visitaaponce.com

Bukan Kartel, Ini Kata Satgas Pangan Polri soal Momok Utama Kenaikan Harga Komoditas Pangan

Bukan Kartel, Ini Kata Satgas Pangan Polri soal Momok Utama Kenaikan Harga Komoditas Pangan 
Pekerja membuat tahu di Rumah produksi tahu, Tegal, Jawa Tengah(Antara/Oky Lukmansyah)

SATUAN Tugas (Satgas) Pangan Polri mengungkapkan masalah utama harga komoditas bergejolak menjelang bulan Ramadhan, yakni harga pangan global yang masih tinggi. Pasalnya, sebagian besar komoditas pangan Indonesia berasal dari impor. 

Ketua Satgas Pangan Polri Irjen Helmy Santika menegaskan, dalam pengawasan pihaknya belum ditemukan adanya dugaan kartel pangan. 

"Dari hasil penyelidikan pengawasan on the spot baik dilakukan satgas pangan pusat dan daerah sampai saat ini belum ada pihak yang memainkan harga, memonopoli atau kartel ditemukan, sejauh ini apa yang terjadi karena situasi secara global," ujarnya dalam tayangan Metro TV News yang dikutip Minggu (6/3). 

Helmy mencontohkan, seperti lonjakan harga kedelai, yang membuat para pengrajin tempe dan tahu mogok kerja. Kementerian Perdagangan sendiri memprediksi harga kedelai akan terus mengalami lonjakan hingga Mei 2022 dengan menembus US$ 15,79 per bushel. 

"Untuk kedelai, ini bergantung pada impor. Situasi di luar negeri harga pada naik, pemerintah sendiri mengambil kebijakan impor dari Tiongkok misalnya. Lalu, faktor cuaca juga mengakibatkan terhambat pasokannya ke Indonesia," jelasnya. 

Berikutnya persoalan stok gula. Satgas Pangan Polri menyebut untuk pemenuhan dari lokal diakui tidak cukup, sehingga mengimpor sebagai jalan keluar. Di negara pengimpor, harga gula tengah melonjak. Sehingga ada pertimbangan dari pemerintah untuk menyesuaikan harga eceran tertinggi (HET) gula. 

Baca juga : Harga Batu Bara Meroket, Pengusaha Diingatkkan tak Langgar Kebijakan DMO s

"Harga gula sedang naik-naiknya. Harga HET gula yang Rp12.500 sedang disesuaikan kembali kira-kira berapa harga yang dimungkinkan," ungkapnya. 

Permasalahan lain juga ditemukan pada stok daging sapi. Helmy mengatakan, pemerintah juga mengupayakan impor stok pangan tersebut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

"Mengandalkan sapi lokal tidak cukup, sehingga harus dengan impor seperti sapi bakalan, daging tuku. Tujuannya untuk ketersediaan masyarakat," kata Helmy. 

Dia juga menjelaskan ada fenomena mogok dari berjual daging oleh beberapa kelompok pedagang karena harga daging yang meroket. 

Salah satu pedagang daging sapi di Pasar Bitingan Kudus di Jawa Tengah misalnya membeberkan, hingga kini harga daging sapi dijual seharga Rp120 ribu. Ini membuat penjualan sepi, apalagi jika harga daging naik lagi. 

"Namun masalah mogok kerja itu kita sudah clearkan. Kami bersama Kementerian Perdagangan dan stakeholder seperti asosiasi terkait mengadakan rapat dan sepakat bahwa tidak ada lagi yang tidak menjual (daging). Semuanya harus menjual," pungkasnya. (OL-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat