visitaaponce.com

WWF Dorong Perbankan Perkuat Pengelolaan Risiko Perubahan Iklim

WWF Dorong Perbankan Perkuat Pengelolaan Risiko Perubahan Iklim
Aksi saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (5/5/2024)(ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA)

CONSERVATION Officer WWF-Indonesia Dewi Rizky menjelaskan, kinerja bank sebagai lembaga intermediasi keuangan tidak luput dari paparan risiko perubahan iklim tersebut.

Ia mencontohkan, perubahan pasar dan kebijakan terkait bahan bakar fosil menjadi sebuah risiko yang perlu diperhitungkan pihak perbankan. Oleh karena itu, bank perlu meningkatkan kapasitas untuk mengidentifikasi dan mengelola dua risiko utama yakni perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.

"Pada saat yang sama bank juga berperan penting dalam meningkatkan ketahanan sektor-sektor lain terhadap perubahan iklim,” kata Dewi dalam keterangan di Jakarta, Kamis (20/6).

Baca juga : Negara G7 Didesak Bayar US$13 Triliun pada Negara-negara Miskin

WWF telah merilis laporan Sustainable Banking Assessment (Susba) 
ke-7. Susba adalah sebuah penilaian komprehensif terkait integrasi aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola/environmental, social, and governance (LST/ESG) terhadap 39 bank di negara-negara ASEAN dan 10 bank besar di Jepang dan Korea Selatan.

Khusus untuk Indonesia, Susba 2023 mencakup 11 bank dari swasta dan BUMN yang menjadi jumlah responden tertinggi di seluruh di kawasan ASEAN dan Asia Timur.

Mereka antara lain Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Permata, Bank Danamon, Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), Bank Panin, Bank Jabar dan Banten (BJB), Bank Muamalat, dan Bank Syariah Indonesia (BSI).

Baca juga : COP-27, Menteri LHK: RI Dorong Aksi Kolaborasi untuk Atasi Krisis Iklim

Dari 11 bank, baru empat yang memiliki komitmen untuk mencapai net zero, yakni BRI dan BTPN pada 2050, serta BCA dan BNI pada 2060. Dua bank (BCA dan BRI) telah menghitung emisi gas rumah kaca (GRK), namun baru satu bank (BRI) yang menerapkan Science-based Target Initiative (SBTi).

Kemudian, pengembangan produk keuangan yang mendukung transisi net zero masih terbatas, terutama untuk skala kecil dan menengah. Laporan tersebut juga mengemukakan bahwa risiko dampak alam dan keanekaragaman hayati terhadap kinerja keuangan belum menjadi urgensi kebanyakan bank di Indonesia.

Target net zero diyakini tidak akan tercapai tanpa langkah nyata menjaga kondisi lingkungan. Berdasarkan Susba 2023, dukungan perbankan untuk mengurangi dampak negatif terhadap alam dan sosial masih sangat terbatas yakni 5%.

Baca juga : Kawanan Penguin Kaisar Terancam Binasa karena Dampak Perubahan Iklim

Di sisi lain, salah satu temuan positif Susba menunjukkan manajemen tertinggi perbankan (direksi dan Komisaris) sudah memiliki fungsi dan tanggung jawab untuk mengelola risiko ESG dan perubahan iklim. Namun, kapasitas bank dalam mengukur tingkat risiko tersebut masih minim dan perlu ditingkatkan.

“Perbankan Indonesia perlu meningkatkan upaya atas kebijakan dan prosedur agar nasabah mereka memiliki rencana mitigasi/ rencana aksi untuk mencapai target Perjanjian Paris. Lebih lanjut, industri kecil dan menengah yang terlibat dalam rantai pasok patut mendapat perhatian ekstra karena mereka umumnya padat karya dan menjadi kelompok yang rentan terhadap risiko perubahan iklim,” ujar Sustainable Finance Lead WWF-Indonesia Rizkia Sari Yudawinata.

Data dari OJK dan BPS menunjukkan rasio kredit ke kelompok UMKM mencapai 12,38% terhadap total aset perbankan pada 2023.

Berdasarkan Susba 2023, dukungan khusus yang disalurkan untuk usaha kecil dan menengah (UKM) dalam bertransisi menerapkan praktik berkelanjutan masih sangat terbatas (27%).

"Tanpa dukungan kuat, industri padat karya rentan terkucilkan. Perbankan perlu mengembangkan produk yang solutif dan sekaligus memfasilitasi langkah mereka menerapkan praktik keberlanjutan," pungkasnya. 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat