visitaaponce.com

Jaringan Curanmor TNI, ISESS Pengawasan Fasilitas Militer Dipertanyakan

Jaringan Curanmor TNI, ISESS: Pengawasan Fasilitas Militer Dipertanyakan
Pekerja mengangkut barang bukti sepeda motor ke dalam truk di Gudbalkir Pusat Zeni Angkatan Darat (Pusziad) Sidoarjo, Jawa Timur(ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

PENGAMAT militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengemukakan adanya jaringan curanmor oleh prajurit TNI merupakan implikasi dari "praktik lazim komersialisasi aset militer" tanpa pengawasan yang jelas.

Khairul menuturkan ada dua motif yang mungkin melatari komersialisasi aset. Pertama, untuk mencari tambahan pendapatan demi keuntungan pribadi. Yang kedua, demi penggalangan dana untuk kegiatan di lingkup satuan yang tidak terakomodasi oleh anggaran negara.

Apa pun motifnya, Khairul menegaskan aksi prajurit TNI patut diduga terjadi "secara sistematis".

Baca juga: Perkuat Sinergitas TNI dan Polri agar Curanmor di Jawa Timur tidak Terulang

"Pastinya sulit dibayangkan ini terjadi tanpa izin pimpinan. Jadi perlu dibuktikan apakah pengelola aset ini sejak awal mengetahui yang di gudang itu barang hasil kejahatan atau tidak," ungkap Khairul kepada Media Indonesia, Rabu (10/1).

Khairul menerangkan saat ini TNI harus mengaudit dan memeriksa fasilitas-fasilitas militer lainnya supaya tidak menjadi tempat penyimpanan barang-barang hasil kejahatan.

Baca juga: Gudang Pusziad Jatim Jadi Tempat Penampungan Kendaraan Curanmor, TNI Akui Kecolongan

Khaerul menjelaskan komersialisasi aset diduga jadi praktek lazim di berbagai kesatuan TNI maupun Polri. Kapal, truk bahkan bus yang biasa digunakan untuk angkutan antar jemput personel, kata Khairul, konon kerap dipakai untuk cari tambahan pendapatan.

“Bukan cuma kendaraan. Tenda pasukan dan alat berat kabarnya juga disewakan untuk kegiatan komersil. Bahkan lembaga-lembaga pendidikan di lingkungan TNI tak jarang pula melaksanakan pendidikan titipan,” paparnya.

“Tentu saja, tak ada kegiatan tanpa sepengetahuan, ijin dan arahan dari pimpinan. Sayangnya dalam isu komersialisasi aset ini para petinggi TNI pasti kompak membantah,” tuturnya.

Khairul menuturkan praktek-praktek komersialisasi aset di lingkungan TNI tidaklah semata-mata didasari motif mencari keuntungan pribadi.

Dari informasi yang didapatkan Khairul, mereka kurang lebih soal menggalang dana agar kegiatan tetap dapat berjalan sesuai rencana meski tak ada dukungan anggaran sebagaimana yang diharapkan.

“Jadi, penggalangan dana yang kemudian lazim disebut sebagai dana taktis, dana komando atau dana atensi ini sebenarnya salah satu dampak dari tidak memadainya sistem keuangan negara dalam menjangkau kebutuhan anggaran militer,” tandasnya. (Ykb/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat