visitaaponce.com

Kemenkeu Kondisi Utang Indonesia Lebih Baik dari Negara Lain

Kemenkeu: Kondisi Utang Indonesia Lebih Baik dari Negara Lain
Ilustrasi(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

POSISI utang Indonesia dinilai masih lebih baik dibandingkan negara lain. Selain itu, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga disebut masih berada di bawah batas maksimal seperti yang diatur Undang Undang 17/2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60% terhadap PDB.

Demikian diungkapkan Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko Kementerian Keuangan Deni Ridwan dalam webinar bertajuk Menghadapi Krisis Utang Negara-negara Berkembang di Masa Pandemi Covid-19 dan Krisis Rusia-Ukraina: Sudut Pandang Indonesia, Rabu (25/5).

"Kalau dibandingkan dengan negara-negara lain, baik itu peers countries, maupun negara maju, kita lihat sebetulnya masih relatif rendah, sehingga kita masih punya ruang fiskal yang masih cukup aman. Dari rating pun kita masih cukup baik," jelasnya.

Merujuk data Kementerian Keuangan, per April 2022 utang Indonesia tercatat sebesar Rp7.040,32 triliun dengan rasio utang terhadap PDB 39,09%. Posisi itu tercatat mengalami perbaikan lantaran pada Maret 2022 rasio utang Indonesia mencapai 40,39%.

Utang per April 2022 itu berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp6.228,90 triliun, atau 88,47% dari total utang. Sementara Rp811,42 triliun utang lainnya berasal dari pinjaman dalam maupun luar negeri, atau 11,53% dari total utang.

Deni mengatakan, pemerintah akan berupaya mengendalikan dan mengelola utang dengan baik. Penarikan utang, imbuhnya, akan otomatis menurun bila sumber-sumber penerimaan negara dapat dioptimalisasi.

Baca juga: Jaga Keberlanjutan Fiskal, Pemerintah Harus Kendalikan Utang

Upaya optimalisasi sumber penerimaan negara itu dilakukan melalui agenda reformasi perpajakan. Diharapkan hasil dari implementasi reformasi itu bisa mendorong peningkatan pendapatan Indonesia dan mewujudkan konsolidasi fiskal.

Sebab, pada 2023 pemerintah harus mengembalikan tingkat defisit anggaran maksimal 3% setelah dua tahun terakhir selisih minus itu diperlebar akibat pandemi. "Harapannya di 2023 kita akan soft landing, di mana ketika defisit maksimal 3%, pemenuhan kebutuhan pembiayaan masih bisa ditopang oleh penerimaan yang membaik dan belanja yang semakin terkendali," terang Deni.

Untuk itu strategi pembiayaan anggaran yang digunakan tetap berpegang pada prinsip pruden, fleksibel, dan oportunistik. Hal itu dapat dilihat dari adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) antara pemerintah dengan Bank Indonesia untuk menopang pembiayaan anggaran sejak 2020.

Selain itu, pemerintah juga telah memenuhi kebutuhan pembiayaan dengan menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) APBN. Hasilnya, kata Deni, penarikan utang dapat dikendalikan dan ditekan. "Bahkan di 2022 pun kita melakukan penurunan defisit APBN, pembiayaan menurun. Sehingga harapannya di 2023 kita bisa soft landing," ungkapnya.

Masih dari data Kemenkeu, pembiayaan utang per 30 April 2022 sebesar Rp155,9 triliun, turun 62,4% dibanding periode yang sama di 2021. Pembiayaan utang itu berasal dari penerbitan SBN neto sebesar Rp142,2 triliun dan pinjaman neto Rp13,6 triliun.

"Jadi meski secara relatif (utang) masih besar, tapi trennya menurun. Sehingga pembiayaan utang trennya terus menurun," kata Deni.

Adapun kebutuhan pembiayaan utang di 2022 ditargetkan sebesar Rp868 triliun, atau 4,85% terhadap PDB. Pembiayaan tersebut akan dilakukan melalui penerbitan SUN global dan domestik dengan porsi masing-masing 18%-20% dan 80%-82%. (OL-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat