visitaaponce.com

4 Kriteria Bahan Pangan Berkelanjutan yang Bisa Perlambat Krisis Iklim

4 Kriteria Bahan Pangan Berkelanjutan yang Bisa Perlambat Krisis Iklim
Salah satu bahan pangan lokal(Dok: Kementan)

FOOD and Agriculture Organization (FAO) mengatakan sepertiga gas rumah kaca global berasal dari sistem pangan dunia, dihitung mulai dari produksi, pengemasan, distribusi, hingga limbah. Itu berarti pilihan terhadap bahan makanan sangat berpengaruh terhadap kesehatan bumi.

Agar bumi tidak semakin panas, seluruh penduduk dunia perlu ikut bertanggung jawab untuk menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca, yang menjadi penyebab pemanasan global dan krisis iklim.

Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengubah pola makan menjadi lebih berkelanjutan menurut Jaqualine Wijaya, CEO dan Co-Founder Food Sustainesia, bisnis sosial berbasis komunitas yang fokus membangun ekosistem dengan menyajikan konten audio visual, kampanye, dan platform pendidikan untuk para dewasa muda sebagai konsumen makanan, serta pandangan dari Gema, founder gerakan Males Nyampah. 

Baca juga : Cermati, Dua Kebiasaan Sehari-hari ini Sebabkan Boros Air dan Polusi

Seperti apa bahan makanan yang masuk dalam kriteria berkelanjutan?

1. Mudah didapat, harga terjangkau

Makanan yang diproduksi oleh petani lokal merupakan bahan pangan yang ramah lingkungan. Karena bahan makanan lokal tidak harus melalui proses perjalanan yang panjang untuk sampai di tangan konsumen. Berbeda dari pangan impor yang harus melalui jalur distribusi panjang, menggunakan banyak kemasan untuk memastikan keamanannya, dan membutuhkan waktu penyimpanan cukup lama yang berpotensi menurunkan nilai gizi.
 
“Keuntungan dari berbelanja produk pangan lokal adalah meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, karena aksi ini dapat mengurangi jejak karbon, sekaligus mendukung produsen lokal, baik petani maupun nelayan. Keuntungan lainnya produk lokal biasanya berlimpah, mudah sekali didapatkan di sekitar kita dan harganya sangat terjangkau,” kata CEO dan Co-Founder Food Sustainesia Jaqualine Wijaya dalam keterangan resmi kepada Media Indonesia, Sabtu (8/6). 
 
Salah satu kelompok bahan makanan yang mudah didapat adalah buah-buahan yang sedang musim. Jaqualine mencontohkan buah mangga, saat sedang musim kuantitasnya melimpah dan harga murah. Semakin banyak yang membeli, maka semakin kecil potensi mangga menjadi busuk hingga terbuang. 
 
Founder gerakan Males Nyampah Gema menambahkan bahan makanan musiman relatif bertanggung jawab, berkelanjutan dari waktu ke waktu, dan terbukti memberi dampak positif terhadap masyarakat. Pun kita menjadi ikut mendukung produk lokal daerah. Masyarakat NTT misalnya bisa mengonsumsi sorgum bukan hanya beras, ini membantu menjaga keanekaragaman hayati.

Belanja secukupnya, sehingga tidak menjadi sampah makanan. Jika stok habis, Anda bisa belanja lagi sesuai kebutuhan.

Baca juga : Ada Apa Saja Sih di Pameran Kedai Kita?

2. Praktik tanam dan panen berdampak minimal terhadap lingkungan

Praktik penanaman bahan pangan, misalnya padi secara konvensional masih menggunakan pupuk dari bahan kimia dan pestisida, yang berpotensi merusak tanah. Bahan kimia tersebut menyumbang jejak karbon. Di samping itu, lahan pertanian padi masih ada yang didapatkan dari pembukaan lahan dengan pembakaran hutan. Padahal, nasi dari beras masih menjadi sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi. 
 
“Ada pilihan beras yang ramah lingkungan, yaitu beras organik, yang tidak menggunakan bahan kimia dalam penanamannya dan tidak menggunakan air tercemar. Untuk memastikan suatu bahan makanan memang diproduksi secara organik, carilah kemasan yang melekatkan label organik atau sustainable food. Itu berarti bahan pangan tersebut sudah mendapatkan sertifikasi organik. Kalau membeli protein hewani dari daging sapi, cari yang berlabel grass-fed dan telur berlabel cage-free,” kata Jaqualine.

Tapi, bukankah di Indonesia harga bahan pangan organik masih terbilang tinggi? Jaqualine meyakini, seiring dengan meningkatnya permintaan dan ketersediaan bahan makanan organik di pasaran, perlahan harganya akan  menyesuaikan sehingga lebih terjangkau dan makin mudah diperoleh. 
 
Berita baiknya, tidak semua bahan makanan di rumah Anda harus berlabel organik. Sebab, secara alami sejumlah bahan pangan ditanam dan dipelihara dengan cara yang ramah lingkungan. Misalnya, jamur tidak memerlukan banyak air. Petani jamur juga menggunakan bahan daur ulang pertanian sebagai media tanam jamur, seperti sekam kapas dan tongkol jagung.
 
Selain itu, penanaman bayam juga tidak berdampak negatif terhadap persediaan air dan tidak merusak tanah. Bayam yang harganya murah dan mudah didapat mengandung nutrisi sangat tinggi yang dibutuhkan tubuh. Ada pula rumput laut yang tidak memerlukan pestisida untuk tumbuh subur. Bahkan, pertumbuhan rumput laut secara alami dapat menyerap karbon sehingga dapat mengurangi emisi.

3. Berlimpah nutrisi

Dari segi kesehatan, bahan makanan berkelanjutan adalah yang sarat nutrisi. Menurut Jaqualine, langkah awal yang bisa dilakukan untuk mempraktikkan pola makan berkelanjutan adalah memilih dan mengonsumsi makanan bergizi, bukan melihat dari proses produksi dan distribusi yang dinilai ramah lingkungan. 

“Mengonsumsi makanan bergizi merupakan aspek penting dalam pola makan berkelanjutan,” ungkapnya.
 
Jaqualine menyebut, ada banyak cara untuk mendapatkan asupan makanan yang bergizi tinggi. Ia mencontohkan, Kementerian Kesehatan merilis panduan makan Isi Piringku. Panduan ini menganjurkan agar dalam satu piring terdapat 50% buah dan sayur, 50% karbohidrat dan protein.
 
“Untuk memenuhi anjuran porsi buah dan sayur, kita bisa menggunakan bahan makanan lokal yang berbeda jenis, sehingga mendapatkan nutrisi optimal dari berbagai sumber pangan. Sebaiknya tidak memilih makanan yang itu-itu saja. Keragaman isi piring kita akan mendukung biodiversitas atau keanekaragaman hayati, yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan menjaga kekayaan alam,” tutur Jaqualine.
 
Ia juga menyarankan agar kita menggabungkan protein nabati dan hewani, tetapi sebisa mungkin memperbanyak porsi protein nabati. Di Indonesia bahan makanan segar yang musiman biasanya berupa buah-buahan. Tapi, di negara lain ada yang disebut sayuran musiman. Misalnya, di Inggris pada bulan Juni sedang musim selada, daun bawang, dan bayam. Sementara itu, di Amerika Serikat pada bulan Mei yang sedang musim antara lain radish, asparagus, dan buncis. Buah atau sayur di musimnya bisa memberikan nutrisi optimal bagi Anda.

4. Berbahan dasar tanaman

Sejak beberapa tahun belakangan ini, para pencinta lingkungan ramai-ramai mendorong masyarakat untuk mengonsumsi bahan makanan berbahan dasar tanaman (plant-based food). Sehingga orang mulai mempraktikkan urban farming, memanfaatkan lahan sempit di rumah untuk menanam sayuran. Tapi, kenapa para pegiat lingkungan menyarankan kita untuk mengurangi konsumsi daging?
 
Meningkatnya permintaan produk berbahan dasar hewani akan berujung pada terlalu banyaknya lahan yang digunakan untuk produksi. “Jejak karbon dari produksi bahan pangan hewani bisa mencapai 50 kali produksi bahan pangan nabati,” kata Jaqualine.
 
Food Sustainesia mengumpulkan sejumlah data terkait konsumsi produk hewani, seperti daging dan ikan. Saat ini terjadi penurunan stok ikan laut yang berkelanjutan. Selain itu, eksploitasi yang berlebihan terhadap satwa liar, termasuk ikan, mengancam keanekaragaman hayati. 
  
“Kita sebaiknya bisa segera beralih dari bahan pangan konvensional menuju bahan pangan berkelanjutan, karena akan membantu menuju era baru yang lebih bertanggung jawab untuk mencapai kesejahteraan bersama,” ungkap Gema.(M-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat