visitaaponce.com

Potensi Cuan dan Image Branding Bisnis Fesyen lewat Metaverse

Potensi Cuan dan Image Branding Bisnis Fesyen lewat Metaverse
CEO Nusameta, Stephen Ng (kiri) di acara Plaza Indonesia Next Gen, Rabu (24/5/2023), di Jakarta.(MI/ Nike Amelia Sari)

BERBAGAI sektor usaha kini ramai-ramai mencoba mengadaptasikan teknologi metaverse. Lalu bagaimana dengan sektor usaha fesyen?

 

Chief Executive Officer (CEO) Nusameta, Stephen Ng, mengungkapkan jika teknologi metaverse sangat berpotensi untuk mengembangkan citra maupun bisnis. Nusameta merupakan platform metaverse dari WR Group.

 

"Bisa jadi metaverse menjadi penyampaian pesan-pesan sosial terhadap brand kamu. Metaverse memang bisa jadi peluang dalam transaksi jual beli tapi juga bisa menjadi wadah untuk brand mengekspresikan value-value lain. Jadi, tidak melulu masalah earning, bisa masalah engagement dan edukasi," katanya, dalam sesi gelar wicara bertajuk Fashion Metaverse: The Future of Virtual Fashion Industry di rangkaian acara Plaza Indonesia Next Gen Festival 2023, Rabu (24/5).

 

Lebih lanjut, menurutnya, dalam dunia metaverse, para pelaku fesyen dapat membuat komunitas bersama dengan pelanggannya untuk menambahkan nilai keakraban antara penjual dan pembeli. "Bisa juga membuat komunitas, membuat sebuah dunia kecil di mana di komunitas tersebut bisa curhat dan berbicara apapun tanpa kekhawatiran di-bully misalnya. Brand busana bisa membangun komunitas di sini," saran Stephen.

 

"(Pembeli) Membeli baju dari brand kamu, nantinya pembeli akan mendapatkan special access yang bisa masuk ke metaverse brand kamu," lanjutnya. Stephen menambahkan bahwa di metaverse, merek fesyen lokal yang besar atau kecil semuanya bisa mengakses metaverse. Namun ia menekankan pentingnya bagi jeama itu memiliki visi ke ranah digital.

 

Salah satu keuntungan yang didapatkan saat para pelaku fesyen menggunakan ranah metaverse ialah adanya pasar sekunder (secondary market). Selama ini istilah pasar sekunder lebih identik dengan pasar saham.

 

Dalam pemanfaatan untuk industry fesyen,  Stephen pun memaparkan jika konsep pasar sekunder akan membuat produsen tetap mendapat bagian keuntungan saat produknya dijual ke tangan kedua dan seterusnya.

 

Misalnya, saat seorang pembeli merasa bosan lalu menjual lagi produk itu di metaverse maka penjualannya tetap akan tercatat dan terhitung. Dari situ pula, produsen akan tetap mendapatkan bagian keuntungan.

 

Stephen mengatakan bahwa secara kepemilikan memang berpindah dari orang ke orang tetapi karya cipta tetap akan ditempel ke pencipta awal. Sehingga, pencipta awal masih punya hak untuk mendapatkan royalti dari karyanya.

 

Selain itu, Stephen juga menyampaikan bahwa karya busana dari para desainer lokal bisa dijual untuk avatar di metaverse. "Baju-baju yang dibikin desainer lokal bisa dijual untuk avatar. Karena pengguna kalau mau masuk ke metaverse pasti akan bikin avatar. Avatar juga biasanya gak mau bajunya yang itu-itu aja sama kayak kita," ungkapnya.

 

Terkait akses metaverse, Stephen menuturkan bahwa pada Nusameta, akses utama yang dibangun adalah mobile untuk diakses oleh pengguna. Sedangkan untuk kreator akan dari desktop. "Ini yang kita lakukan saat membuat prototipe Jakarta Fashion Week 2022, jadi semuanya dinikmati lewat handphone masing-masing," ujarnya.

 

"Buat user sebenarnya tidak perlu pusing dengan teknologinya, karena selama punya smartphone dengan kapasitas mumpuni, kita bicara mid level, udah bisa," ucap Stephen.

 

Pada Maret lalu, Nusameta telah menjalin kerjasama dengan sekolah fesyen, ESMOD Jakarta yang bertujuan untuk memasuki dunia metaverse fashion. "Kita bekerja sama dengan ESMOD karena kita butuh mitra edukasi supaya generasi-generasi baru dari perancang busana ini ketika mereka menciptakan karya, memikirkan karyanya untuk metaverse," pungkasnya. (M-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat