visitaaponce.com

Nyanyi Sunyi Salah Satu Perawan Tersumpah Terakhir di Albania

Di kawasan Balkan, ada tradisi yang disebut Sworn Virgin (perawan tersumpah). Mereka adalah kaum perempuan yang mengambil sumpah suci dan hidup sebagai pria dalam masyarakat patriarki. Mereka meninggalkan seks, kehidupan pernikahan, serta hidup dan bekerja seperti laki-laki. Laku hidup semacam ini biasanya terdapat pada masyarakat  Albania utara, Kosovo, dan Montenegro.

Majalah National Geographic memerkirakan pada tahun 2002 ada kurang dari 102 perawan tersumpah Albania yang tersisa. Sebagian lainnya mungkin telah menikah atau meninggal dunia. Salah satu Sworn Virgins yang tersisa saat ini adalah Gjystina Grishaj. Selama beberapa dekade, ia bekerja memotong kayu, mengemudikan traktor, dan merawat ternak, sekaligus sebagai pengurus rumah tangga di lembah terpencil di Albania utara. Bertahun-tahun ia berkorban untuk menghidupi keluarganya.

Pada saat perempuan memiliki peran yang ditentukan, perempuan yang melakoni hidup sebagai perawan tersumpah (dalam bahasa Albania disebut burrenesha) ini, menyerahkan identitas seksual, reproduksi, dan sosial mereka untuk memperoleh kebebasan yang sama dengan laki-laki. Mereka dapat berpakaian seperti laki-laki, menjadi kepala rumah tangga, dan bekerja seperti kaum pria.

Pilihan hidup yang diambil Grishaj dibuat lebih dari 30 tahun yang lalu. Alasannya sederhana saja. Ketika itu, ayahnya sakit dan kakak laki-laki tertuanya meninggal, dia lantas memeluk identitas sebagai burrenesha, yang memungkinkan dia untuk menafkahi keluarganya.

Tapi, sekarang di usia 58 tahun, Grishaj sendirian setelah kerabatnya (seperti ratusan ribu orang Albania lainnya beremigrasi untuk mencari kehidupan yang lebih baik), meninggalkannya sendirian di rumah.

"Setelah semua pengorbanan yang saya lakukan untuk keluarga saya, kesepianlah yang kini membebani saya," kata Grishaj kepada AFP. "Dulu banyak yang tinggal di rumah besar ini, yang sekarang diliputi kesunyian. Saya diliputi kesedihan," imbuhnya.

Grishaj  tumbuh menjadi dewasa selama tahun-tahun sulit di era pemerintahan komunis dan kekacauan setelah masuknya Albania ke dalam ekonomi global. Keluarga Grishaj berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup di lembah terpencil di sepanjang perbatasan utara Albania yang terjal dengan musim dingin yang sangat ekstrem.

Baca juga: NATO Kutuk Dugaan Serangan Siber Iran di Albania

Dengan enam mulut untuk diberi makan, saudara perempuannya menikah, saudara laki-laki tertua meninggal, dan ayahnya terserang penyakit, sehingga Grishaj  pun memutuskan untuk ‘berkorban’ demi menghidupi anggota keluarganya yang lain. “Saya memutuskan untuk bekerja seperti laki-laki untuk membantu pendidikan saudara saya dan pengobatan ayah saya,” kata Grishaj.

Ibunya, bagaimanapun, mendorong putrinya untuk menikah. “Tapi ketika orang datang untuk meminang saya, saya akan bersembunyi," kata Grishaj.

Menghindari perjodohan

Menjadi perawan yang disumpah memungkinkannya untuk melarikan diri dari perjodohan tanpa mempermalukan keluarganya. Dalam keseharian, Grishajk berambut pendek dan mengenakan celana panjang. Dia  bisa bebas minum brendi di kafe bersama para pria dan memiliki suara dalam keputusan besar di rumah.

Di desa tempat tinggalnya, di mana hanya ada 20 orang yang tinggal sepanjang tahun, dia dikenal akrab dengan julukannya Duni. “Pilihannya untuk meninggalkan identitas keperempuanan demi menghidupi keluarga, membuatnya dihormati di mata masyarakat,” kata Paulin Nilaj, pemilik wisma terdekat di Lepushe.

"Dia telah mengadopsi kebiasaan laki-laki untuk memiliki status khusus," tambahnya. "Saya selalu mengenalnya seperti itu, jadi jika suatu hari dia menikah, saat itulah saya justru akan terkejut," kata Nilaj lagi.

Pilar keluarga

Peran yang dilakoni Grishaj sudah tidak asing lagi bagi para perawan yang disumpah di Albania. "Itu adalah pilihan yang sangat dihargai dan dihormati," kata antropolog Aferdita Onuzi kepada AFP.

"Para wanita ini yang memutuskan untuk menjadi pilar keluarga, untuk bahu-membahu dengan pria dalam tugas yang berat. Pilihan hidup seperti itu dianggap sebagai pengorbanan tertinggi."

Sejauh ini, tidak ada angka resmi mengenai jumlah burrenesha yang tersisa di negara Balkan yang berjumlah 2,8 juta itu. Sebagian besar ahli menduga jumlahnya tidak lebih dari segelintir yang tersisa, karena Albania yang semakin modern.

Baca juga: Vaksin Covid-19 Tiba Albania di Tengah Aksi Mogok di Bandara

"Mungkin saya yang akan jadi bab penutup, tidak ada yang menjadi burrenesha lagi. Karena hari ini hidup berbeda, tidak ada tekanan seperti itu. Yang ingin bekerja bisa di mana saja," kata Grishaj.

Bagaimanapun, para ahli setuju bahwa pilihan itu tidak ada hubungannya dengan identitas seksual. "Hubungan seksual bahkan bukan subjek," kata Elsa Ballauri, seorang aktivis hak asasi manusia dan kurator sebuah museum di Tirana yang didedikasikan untuk sejarah wanita Albania. “Fenomena tersebut adalah hasil dari keadaan sosial yang memaksa seseorang memaksakan diri dalam masyarakat laki-laki," imbuhnya.

Grishaj pun menolak anggapan bahwa keputusannya terkait dengan seksualitas. Ia juga tidak peduli dengan sebutannya dari sisi gender. "Tidak masalah mau disebut apa, ini hidupku," ujarnya seraya mengangkat bahu.

Untuk menghidupi dirinya sendiri, dia kini membuat obat herbal yang diramu dari bunga liar dan akar-akaran yang digali di pegunungan bersama dengan brendi buah yang dia jual kepada turis. Meski kehidupannya sulit, Grishaj menolak untuk meminta bantuan saudara atau 12 keponakannya. “Mereka juga sulit,” ujarnya. (AFP/M-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat