visitaaponce.com

Sayembara Puisi di Rusia Jaring 25 Pelajar Indonesia

Sayembara Puisi di Rusia Jaring 25 Pelajar Indonesia
Penyair dan mahasiswa doktoral, Iwan Jaconiah, yang menjadi kurator sayembara puisi antologi "Doa Tanah Air".(Dok. Iwan Jaconiah)

SEJUMLAH 25 pelajar Indonesia di Rusia terjaring masuk dalam sayembara penulisan buku antologi puisi “Doa Tanah Air: suara pelajar dari Negeri Pushkin”. Dari jumlah itu terpilih lima puisi terbaik yang merupakan karya mahasiwa tingkat sarjana hingga doktoral.

Sayembara puisi ini digelar oleh sejumlah intelektual Indonesia di Rusia demi membumikan kembali gerakan menulis puisi Indonesia dari Tanah Tsar. Puisi yang terjaring kemudian dinilai oleh tim ahli yang digawangi penyair nasional Acep Zamzam Noor, orientalis Prof (madya) Victor Pogadaev, filolog Susi Machdalena Ph.D, dan kurator yang sekaligus pengagas sayembara, Iwan Jaconiah. 

Puisi-puisi terbaik pilihan tim ahli, yaitu “Nomaden” karya Putri Sekar Ningrum (mahasiswi program studi S1 Liberal Arts and Sciences di School of Advanced Studies, Tyumen State University), “Senja di Gorky” karya Resiyaman Patrick Oratmangun (alumni S2 Higher School of Economics 2017), dan “Musim Salju Ketiga” karya Maria Regine Levanty Afielda (mahasiswi program studi S1 Energi Nuklir dan Termofisika di National Research Nuclear University MEPhI). 

Lalu, “Lagu Yang Berbeda” karya Shabrina Izzati Adliah (mahasiswi program studi S1 Telecommunications Systems and Railway Transport Network di Russian University of Transport), serta “Tentang Doa: Rindu dan Harapan” karya David Kermite (kandidat doktor bidang Agriculture di Universitas Persahabatan Bangsa-Bangsa Rusia/RUDN). 

Acep Zamzam Noor, peraih South East Asian (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (2005), menilai pemilihan lima karya peserta menjadi tantangan. Pasalnya, tidak sedikit puisi-puisi lainnya juga terbilang berkualitas. Namun, atas dasar profesionalitas, maka dipilihlah lima puisi secara prerogatif. 

“Saya sudah berulang-ulang baca puisi-puisi dari para peserta, banyak yang menarik meski dalam kadar lumayan. Akhirnya, saya pilih lima sajak dengan penekanan pada unsur-unsur puisi itu sendiri, yaitu kebersihan bahasa, metafora, rima serta makna yang terjalin utuh,” ujar Acep dalam rilis resmi Tim Antologi Puisi “Doa Tanah Air” yang diterima Media Indonesia, Senin (31/5). 

Antologi puisi “Doa Tanah Air” dinilai sangat penting sebab menjadi sayembara puisi pertama pelajar Indonesia setelah Uni Soviet runtuh pada 1991. Ada lebih kurang 165 peserta yang meminati dan mengirimkan karya pada Maret lalu. Namun, hanya 25 peserta yang masuk kurasi. 

Selain itu, ada sembilan penulis tamu yang diundang secara khusus untuk ikut menulis sajak. Tujuannya, berkolaborasi menyatukan ide-ide atas pengalaman mereka melihat langsung budaya Rusia. 

Kesembilan sosok itu terdiri dari tokoh diaspora Indonesia di Rusia, sastrawan, wartawan, pejabat, dan peneliti yang konsen terhadap sastra. Mereka mengunjungi Rusia untuk berbagai tujuan, antara lain menghadiri simposium, melakukan lawatan negara, mementaskan wayang kulit, dan membuat film dokumenter. 


Tentang kerinduan 
Kurator Iwan Jaconiah menjelaskan antologi puisi “Doa Tanah Air” mengusung tema sehari-hari. Seperti rindu, harapan, dan doa yang disuarakan 25 peserta pelajar. Para peserta mampu menuangkan ide-ide melalui karya secara realis, individualis, dan filosofis. 

“Para peserta menulis tentang pengalaman hidup sehari-hari mereka sebagai pelajar. Ada rasa rindu melihat Tanah Air dari negeri yang jauh,” papar Iwan, mahasiswa S3 Kulturologi di Russian State Social University, itu. 

Ada hal positif lewat sayembara puisi tersebut, yaitu kaum pelajar, alumni, dan diaspora Indonesia di Rusia kian menjadikan Bahasa Indonesia sebagai sebuah identitas kultural. Mereka jaga dan rawat bersama secara baik. 

“Puisi bisa ditulis siapapun, namun tidak semua dapat terpanggil jadi penyair. Puisi penting sebagai identitas kultural suatu bangsa yang berbudaya dan beradab,” jelas peraih Diploma of Honor Award pada X International Literary Festival «Chekhov Autumn-2019». 

Sementara itu, Prof (Hon) Wahid Supriyadi, Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia (2016-2020) mengatakan, menulis sajak tidak semudah merangkai sebuah cerita karena keterbatasan ruang dan tempat. 

Pemilihan kata, perenungan makna, dan keindahan kata-kata itu sendiri menjadi tantangan yang tidak mudah. “Sebuah puisi pendek bisa menjadi narasi yang panjang dan multi tafsir, tergantung dari mana kita melihatnya,” jelas Wahid. 

Rencananya, antologi puisi Doa Tanah Air akan diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia, sebuah penerbit nasional yang dirintis oleh sastrawan cum jurnalis Mochtar Lubis (1922-2004). 

Obor sangat merespon kegiatan sayembara yang digelar secara sederhana melalui pemanfaatan jejaring media sosial. Apalagi, antologi puisi itu bertemakan doa dan rindu akan Tanah Air. Hal tersebut sejalan dengan semangat Obor yang banyak menerbitkan buku sastra dan humaniora berkualitas. 

Salah satunya, Obor pernah berkolaborasi dengan pelajar Indonesia di Australia. Yaitu lewat penerbitan buku berjudul “Bertahan dalam Hujan untuk Pelangi: Dari Australia Barat untuk Indonesia”. 

“Saya juga menyambut baik kaum pelajar dari Rusia. Saya kira buku adalah produk intelektual demi masa depan bangsa, toh,” ungkap Ketua Yayasan Pustaka Obor Indonesia Kartini Nurdin. 

Namun, 20 nama peserta lainnya yang lolos kurasi sayembara ini, diungkapkan penyelanggara, baru akan diumumkan kemudian hari.  Hal tersebut dilakukan untuk menjaga independensi kurator dan tim editor yang digawangi David Kermite, Irfan Maullana, dan Frans Ekodhanto Purba. Terutama, dalam hal tim mengawal proses penerbitan dan peluncuran demi mendukung sister city  Jakarta-Moskwa. (RO/M-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat