visitaaponce.com

Penutupan SVB Peringatan Dini Sektor Fintech

Penutupan SVB Peringatan Dini Sektor Fintech
Ilustrasi(AFP)

INDONESIA Fintech Society (Ifsoc) menekankan peristiwa penutupan Silicon Valley Bank (SVB) perlu dilihat sebagai sinyal dan peringatan dini agar sektor fintech Indonesia segera memperkuat tata kelola perusahaan dan manajemen risiko. Ketua Steering Committee Ifsoc Rudiantara mengatakan bahwa sejumlah spekulasi beredar pascapenutupan SVB oleh otoritas sektor keuangan di Amerika Serikat pada 10 Maret lalu.

Menurut Rudiantara, di sektor keuangan termasuk fintech, spekulasi yang berkembang liar berpotensi memicu kepanikan masyarakat. “Kami mengapresiasi OJK yang dengan cepat mengeluarkan pernyataan yang menenangkan masyarakat terkait isu ini,” ujar Rudiantara dalam keterangan resmi.

Pekan lalu, OJK menyatakan bahwa tutupnya SVB tidak berdampak langsung pada industri keuangan di Indonesia yang dibuktikan dengan kondisi sektor perbankan yang masih kuat dan stabil. Meskipun begitu, Rudiantara yang pernah menjabat sebagai Menteri Kominfo juga menekankan bahwa sektor keuangan digital di Indonesia harus tetap waspada dan terus mencermati perkembangan kasus yang terjadi. Dia berharap kondisi sektor keuangan digital dapat semakin stabil di tengah tech winter yang hingga saat ini masih bergulir.

Steering Committee Ifsoc Dyah Makhijani mengatakan bahwa kolapsnya SVB perlu dicermati agar menjadi pembelajaran dalam penguatan dan pengembangan sektor keuangan digital ke depan. Menurutnya, upaya mitigasi berupa penguatan tata kelola dan penerapan manajemen risiko yang lebih baik menjadi kunci dalam mewujudkan kontinuitas sektor keuangan digital.

“Good corporate governance mutlak diimplementasikan untuk menjaga kepercayaan publik yang saat ini sangat antusias dengan perkembangan sektor keuangan digital kita,” tegas mantan Asisten Gubernur BI ini.

Steering Committee Ifsoc yang juga mantan Komisioner OJK, Tirta Segara, mengatakan kenaikan suku bunga di negara-negara maju telah berpengaruh pada kemampuan perusahaan startup termasuk fintech dalam mendapatkan pendanaan murah. Berdasarkan observasi Ifsoc, sepanjang 2022 nilai pendanaan startup fintech memang meningkat, tetapi dengan jumlah penerima pendanaan yang menurun.

“Startup fintech telah memasuki babak baru. Saat ini Investor lebih selektif dalam memberikan pendanaan dengan lebih berfokus pada profitabilitas dibandingkan growth,” tambah Tirta Segara.

Kondisi ini, menurut Tirta, perlu direspons dengan membangun ekosistem dan model bisnis fintech yang lebih fokus pada bottom line ketimbang volume dan growth semata. Hal itu akan mendorong iklim startup fintech lebih sehat dan going concern.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nur Komarja menyebut penurunan kinerja startup perlu diantisipasi usai keruntuhan SVB yang berfokus pada pendanaan bagi usaha rintisan.

“Mungkin Indonesia tidak terdampak langsung oleh kolapsnya SVB, tapi perlu ada minimalisir risiko, mengingat dari tahun lalu, kita melihat banyak startup yang melakukan lay off atau gulung tikar,” katanya dalam Diskusi Publik Online, pekan lalu.

Menurutnya, usaha rintisan perlu berfokus untuk mencapai profit dan menjaga keberlanjutan usaha di tengah pendanaan yang diperkirakan makin sulit. Nur mengatakan startup dapat membuat program yang lebih menyentuh customer. “Kita tahu fund raising tidak semudah saat pandemi dimana investor jor-joran memberi pendanaan,” katanya.

Pemerintah juga dinilai perlu membuat kebijakan yang dapat menjaga keberlanjutan aktivitas usaha startup ke depan untuk mencegah terjadinya lay off. “Dengan iklim usaha yang mendukung, diharapkan lebih banyak startup yang dapat mencapai kinerja yang berkelanjutan yang akan menarik investor,” pungkasnya. (Ant/Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat