visitaaponce.com

PKS Dorong DPR Tolak Perppu Cipta Kerja

PKS Dorong DPR Tolak Perppu Cipta Kerja
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid(Dok MPR)

PARTAI Keadilan Sejahtera (PKS) mengkritik kebijakan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja (Cipatker) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) menilai Jokowi telah mengabaikan putusan MK lewat penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022. 

"MK sebagai lembaga yang diberikan kewenangan konstitusional untuk mengawal konstitusi telah memutuskan agar presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperbaiki proses penyusunan UU Cipta Kerja yang oleh MK dinyatakan inkonstitusional bersyarat, salah satunya, karena tidak adanya partisipasi masyarakat yang bermakna " ujar HNW di Jakarta, Selasa (3/1). 

Baca juga: Saham GIAA Terbang Tinggi, Erick Thohir: Pertanda Baik Garuda

Menurut HNW dibandingkan menerbitkan Perppu, Jokowi lebih baik melaksanakan keputusan MK sepenuh hati dengan intensif mengajak DPR sengan melakukan perbaikan UU Omnibus law Ciptaker. HNW menyayangkan penerbitan Perppu Ciptaker yang dinilai oleh banyak pakar sebagai tindakan yang mengabaikan putusan MK.

"Padahal putusan MK sesuai ketentuan UUDNRI 1945 adalah final dan mengikat. Terbitnya Perppu itu justru membuktikan kembali bahwa meaningful participation yang diputuskan oleh MK dan menjadikan UU Ciptakerja sebagai inkonstitusional bersyarat," jelasnya. 

Kesewenang-wenangan Jokowi dalam menerbitlan Perppu disampaikan HNW semakin membuktikan pemerintah sama sekali tidak melibatkan publik dalam pembahasan UU Ciptaker. Bahkan DPR selaku lembaga perwakilan rakyat pun, tidak diajak untuk membahas substansi dan praktek revisi yang diputuskan oleh MK. 

"Ini jelas bukan bentuk pelaksanaan yang baik dan benar terhadap putusan MK,” ujarnya melalui siaran pers di Jarkata, Senin (2/1). 

HNW melanjutkan pada masa sidang terdekat, DPR akan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap Perppu tersebut. Maka akan mustahil apabila DPR diminta mengkaji dan menyetujui dengan baik dan benar terhadap Perppu yang terdiri dari ratusan pasal dalam waktu yang dekat. 

"Padahal waktu yang disediakan MK untuk merevisi UU itu masih tersedia. Karena MK memberikan batas waktu luang dua tahun hingga 25 November 2023) agar revisi UU Cipta Kerja itu dibahas secara matang dan komprehensif, dengan memaksimalkan keterlibatan publik sebagaimana putusan MK itu,” tukasnya. 

HNW menambahkan bahwa penerbitan Perppu No 22/2022 ini juga tidak sesuai dengan syarat untuk bisa diterbitkannya Perppu. Aturan itu ada dalam Konstitusi/UUD NRI 1945 pasal 22 ayat (1) yakni adanya kegentingan yang memaksa. Walaupun secara teori, tafsir kegentingan yang memaksa itu adalah penilaian subjektif presiden, tetapi common sense dan pada prakteknya tentu harus didukung dengan argumentasi yang legal rasional, dan kemudian perlu diuji secara objektif oleh DPR. 

"Sementara MK sendiri juga sudah pernah memberikan rambu-rambu soal kategorisasi kegentingan yang memaksa sebagai alasan bisa dikeluarkannya Perppu. Hal itu tertuang pada Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009," ujarnya. (Uta)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat