Rangkap Jabatan Rektor UI Jadi Contoh Buruk Dunia Pendidikan
![Rangkap Jabatan Rektor UI Jadi Contoh Buruk Dunia Pendidikan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2021/07/c0bafd27282bbd40b523c65f4cb2e146.jpg)
MASALAH rangkap jabatan Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro sebagai komisaris BUMN dinilai menjadi contoh buruk dalam dunia pendidikan. Hal itu bertentangan dengan falsafah pendidikan Ki Hajar Dewantara, yakni di depan memberi contoh atau teladan.
"Bukan sosok Ari Kuncoro yang kemudian mundur atau tetap, bukan ke sana. Tapi, di dunia pendidikan kita itu mengenal atau berupaya untuk menjalankan falsafah pendidikannya Ki Hajar Dewantara," ungkap pengamat pendidikan Indra Charismiadji dalam diskusi Crosscheck by Medcom.id dengan tema Rektor Jadi Komisaris, Tak Salah?, Minggu (25/7).
Menurutnya, pemerintah telah salah langkah untuk mengesahkan Statuta UI tersebut. Bukan soal sosok Ari Kuncoro yang yang dipermasalahkan, tetapi posisinya sebagai seorang pimpinan lembaga pendidikan yang seharusnya bisa memberi teladan kepada generasi bangsa.
Di samping itu, kata Indra pendidikan merupakan harapan bangsa untuk bisa mengubah sistem politik yang disebutnya sudah salah jalur. Namun, bila contoh itu tidak bisa diberikan maka akan sulit mencapai harapan itu. "Kalau dari muda mereka sudah kita ajarkan untuk aturan apapun bisa diubah untuk mengakomodir keinginan kita, wah rusak dong moral kita ini," imbuhnya.
Indra menambahkan bahwa kebijakan itu juga tidak sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang ingin membangun SDM Unggul dengan pendidikan sebagai komponen penting. Lantas dia menolak kebijakan tersebut dan meminta pemerintah membatalkannya.
Sementara itu, pengamat politik Ujang Komarudin menilai kebijakan itu justru memberikan keuntungan kepada pemerintah dan kampus. Dengan mengakomodir keinginan pimpinan UI, hal itu bisa membuat institusi tersebut lebih lunak dalam mengkritik pemerintah. "Pemerintah butuh back up politik dari kampus, gar kampusnya tidak keras, tidak mengkritik," ujarnya.
Menurutnya, mengontrol kritik dari kampus diperlukan pemerintah agar politik tetap stabil. Selain itu juga menjaga agar kritikan dari kampus tidak disusupi kepentingan tertentu atau lawan politik pemerintah. "Sehingga di saat yang sama berkompromi dan dikasihlah jabatan komisaris itu," tandasnya.(H-1)
Terkini Lainnya
HUT Bhayangkara, Presiden Minta Polri Sukseskan Pilkada dan Jaga Netralitas
Gelar Kongres, NasDem Usung Sinergi Membangun Bangsa
Jokowi Diminta Berhenti Cawe-Cawe dan Melakukan Nepotisme di Pilkada
Jelang Pilkada, Rakyat Diminta Sadar dari Hipnotis Politik Populisme ‘ala Jokowi’
Kekeliruan Pemahaman Demokrasi Post-Secular dan Agenda Kesetaraan melalui Konsesi Tambang
Komentar Panglima TNI tentang Multifungsi TNI Disayangkan
Pemerintah Perlu Ambil Peran untuk Ciptakan Keluarga yang Positif
9 Tahun Berlalu, Polisi Masih Cari Alat Bukti Kasus Kematian Akseyna
Atasi Krisis Air Perkotaan, Sekolah Ilmu Lingkungan UI Ciptakan Teknologi Pengolah Air Hujan
Anggaran Makan Siang Gratis Rp71 Triliun, Kejelasan Program Tentukan Efektivitas
Tiga Pendekatan Pencegahan Kejahatan Judi Online
Indonesia Berpotensi Jadi Pusat Data Genomik Kesehatan Global
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap