visitaaponce.com

IPB Sebut Produksi Pertanian akan Turun 5 Akibat El Nino

IPB Sebut Produksi Pertanian akan Turun 5% Akibat El Nino
Buruh tani memanen tanaman padi di area persawasan kawasan Maruda, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (1/8).(MI/Usman Iskandar)

GURU Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi IPB University Dwi Andreas Santosa memprediksi akan terjadi penurunan produksi pertanian sebesar 5% akibat adanya El Nino tahun ini.

"Tahun 2023 ini, karena el nino-nya medium, bukan kuat, perkiraan saya akan ada penurunan produksi pertanian khususnya padi sebesar 5%," kata Dwi saat dihubungi, Selasa (1/8).

Dwi menerangkan, adanya el nino akan berpotensi menyebabkan kekeringan dan kekurangan air. Otomatis, perkebunan dan sawah jadi kesulitan mendapatkan sumber air.

Baca juga : Nilai Tukar Petani Naik Tipis, Didorong Kenaikan Harga Komoditas

Beberapa komoditas yang akan terdampak dari adanya el nino di antaranya padi, palawija, jagung dan sawit. Namun, yang paling terpengaruh ialah produksi padi.

Berkaca dari el nino yang terjadi sebelumnya, Dwi mencatat selalu terjadi penurunan produksi padi. Misalnya saja el nino kategori lemah yang terjadi pada 2006, menyebabkan penurunan produksi padi hingga 5,8%.

Baca juga : Pemangku Kepentingan Didorong Waspadai Ancaman El Nino pada Inflasi

Lalu el nino kategori kuat yang terjadi pada 2015 menyebabkan penurunan produksi padi sebesar 0,4% dan el nino kategori lemah pada 2019 mengakibatkan penurunan produksi padi sebesar 7,7%.

"Jadi memang ini terlihat, ya, korelasinya tidak begitu linear. Dalam arti kalau el nino lemah, belum tentu penurunannya sedikit, begitu juga sebaliknya. Karena masih bergantung pada berbagai hal, mulai dari program pemerintah hingga munson," ucap dia.

Namun, Dwi melanjutkan, berdasarkan pengamatannya, la nina yang terjadi pada 2020 sampai 2022 di Indonesia tidak lantas meningkatkan prouksi pertanian.

Padahal, selama 22 tahun terakhir, la nina selalu meningkatkan produksi pertanian. Misalnya saja pada 2007 la nina yang terjadi mampu meningkatkan produksi pertanian hingga 4,7%.

Namun, dalam catatannya, la nina yang terjadi pada 2020 malah menurunkan produksi pertanian sebesar 0,09%, pada 2021 turun sebesar 0,42% dan pada 2022 naik sedikit menjadi 0,61%.

"Kenapa? Karena banyak faktor, mungkin bisa karena penurunan harga di tingkat pusat tani. Dari 2020 sampai 2022, karena rugi, petani jadi malas sehingga menyebabkan produksi nasional yang seharusnya naik jadi tidak bisa naik," ucap dia.

"Jadi intinya, pelajaran tiga tahun terkahir, la nina saja bisa menurunkan produksi pertanian, apalagi el nino, ini bisa memberikan dampak yang signifikan," tambah Dwi.


Jaga harga gabah

Untuk itu, ada sejumlah cara yang dapat dilakukan guna menjaga produksi pertanian dalam negeri. Pertama, pemerintah harus menjaga agar harga gabah baik seperti saat ini.

"Kita tahun ini sangat tertolong karena harga gabah sangat baik. Dari laporan jaringan tani, harga gabah itu sudah mencapai Rp6.000 perkilogram, tadinya Rp5.500 sampai Rp6.000 perkilogram. Itu di hampir seluruh sentra produksi padi Indonesia. Itu menyebabkan petani berbagirah menanam. Dan gairah itu harus dipertahankan," ucap dia.

Kedua, pemerintah harus mengidentifikasi wilayah mana saja yang berpotensi kekurangan air karena el nino. Dari situ, pemerintah bisa menyalurkan bantuan solar gratis bagi para petani untuk mengoperasikan pompa air. Dengan catatan, wilayah itu masih memiliki sumber air yang dapat dimanfaatkan bagi petani mengairi sawahnya.

Pasalnya, dalam pengamatannya solar bukanlah hal yang mudah diperoleh di pedesaan, terlebih setelah adanya program solar bersubsidi. Menurut dia, pemerintah hanya perlu menggelontorkan anggaran sekitar Rp300 miliar untuk membantu pengadaan solar bagi petani.

"Gak usah program-program berat seperti perbaikan irigasi, bendungan, itu sudah terlambat. Pun, bantuan pompa air gratis itu gak ada gunanya juga karena petani bisa menyediakan pompa sendiri," ucap Dwi.

Ketiga, pemerintah dan petani perlu bersama-sama melawan serangan hama yang pasti akan meningkat di musim kemarau ini. Menurutnya, program pengendalian hama terpadu yang pernah berhasil perlu dihidupkan kembali untuk mengatasi gagal panen.

"Kalau tiga aspek itu betul-betul dijaga, saya yakin kemungkinan penurunan akan lebih rendah dari 5%. Kalau kurang dari 5%, berarti produksi beras kita akan berkurang kurang lebih 1,5 juta ton, dan beras impor kan sudah masuk 1 juta ton. Jadi el nino bukan masalah serius lagi," pungkas dia. (Z-4)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat