visitaaponce.com

Industri Biodiesel Sudah Ikuti Aturan Pemerintah

Industri Biodiesel Sudah Ikuti Aturan Pemerintah
Uji jalan Bahan Bakar B30(Antara/Aprillio Akbar)

Industri biodiesel di Indonesia dinilai telah sesuai arahan pemerintah sebagai upaya membangun kemandirian energi di dalam negeri, serta mendukung sektor perkebunan kelapa sawit. 

"Produsen jangan terusan-terusan jadi victim (korban) karena mereka mengikuti aturan pemerintah. Kalau ada yang dilanggar ada proses hukumnya," kata Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute Policy  (Paspi) Tungkot Sipayung. 

Menurutnya, subsidi biodiesel sebenarnya bukan diberikan kepada pelaku usaha, tetapi kepada konsumen. Pasalnya, harga biodiesel tergantung harga CPO dan BBM dunia. 

Pemerintah setiap bulan telah menetapkan Harga Indeks Pembelian (HIP) solar dan HIP biodiesel. Jika HIP solar lebih murah dari HIP biodiesel, maka BPDPKS menutup selisihnya . Sebaliknya, bila HIP Solar lebih mahal dari HIP biodiesel (seperti saat ini) tidak ada subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkenunan Kelapa Sawit (BPDPKS). 

Pada kesempatan itu, Tungkot juga menjelaskan bahwa kartel di industri sawit, tetutama minyak goreng di Indonesia secara ekonomi tidak ada karena jumlah pemainnya banyak. "Paling ideal adalah persaingan sempurna, yang mana pemainnya banyak, seragam, dan tidak ada persaingan tapi itu hanya ada di text book," ujarnya. 

Di Indonesia, kata dia, ada banyak pelaku minyak goreng, yaitu sekitar 100 produsen dari skala kecil hingga besar. Dari jumlah tersebut, sekira 70 produsen menjadi anggota Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni). Sesuai adagium ekonomi, jika ada banyak pemain dalam suatu industri, meskipun mereka didorong untuk melakukan kartel, tetap tidak akan terjadi karena industri akan berjalan sendiri-sendiri. 

Kondisinya akan berbeda jika pemainnya sedikit, kendati dilarangpun, tetap akan terjadi kartel. "Sekarang ada 70-80 produsen dan mereknya berbeda-beda, itu cukup banyak untuk ukuran industri minyak sawit di Indonesia," kata Tungkot. 

Indikasi lain tidak adanya kartel minyak goreng yaitu  persaingan pasar minyak goreng dalam negeri tidak hanya sawit, tetapi juga ada minyak nabati lainnya dari luar negeri, seperti rapeseed dan biji bunga matahari. Selain bahan baku melimpah, ada banyak distributor dan pemain di setiap provinsi. 

Apakah harga minyak goreng dikendalikan? Berdasarkan data Paspi, harga minyak goreng dalam negeri mengikuti irama harga dunia yang menunjukkan pasar terintegrasi dengan internasional. Tungkot menyebut, kondisi tersebut justru positif yang menunjukkan bahwa pasar di tanah air efisien. "Sejak 2019 harga dalam negeri lebih stabil dibanding internasional. Kalau ada kartel harga lokal pasti ikut internasional," ungkapnya. 

Ia pun tidak  yakin ada mafia minyak goreng yang memicu kelangkaan. Hal yang terjadi menurutnya adalah akibat berlakunya domestic price obligation (DPO) dan  ditetapkannya harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng Rp 14 ribu di tangan konsumen. Padahal ada biaya distribusi dari produsen ke pasar dan tidak sesuai dengan harga CPO yang berlaku. Hal itu menyebabkan produsen rugi sehingga memangkas produksinya. (RO/E-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat