visitaaponce.com

APSI Minta Hentikan Propaganda Antigalon PET

APSI Minta Hentikan Propaganda Antigalon PET
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia Saut Marpaung.(DOK Pribadi.)

KETUA Umum Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) Saut Marpaung mengecam gencarnya upaya yang sistematis untuk mendiskreditkan satu produk air mineral kemasan galon berbahan PET. Padahal, masih banyak persoalan sampah yang lebih mendesak dan berbahaya untuk diselesaikan.

Menurutnya, isu sampah plastik banyak sekali, baik dari jenis maupun jumlah. Yang justru lebih bermasalah seperti popok sekali pakai, puntung rokok, sampah medis masker sekali pakai, serta kemasan yang ukurannya kecil sehingga tidak bernilai ekonomis.

Untuk itulah, kata Saut, ketika banyak isu plastik yang lebih bermasalah tidak dikupas dan hanya mendiskreditkan kemasan galon yang berbahan PET yang sudah jelas mudah didaur ulang, hal ini jelas mengindikasikan ada maksud terselubung di baliknya. "Saya menduga ada motif persaingan bisnis di balik gencarnya upaya masif mendiskreditkan produk galon PET," ujar Saut.

Baca juga: Tiga Latihan Terbaik yang Cocok dalam Kesibukan Kerja

 

Hadirnya inovasi baru, tutur Saut, yaitu penggunaan galon PET yang mudah didaur ulang menjadi populer lantaran dipercaya lebih praktis dan higienis mengusik pihak-pihak tertentu yang dominasi kekuasaan bisnisnya mulai terganggu. Padahal, tutur Saut, persoalan sampah bukan hanya timbulan plastik, tetapi mengenai tata kelolanya, mulai dari pemilahan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan limbah-limbah berbahaya.

Pemilahan sampah di hulu harus digencarkan. Begitu pun menyiapkan infrastruktur membenahi proses sistem pengangkutan agar sampah terpilah dengan baik. Ujungnya, industri daur ulang yang menghasilkan kualitas tinggi.

Ia mengakui bahwa persoalan masih ada pada plastik-plastik yang sulit didaur ulang dan bernilai rendah sehingga menyebabkan tingkat kolektibilitas sampah di Indonesia masih rendah. "Kalau PET, apalagi ukuran besar seperti galon, fleksibel mudah digepengkan, saya jamin pasti terserap industri daur ulang," ungkapnya.

Terkait dengan efektivitas daur ulang plastik, dirinya juga mengecam pihak-pihak yang membelokkan pernyataannya seolah-olah tingkat daur ulang plastik PET rendah. Mereka, ujar Saut, dengan seenaknya melakukan pemlintiran pernyataannya terkait dengan tingkat kolektibilitas plastik bekas PET.

Ia menyampaikan bahwa pernyataannya dalam webinar bertema Kemitraan ideal pengelolaan sampah di Indonesia bahwa tingkat kolektibilitas sampah plastik masih rendah dijadikan argumentasi untuk mendukung narasi penolakan penggunaan galon PET. "Konteksnya saya berbicara sampah plastik secara keseluruhan. Namun pernyataan saya dipelintir seakan-akan memperkuat alasan untuk menolak galon PET sekali pakai ini," tukasnya.

Baca juga: Aktivitas Fisik Ringan Menjaga Daya Mobilitas Orang Tua

 

Saut menjelaskan, pernyataanya di webinar tersebut bahwa dari 64 juta ton sampah yang ada di Indonesia, 16% merupakan sampah plastik. Dari 16% itu hanya 40% yang dapat terdaur ulang. Sebagian besarnya menumpuk dan tercecer di lingkungan karena faktor dari bahan plastiknya yang sulit terdaur ulang dan memang sudah tidak bernilai lagi untuk didaur ulang.

"Selain pernyataan saya dipelintir, acara tersebut sebenarnya bertujuan baik untuk mengedukasi masyarakat terkait pengelolaan sampah di Indonesia. Tetapi hampir semua berita yang keluar digoreng menjadi isu penolakan galon PET. Justru ini yang berbahaya, edukasi konsumen, diskusi-diskusi positif semua di pemberitaan jadi dikaburkan hanya untuk mendiskreditkan pihak-pihak tertentu. Inilah yang saya maksud dengan penyesatan publik," tambahnya.

Ia juga mengaku kesal karena pemberitaan yang muncul dari webinar tersebut tidak sesuai dengan webinar yang sebenarnya. Saut menegaskan bahwa dirinya telah menjadi korban upaya-upaya jahat dalam pembohongan publik yang dilakukan pihak-pihak yang gencar kampanye antigalon PET. "Saya sudah capai melakukan edukasi ke masyarakat, tapi malah dipelintir. Jadi edukasinya enggak sampai ke masyarakat dan justru menyesatkan," tandasnya.

Dirinya tidak mungkin menolak penggunaan kemasan PET, karena material plastik tersebut merupakan komoditas bernilai ekonomi bagi para anggota APSI. Bahkan, ujar Saut, APSI tengah menggagas peran sebagai pengepul untuk melakukan pengumpulan dan pendaurulangan kemasan galon PET bekas.

Plastik jenis PET, lanjut Saut, paling dicari pemulung. Apalagi yang bobotnya besar seperti galon yang hanya memerlukan 3-4 botol sudah mencapai 1 kg dan mudah diremukkan seperti botol. Potensi PET, ujarnya, harusnya dikembangkan sebagai siklus ekonomi bukan malah dibelokkan faktanya.

Ia pun mengajak seluruh pihak untuk bergerak maju ke depan memikirkan cara membangun sistem pengelolaan sampah yang baik, tidak terjebak pada isu-isu praktis yang hanya dilatarbelakangi persaingan bisnis semata. Daripada terus menerus melakukan kampanye hitam terhadap produk galon dengan kemasan PET, tutur Saut, lebih baik para pihak-pihak tersebut insyaf dan kembali ke jalan yang benar dengan bersama-sama menggaungkan penerapan ekonomi sirkular.

"Mari gaungkan penerapan ekonomi sirkular mulai dari edukasi pemilahan sampah di masyarakat, pembenahan proses pengangkutan, hingga meningkatkan teknologi di pusat daur ulang. Dengan demikian perlakuan sampah plastik jenis ini, selain aksi penyelamatan lingkungan, juga mendorong ekonomi sirkular para pelaku UKM pengolahan sampah," kata Saut.

Apalagi, imbuh Saut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam Puncak Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021 mendorong sampah kemasan diperlakukan sebagai bahan baku pendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia di masa pandemi. "Jika kita semua peduli, mari sukseskan agenda besar pemerintah dalam upaya pengelolaan sampah ini," tegas Saut.

Ke depan, APSI mengharapkan keseriusan dan komitmen seluruh pihak untuk dapat merealisasikan waste management system yang terstruktur agar dapat mendaur ulang plastik. Ia menegaskan bahwa tanggung jawab bekas kemasan plastik bukan hanya pada produsen semata, melainkan semua pihak termasuk juga pemerintah, kawasan, dan konsumen. (RO/OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat