visitaaponce.com

PDIP Ingin MPR Kembali Jadi Lembaga Tertinggi, Pengamat Ada Suasana Ingin Ke Orde Baru

PDIP Ingin MPR Kembali Jadi Lembaga Tertinggi, Pengamat: Ada Suasana Ingin Ke Orde Baru
Ilustrasi(MI/Seno)

WACANA amendemen UUD 1945 untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara belakangan kembali mencuat seperti diutarakan Ketua MPR Bambang Sosesatyo saat sidang tahunan MPR.

Baca juga: Jokowi Dukung Rencana Amendemen UUD 1945, Setelah Pemilu 2024

Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, dibutuhkan kajian matang untuk mengamandemen UUD 1945 itu. Menurutnya, ada suasana ingin kembali ke orde baru yang menguat.

"Harus ditimbang dengan penuh ke hati hatian, biasanya kita ini begitu, ada suasana ingin kembali ke masa lalu, sehingga kerinduan orde baru kembali menguat, dan kita ngak kaget dengan keinginan kembali rindu-rindu model masa lalu," kata Pangi.

Baca juga: Amendemen UUD 1945, PDIP: Harus Dilakukan Secara Cermat

Menurutnya, untuk mengamandemen UUD '45 tak boleh sekedar coba-coba. Karena hal ini terlihat bahwa sistem politik di Indonesia belum betul-betul matang.

"Jadi kita belum betul betul belum matang secara sistem politik Indonesia, belum stabilitas dan settle, selalu ada model uji coba dan coba coba karena penasaran dg sistem baru lalu ganti sistem, lama lama bosan dan kembali rindu lagi sistem lama," ujarnya.

Pangi melihat, PDIP ingin mencoba kembali ke UUD 1945 karena sistem demokrasi saat ini terlalu liberal dan transaksional pragmatis. Namun, ia mengingatkan setiap sistem punya kelebihan dan kekurangan.

"Tapi jangan lupa PDIP juga jangan sampai menyalahkan semua pemilu langsung presiden oleh rakyat semua salah dan mudarat semua, harus fair juga bahwa setiap sistem itu plus minus punya sisi lebih dan kurang. Tinggal di cermati mudarat dan keuntungannya banyak yang mana," tuturnya.

Pangi pun tak heran jika PDIP Ingin pemilihan Presiden dikembalikan ke MPR. Termasuk keinginan sistem pemilu proporsional tertutup.

"Kita nggak heran dengan PDIP misalnya ingin pilkada dan pilpres dikembalikan ke DPRD dan MPR memilih, termasuk keinginan PDIP sistem pemilu proporsional tertutup," ujarnya.

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bercerita tentang zaman Orde Baru di mana ada penyimpangan sejarah. Hal itu disampaikannya saat hadir pada acara peresmian Patung Bung Karno di Omah Petroek, Sleman, DIY, Rabu (23/8).

"Sejarah dari sini sampai sekarang kalau saya lihat ini permasalahan politik dan geopolitik. Mengapa, ketika zaman Pak Harto, saya dengan segala hormat saya, atau zaman orde baru mengapa kita melihat itu bahwa penyimpangan sejarah sebenarnya," kata Megawati.

Megawati menerangkan, beberapa tahun sebelum Soekarno lengser, ayahnya itu telah diangkat sebagai presiden seumur hidup oleh MPRS. Namun, Bung Karno kemudian dituduh bermitra dengan PKI yang dinyatakan terlarang dan dibubarkan1966.

"Pada waktu itu Bung Karno sudah diangkat oleh MPR sebagai presiden seumur hidup. Ketika Pak Harto menggantikan keluar lah sebuah tap, ini di Lemhannas, MPR, yang katanya sumbernya dari yang namanya Supersemar yang mengatakan bahwa Bung Karno diturunkan karena melakukan, ada indikasi itu istilahnya bekerja sama sama sebuah sebuah partai PKI yang terlarang," katanya.

Ia merasa janggal karena ayahnya itu dituding memiliki hubungan dengan kelompok yang dicap terlarang, sementara ia telah dinobatkan sebagai presiden seumur hidup. Bung Karno akhirnya digantikan Soeharto melalui TAP MPR Nomor XXXIII/MPRS/1967. (RO/H-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat