visitaaponce.com

Mantan Dirjen Kemendag Jelaskan Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng

Mantan Dirjen Kemendag Jelaskan Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng
Mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana (kiri) menjalani sidang lanjutan izin ekspor CPO(Antara)

MANTAN Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana mengakui, kebijakan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 menyebabkan para produsen minyak goreng menghentikan produksinya. 

Berdasarkan data yang dikantongi Wisnu, ada sebanyak 200 pengusaha minyak menghentikan produksinya.

"Ada 425 merek minyak goreng yang beredar, diproduksi oleh 256 produsen, ini (perusahaan) besar dan kecil. Itu ada sekitar 200 yang kecil-kecil ini tidak produksi dan ada satu yang besar juga tidak produksi itulah yang menyebabkan kenaoa kolamnya tidak terisi seperti biasanya," kata Wisnu dalam persidangan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Selasa (13/12)

Mengutip analisis ahli pada sidang sebelumnya, Wisnu mengatakan bahwa minyak goreng mengalami kelangkaan jika kekurangan produksi. Ia mencontohkan, biasanya kolam terisi dengan 10 pompa. Namun kini hanya tujuh pompa yang beroperasi, maka kolam tersebut akan lambat terisi penuh.

"Jadi kalau yang tiga tidak jalan pompanya, otomatis untuk memenuhi itu lambat. Jadi kita paksa yang tujuh untuk lebih keras lagi mengisi, itulah yang dibilang sukarela tadi, supaya mereka mendouble pompanya, agar kolam tetap penuh. Tetapi untuk mendouble itu tidak mudah. Karena mereka juga mempunyai keterbatasan di kapasitas produksinya," jelasnya.

Di sisi lain, ia mengatakan belum ada sanksi yang mengikat bagi perusahaan yang tidak ikut memproduksi. Apalagi, perusahaan tersebut merupakan produsen kecil. "Tidak ada, karena mereka tidak ekspor jadi tidak sanksi apapun yang mereka terima," ungkapnya.

Adapun kuasa hukum terdakwa Master Parulian Tumagor, Juniver Girsang mengatakan, regulasi HET tersebut yang mengakibatkan 200 pelaku usaha minyak goreng terhenti berproduksi.

"Dikarenakan mereka itu dipatok harga Rp14 ribu, sementara biaya produksinya itu sudah Rp19 ribu. Oleh karenanya mereka yang selama ini tidak ekspor tentu tidak bisa melaksanakan produksi," kata Juniver.

Menurut Juniver, hal yang wajar ketika 200 produsen minyak goreng menghentikan produksinya. Apalagi, mayoritas produsen minyak goreng yang berhenti beroperasi merupakan pelaku usaha skala kecil. Sementara yang masih beroperasi, mayoritas perusahaan yang menjual minyak dalam skala besar hingga ke luar negeri.

"Karena pemberlakuan DMO adalah kepada perusahaan yang ekspor. Nah yang tidak melakukan ekspor kalau mereka memproduksi itu Rp14 ribu, ya dijual biaya mereka sudah Rp19 ribu," ungkap Juniver.

Ia menambahkan, akibat 200 perusahaan kecil menghentikan produksinya, imbasnya adalah kelangkaan minyak goreng di pasaran. Sebab, kebutuhan minyak goreng di masyarakat tidak terpenuhi.

Atas dasar itulah, produsen minyak goreng skala besar yang masih beroperasi. Salah satunya adalah PT Wilmar Group secara sukarela ikut gotong royong membantu mengatasi kelangkaan di masyarakat. Namun memang, hal itu juga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar.

"Bagaimana bisa teratasi, yang memproduksi 425 ternyata menyetok itu sampai 200 berarti minimal itu 30 persen yang tidak memproduksi, ya semakin langka, nah inilah tadi penjelasan sementara," kata Juniver.

Hal senada juga diungkapkan kuasa hukum Master Parulian Tumanggor lainnya, Patra M Zen. Menurut Patra, keterangan Indrasari Wisnu Wardana tersebut berkesesuaian dengan analisis ahli tata kelola minyak goreng dan industri kelapa sawit, Sahat Sinaga di persidagan.

"Kelangkaan minyak goreng jelas bukan karena pelaku usaha melakukan ekspor melainkan karena berkurangnya produksi dari pelaku usaha yang bukan eksportir dan disebabkan masalah distribusi," jelas Patra. 

Menurut Patra, sangat jelas bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sampai dengan saat ini tidak dapat dibuktikan. Apalagi, dakwaan terhadap Master Parulian Tumanggor. 

"Karena fakta yuridis di persidangan menunjukkan bahwa kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng disebabkan karena naiknya harga CPO dunia, distribusi yang tidak lancar dan penetapan HET sebesar Rp14.000,- yang lebih rendah dibandingkan dengan harga keenomian," pungkasnya. 

Adapun, JPU mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun). 

Lima terdakwa dimaksud yakni ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor. 

Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. (OL-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat