visitaaponce.com

Profil 6 Pahlawan Nasional Terbaru, Ada Ratu Kalinyamat dan KH Ahmad Hanafiah

Profil 6 Pahlawan Nasional Terbaru, Ada Ratu Kalinyamat dan KH Ahmad Hanafiah
Ratu Kalinyamat, pemimpin perempuan cucu Raden Patah yang berkuasa di Jepara pada 1549-1579.(MI/Akhmad Safuan)

PADA peringatan Hari Pahlawan Nasional hari ini, 10 November 2023, Presiden RI Joko Widodo akan memberikan gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh yang dianggap berjasa bagi bangsa dan negara semasa hidupnya. 

Enam tokoh tersebut adalah Ida Dewa Agung Jambe dari Bali, Bataha Santiago dari Sulawesi Utara, M Tabrani dari Jawa Timur, Ratu Kalinyamat dari Jawa Tengah, KH Abdul Chalim Leuwimunding dari Jawa Barat dan KH Ahmad Hanafiah dari Lampung.

Hal itu berdasarkan surat dari Kementerian Sekretariat Negara RI Nomor R-09/KSN/SM/GT.02.00/11/2023 tertanggal 3 November 2023. Dalam surat tersebut tertulis calon pahlawan nasional yang akan mendapat gelar Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2023. 

Baca juga : Satu Lagi Tokoh Bali Dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional

Berikut profil singkat keenam peraih gelar pahlawan nasional tersebut.

1. Ida Dewa Agung Jambe

Ida Dewa Agung Jambe merupakan Raja kedua Kerajaan Klungkung, Provinsi Bali. Ia merupakan penerus dinasti Kerajaan Gelgel yang merupakan pusat kerajaan di Bali dan pernah mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Dalem Watu Renggong. 

Saat perang puputan, Raja Klungkung, Ida Dewa Agung Jambe gugur bersama para pengikutnya saat bertempur melawan penjajah Belanda.

Baca juga : Kepahlawanan Ratu Kalinyamat Dorong Perempuan untuk Bangkit

2. Bataha Santiago

Bataha Santiago adalah satu-satunya raja di Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara, yang menolak menandatangani perjanjian dagang dengan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) Belanda.

Raja Manganitu itu memerintah selama periode 1670-1675. Pada 1675 datanglah Gubernur Belanda yang bernama Robertus Padtbrugge yang berkedudukan di Maluku yang inigin mengikat perjanjian persahabatan dengan Raja Santiago, namun ditolak.

Raja Santiago tidak mau tunduk kepada Pemerintahan Belanda, hingga akhirnya beliau dihukum pancung pada 1675 di Tanjung Tahuna.

Baca juga : Presiden Jokowi Anugerahi Gelar Pahlawan kepada 6 Tokoh

3. M Tabrani

Dok Kemendikbud-Ristek

 

Baca juga : KH Abdul Chalim Tokoh NU Majalengka Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional

M Tabrani yang lahir di Pamekasan, Madura, pada 10 Oktober 1904 itu dikenal wartawan senior yang menjadi pelopor penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. 

Pria bernama lengkap Mohammad Tabrani Soerjowitjitro itu mulai bekerja pada harian Hindia Baru. Dalam kolom Kepentingan yang ia asuh di lembaga pers itu, pada 10 Januari 1926, dimuatlah tulisan dengan judul "Kasihan". Tulisan itu muncul sebagai gagasan awal untuk menggunakan nama bahasa Indonesia.

M Tabrani wafat di Jakarta, 12 Januari 1984 silam. Tabrani diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional sejak 2020 lalu oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur.

Baca juga : Jokowi Setujui Ratu Kalinyamat Sebagai Pahlawan Nasional

4. Ratu Kalinyamat

Ratu Kalinyamat terlahir bernama Ratna Kencana pada 1520 dan wafat 1579, dalam catatan Portugis sebagai Rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame. Artinya, Ratu Jepara, seorang wanita kaya dan berkuasa, perempuan pemberani dari Demak.

Hasil penelitian ilmiah yang dilakukan para ahli membuktikan anak Sultan Trenggono, cucu Raden Patah yang berkuasa di Jepara pada 1549-1579, itu merupakan tokoh nyata yang gigih mempertahankan kedaulatan saat menghadapi kolonial Portugis.

Ratu Kalinyamat dalam bukti sejarah seorang pemimpin perempuan yang dua kali mengirimkan pasukan untuk mengusir bangsa Eropa yang menduduki kerajaan-kerajaan di Nusantara.

Baca juga : Pembelajaran Sejarah Dorong Pemahaman terhadap Nilai Kepahlawanan 

Hubungan Jepara dengan kerajaan lain di Nusantara ini mendorong Ratu Kalinyamat menyusun kekuatan untuk menyokong bantuan dengan mengerahkan kekuatan maritim berskala besar hingga ratusan kapal dan ribuan prajuritnya ke Malaka dan Kesultanan Johor yang tergabung dalam persekutuan Melayu.

Usulan menjadikan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional atas dorongan dan keinginan masyarakat Jepara. Bahkan, usulan ini sudah pernah diajukan pada periode 2007 hingga 2009.

5. KH Abdul Chalim Leuwimunding 

Dilansir dari laman NU Online, KH Abdul Chalim lahir pada 2 Juni 1898. KH Abdul Chalim meninggal dunia pada 11 April 1972 kemudian dimakamkan di kompleks Pesantren Sabilul Chalim Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat.

Baca juga : Menguatkan Patriotisme dan Kepedulian Anak Muda terhadap Bangsa

Abdul Chalim merupakan salah satu pendiri Nahdlatul Ulama kelahiran Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat. Kiai Abdul Chalim terlibat aktif di awal-awal pendirian NU di Surabaya bersama KH Abdul Wahab Chasbullah. 

Semasa hidupnya, KH Abdul Chalim Leuwimunding konsisten mendedikasikan diri untuk membangun pendidikan bangsa. Salah satunya melalui gerakan lembaga pendidikan sosial dan politik bernama Taswirul Afkar (kebangkitan pemikiran).  

Selain berjibaku ikut melakukan pergerakan nasional kemerdekaan, KH Abdul Chalim Leuwimunding merupakan tokoh penting di balik layar dokumen-dokumen pencatatan di tubuh NU.   

Baca juga : Dialog Nongkrong Tobat Spesial Membuka Kebenaran Sejarah Ratu Kalinyamat

Pasalnya, sosok yang memilih untuk tidak populer ini membantu KH Wahab Casbullah (Katib) sebagai Naibul Katib dalam kepengurusan pertama PBNU. Termasuk saat menggagas Nahdlatul Wathan bersama KH Wahab Chasbullah yang menjadi tonggak patriotisme cinta tanah air khususnya bagi anak-anak muda.  

6. KH Ahmad Hanafiah 

KH Ahmad Hanafiah menjadi tokoh pahlawan nasional kedua asal Lampung, setelah Raden Inten II. Pria kharismatik yang lahir di Lampung Timur, pada 1905 itu adalah putra sulung KH Muhammad Nur, pimpinan Pondok Pesantren Istishodiyah di Sukadana.

Ahmad Hanafiah dikenal sebagai ulama dan pejuang di Lampung  yang memimpin perlawanan terhadap penjajah Belanda. Ia disebut kebal dari peluru dan senjata tajam ini, merupakan komandan perang Laskar-Hizbullah atau dikenal dengan sebutan laskar bergolok. 

Selain di bidang agama, KH Ahmad Hanafiah aktif dalam pergerakan nasional. Ia tercatat sebagai Ketua Sarekat Islam (SI) di Kewedanan Sukadana (1937-1942), Nahdatul Ulama (NU) dan Masyumi pada 1937-1942. Pada masa pendudukan militer Jepang, Hanafiah aktif sebagai anggota Sangikai Keresidenan Lampung (1943-1945). (Z-4)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat