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat