visitaaponce.com

Pilpres 2024 Selesai, Semoga tidak Seperti Firaun

Pilpres 2024 Selesai, Semoga tidak Seperti Firaun
Gantyo Koespradono, Mantan Wartawan, Pemerhati Sosial Politik(MI/Dok Pri)

INGAR bingar Pilpres 2024 sudah selesai setelah semua pihak yang bersengketa menerima dengan legowo keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan pasangan calon (paslon) presiden/wakil presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (24 April 2024) bahkan telah menetapkan paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon presiden dan calon wakil presiden terpilih.

Kalau tidak ada halangan dan mulus-mulus saja -- kita harapkan begitu -- maka keduanya akan dilantik masing-masing sebagai presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2024. Itu berarti lima tahun ke depan Indonesia punya presiden dan wakil presiden baru bernama Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Saya ucapkan selamat.

Baca juga : Eks Sekjen PKB : Putusan MK Pertegas Suara Pemilih Prabowo-Gibran

Diakui atau tidak, kita tidak bisa tutup-tutupi bahwa perjalanan keduanya menuju RI-1 dan RI-2 tidak dalam keadaan baik-baik saja. Bahwa mereka dan tim suksesnya harus berurusan dengan Mahkamah Konstitusi (MK) lewat persidangan di lembaga itu adalah bukti ada "sesuatu yang nggak beres."

Keputusan MK yang tidak bulat (tiga dari delapan hakim mengajukan dissenting opinion) juga bukti bahwa proses Pilpres 2024 yang melibatkan keduanya tempo hari nggak mulus-mulus amat. Ketiga hakim tersebut adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.

Pilihan narasi dissenting opinion ketiga hakim tentu telah dipikirkan dengan matang. Artinya tidak asal bunyi atau asal njeplak.

Baca juga : Harus Ada Aturan terkait Netralitas Petahana dalam Pemilu

Saldi Isra, misalnya, menyebut Pilpres 2024 bisa saja sudah sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang ada. Namun, belum tentu menjamin Pilpres berjalan secara jujur. Dia pun menyinggung preseden pada era Orde Baru.

"Pemilu di masa Orde Baru pun berjalan memenuhi standar mekanisme yang ditentukan dalam UU Pemilu saat itu. Namun, secara empirik, pemilu Orba tetap dinilai curang," kata Saldi Isra dalam dissenting opinion-nya yang di dalamnya menyinggung soal bansos dan mobilisasi aparatur negara.

Pada era Orba, masih menurut Saldi, pelaksanaan pemilu berjalan tidak adil (fair). Salah satunya karena faktor pemihakan pemerintah kepada salah satu kontestan pemilu. Saya mengartikan bahwa Pilpres 2024 tempo hari diwarnai dengan kecurangan.

Baca juga : Publik: MK Harus Adil dalam Putusan Sengketa Pilpres

Saldi bahkan mengatakan, demi menjaga integritas penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil, seharusnya MK memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah.

Enny Nurbaningsih meyakini telah terjadi ketidaknetralan pejabat yang sebagiannya berkelindan dengan pemberian bansos.

Senada dengan Saldi, Enny juga minta pemungutan suara ulang di beberapa daerah.

Baca juga : Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Anies Baswedan Yakin Hakim MK Beri Putusan Adil

Hakim Arief Hidayat dalam dissenting opinionnya malah meyakini telah terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Pilpres 2024.

Pelanggaran itu, kata Arief, melibatkan intervensi kekuasaan Presiden Jokowi dengan infrastruktur politik yang berada di bawahnya untuk memenangkan pasangan calon tertentu.

Arief bahkan terang-terangan menilai sikap dan tindakan Presiden Jokowi tidak netral sehingga melanggar etika pemerintahan.

Menurut Arief, anggapan bahwa presiden boleh berkampanye merupakan justifikasi yang tidak dapat diterima oleh nalar yang sehat dan etika yang peka. Dia juga meyakini rezim Jokowi berpihak kepada pasangan Prabowo-Gibran.

Arief menyimpulkan apa yang dilakukan oleh Jokowi, seolah mencoba menyuburkan spirit politik dinasti yang dibungkus oleh virus nepotisme sempit dan berpotensi mengancam tata nilai demokrasi ke depan.

Soal kecurangan dan keanehan-keanehan dalam Pilpres 2024 itu, semuanya juga telah diungkap dalam film dokumenter Dirty Vote dan belakangan Dirty Election. Haruskah kita dan pihak-pihak yang terlibat menganggap ini hanya angin lalu? Rasanya tidak mungkin. Semuanya telah kita dengar dan saksikan.

Tutup buku dan seizin Tuhan

Bagi kita yang tidak sependapat dengan keputusan MK, mungkin tetap akan tidak puas dengan dalih-dailih kebenaran kita sendiri. Lalu bertanya-tanya, "Mengapa semua ini terjadi dan menimpa negeriku?"

Palu MK telah diketuk. Pilpres 2024 telah selesai. Semua pihak sudah menerima dengan legowo. Ibarat buku, Pilpres 2024 sudah tutup buku. Puas tidak puas, kita harus tetap menyongsong masa depan.

Dalam sejarah manusia, peristiwa semacam ini terjadi di mana-mana dan Tuhan rupanya mengizinkan. Saya jadi ingat pemerintahan Firaun di Mesir.

Berulang kali, Tuhan lewat Nabi Musa mengingatkan Firaun supaya membolehkan bangsa yang dipimpin Musa keluar dari Mesir. Tuhan tidak menginginkan umat yang dipimpin Musa hidup dalam penderitaan dan hidup berlama-lama di Mesir.

Meskipun Tuhan berkali-kali memberikan tulah kepada Firaun dan Mesir, Firaun tetap saja membandel. Keras kepala. Ingkar janji alias berbohong terus menerus.

Membaca kitab Keluaran di Alkitab terkait dengan pengalaman Musa saat berhadapan dengan Firaun, saya menyimpulkan, Tuhan rupanya mengizinkan Firaun berperilaku jahat, keras kepala, dan ingkar janji.

Lewat Musa, total Tuhan memberikan tulah kepada Firaun 10 kali. Logikanya jika ujung-ujungnya Firaun memberikan kebebasan kepada umat Musa keluar dari tanah Mesir, mengapa Tuhan harus memberikan tulah hingga 10 kali? Rupanya Tuhan memang membiarkan dan mengizinkan semua itu terjadi.

Penasaran saya coba bertanya kepada ChatGPT mengapa Firaun keras kepala? Chat artificial intellegence itu menjawab, ada beberapa alasan mengapa Firaun keras kepala, yaitu lantaran pengaruh kekuasaan dan kesombongan. 

Firaun merasa memiliki kekuasaan tertinggi di Mesir dan merasa tidak perlu tunduk pada perintah Tuhan melalui Musa. Kesombongan dan kekuasaannya membuatnya sulit untuk menerima kebenaran.

Ketakutan akan kehilangan kontrol: Firaun takut kehilangan kontrol atas bangsa Israel, yang merupakan sumber tenaga kerja yang besar bagi Mesir. Dia khawatir kepergian mereka akan merugikan negaranya.

Lingkungan dan pengaruh: Firaun mungkin juga dipengaruhi oleh lingkungan dan penasihat-penasihatnya yang mendukung keputusannya untuk menolak permintaan Musa.

Akhirnya sikap keras kepala Firaun membawa konsekuensi yang berat bagi dirinya dan rakyat Mesir, dengan berbagai tulah yang menimpa negaranya.

Per 20 Oktober 2024 nanti, kita punya pemerintahan (penguasa) baru. Saya tentu berharap apa yang terjadi di Mesir ribuan tahun lalu semasa Firaun tidak terjadi di Indonesia. Ngeri, ah, kalau Tuhan memberikan tulah kepada bangsa kita.

Saya percaya pemerintahan baru nanti akan mampu menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi bangsa ini seperti korupsi, kemiskinan, penegakan hukum yang masih tumpul, pendidikan, kesehatan, dan masih banyak lagi.

Penyelesaiannya tidak dengan keras kepala, kebohongan, kesombongan, atau mentang-mentang, tapi dengan kejujuran dan kerendahatian. Selamat bertugas dan melayani rakyat dengan sepenuh hati Prabowo dan Gibran. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat