visitaaponce.com

Benahi Data Kendaraan, Korlantas Polri Dukung Penghapusan Biaya BBNKB II dan Pajak Progresif

Benahi Data Kendaraan, Korlantas Polri Dukung Penghapusan Biaya BBNKB II dan Pajak Progresif
Korlantas Polri menggelar Rapat Koordinasi dengan Tim Pembina Samsat di The Trans Luxury Hotel, Kota Bandung.(DOK/KORLANTAS POLRI)

PEMERINTAH sudah menggulirkan UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Di dalamnya juga mengatur soal pengurangan Biaya Balik Nama Kendaraan bermotor (BBNKB) untuk kendaraan kedua dan penghapusan pajak progresif kendaraan.
Namun pelaksanaannya sangat bergantung pada kepala daerah, khususnya Gubernur. Sesuai UU, kepala daerah mempunyai kewenangan untuk menghapus dan memberikan keringanan pajak.
Fakta itu terungkap dalam Rapat Koordinasi dengan Tim Pembina Samsat di The Trans Luxury Hotel, Kota Bandung, Senin (13/3). Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal Firman Shantyabudi menjadi narasumber bersama Dirjen Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri Agus Fatoni, Direktur Regident Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus, dan Direktur Utama PT Jasa Raharja Rivan Achmad Purwantono.
Pada kesempatan itu, Kakorlantas mengungkapkan pengurangan BBNKB II dan penghapusan pajak progresif kendaraan bertujuan mempercepat transformasi dan integrasi data kendaraan bermotor nasional. Kebijakan itu untuk memudahkan masyarakat dalam pengurusan data kendaraan, seperti data kepemilikan.
"Penghapusan dan keringanan itu akan berpengaruh pada pendataan. Masyarakat tidak ada lagi yang memiliki kendaraan dengan data kepemilikan orang lain," tambahnya.
Menurut dia, saat ini banyak masyarakat yang memiliki kendaraan lebih dari satu namun berupaya menghindar ketika harus membayar kewajiban pajak progresif. “Kita coba cek, faktanya betul begitu. Karena adanya beban pajak balik nama dan adanya pajak progresif, masyarakat bukannya bayar lebih banyak mobil ke sekian tapi justru menghindar dari kewajiban tadi dengan menitipkan kendaraan ini kepada orang lain,” tandas Irjen Firman.
Situasi itu berbuntut pada ketidaktertiban. Negara tidak tahu berapa pajak yang bisa dikelola.
Kakorlantas berharap pemerintah kabupaten, kota dan provinsi memiliki visi yang sama karena sebagai ujung tombak pelayanan. Harus dipahaami bersama bahwa data dan pembayaran pajak yang baik bisa memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Firman mencontohkan saat ada kecelakaan, semua dokumennya jelas sehingga pengurusan dokumen akan mudah. “Kita tidak berharap ada yang kecelakaan, tapi ketika ada yang celaka, bisa langsung dapat datanya dan langsung diurus kepada yang bersangkutan. Ini salah satu efek yang bisa dimanfaatkan oleh negara dengan adanya tertib data,” jelasnya.
Dia tidak menampik bahwa banyak inovasi yang dilahirkan di tingkat daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak. Namun, integrasi data tetap perlu dilakukan dengan segera.  
Pihak kepolisian, tim pembina samsat dan pemerintah daerah, lanjutnya, bisa bersinergi serta saling menguatkan untuk mempercepat penerapan kebijakan penghapusan pajak progresif dan BBNKB II.


Sinkronisasi data


Sementara itu, Brigjen Yusri Yunus memastikan sinkronisasi data kendaraan sangat penting. Pasalnya, saat ini data kendaraan bermotor yang dimiliki oleh Kepolisian, Jasa Raharja dan Dirjen Kemendagri berbeda.
“Data polisi ada 153 juta kendaraan bermotor yang ada di Indonesia, data kendaraan di Kemendagri 122 juta, dan data yang ada di jasa Raharja 113 juta. Nah, ini timpang, berbeda,” tambahnya.
Untuk itu, pihaknya mencoba untuk membuat validasi data, supaya datanya sama. Pasalnya, banyak kendaraan bermotor yang tertabrak dan hancur atau dicuri.
Dalam aturan, pemilik kendaraan dapat meminta untuk menghapus data kendaraan karena jika tidak, pajak akan jalan terus.
Ketidaksinkronan juga berdampak pada penegakan hukum tilang elektronik. Penindakannya rumit seiring dengan budaya membeli kendaraan bekas.
Saat terjadi pelanggaran, pembeli kendaraan bekas belum melakukan pembaruan data, sehingga yang terkena tilang adalah pemilik sebelumnya.
“Datanya tidak valid. Makanya, kami selalu minta untuk balik nama semua kendaraan. Ini akan jadi mudah jika tanpa ada biaya, sehingga meringankan masyarakat),” jelas mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya, itu.
Karena itu, Polri meminta kepada gubernur agar BBN II dihilangkan saja karena orang tidak mau bayar pajak sekarang karena mahal. "Pajak motor Rp250 ribu, bayar BBN Rp1,5 juta. Padahal, harga motornya cuma Rp2 juta. Ini contoh, yang membuat orang tidak mau bayar pajak,” jelasnya.
Namun, kewenangan untuk itu ada di tangan gubernur. Untuk itu, gubernur bisa menerbitkan Peraturan Gubernur.
Sementara untuk penghapusan pajak progresif, Yusri menjelaskan tujuannya agar tidak terlalu banyak kendaraan bermotor. Saat ini, banyak masyarakat yang memiliki lebih dari satu kendaraan namun data kepemilikannya menggunakan kerabat atau asisten rumah tangga untuk menghindari pajak progresif.
“Mobil kedua pakai nama pembantu, ketiga pakai nama tetangga dan keempat pakai nama saudara. Kan akhirnya datanya tidak valid. Karena itu, kami harapkan sudahlah pajak progresif hilangkan saja supaya valid data. Ini kita harapkan single data terjadi. Data polisi, Jasa Raharja dan Dispenda semuanya sama,” tegasnya.
Yusri menambahkan tidak perlu menggunakan prosedur pemutihan. "Itu bukan hal yang bagus. "Pemutihan bisa membuat masyarakat berleha-leha untuk membayar kewajiban mereka."
Karena itu, dia meminta para kepala samsat di daerah menyampaikan kepada gubernur. "Supaya pendapatan asli daerah naik, penghapusan dan keringanan itu harus secepatnya dilaksanakan."

Tertib administrasi


Sementara itu, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni menjelaskan bahwa penghapusan BBNKB II ini berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2022. Dalam aturan itu juga tertuang bahwa kepala daerah empunyai kewenangan untuk menghapus dan memberikan keringanan pajak apapun.
“Tujuannya agar masyarakat betul-betul memberikan data yang akurat. Selain itu, masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor segera membalikkan atas namanya sendiri untuk lebih tertib administrasi,” terangnya.
Pembahasan kedua, lanjut dia, agar daerah juga menghapus pajak progresif. Tujuannya supaya satu atau dua orang tidak menyimpan dan membeli kendaraan yang banyak.
Untuk itu, pajak progresif bisa dihapuskan sehingga kendaraan itu yang dimiliki itu betul-betul atas nama orang yang memiliki, bukan atas nama orang lain yang tidak terdaftar.
Pendataan yang baik, tegas Agus, bisa berdampak pada kemudahan pelayanan, sekaligus memetakan potensi pendapatan. (N-2)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat