visitaaponce.com

Karier Seni Srihadi Melampaui Empat Zaman

Karier Seni Srihadi Melampaui Empat Zaman
Pelepasan jenazah Srihadi Soedarsono di kampus ITB oleh oleh Sekretaris Institut ITB, Prof Widjaja Martokusumo, Sabtu (26/2/2022).(MI/Naviandri)

BANGSA Indonesia kembali kehilangan seorang maestro legenda perupa, Prof Kanjeng Raden Haryo Tumenggung, H. Srihadi Soedarsono Adhikoesoemo, MA yang wafat Sabtu (26/2) pukul 05.20 WIB di Bandung dalam usia 90 tahun. Almarhum merupakan salah seorang yang ikut merancang logo Ganesha pada 1959 yang hingga kini dipakai sebagai logo Institut Teknologi Bandung (ITB). Saat itu Srihadi masih mahasiswa.

Srihadi lahir di Solo 4 Desember 1931. Memasuki masa remaja di Solo saat masa masa perjuangann kemerdekaan, ia bergabung menjadi anggota Ikatan Pelajar Indonesia bagian pertahanan di Solo. Ia juga aktif berkegiatan bersama kelompok Seniman Indonesia Muda dan para seniman pejuang masa kemerdekaan seperti Affandi dan Sudjojono.

Di usia 15 tahun. Srihadi menjadi staf Penerangan Badan Keamanan Rakyat Divisi IV TNI, bergabung dalam Tentara Pelajar Detasemen II Brigade 17 Solo yang bertugas mendokumentasikan peristiwa perjuangan.

Bakatnya dalam menggambar dan melukis dalam era perjuangan kemerdekaan menjadikannya salah satu seniman penting yang merekam peristiwa perjuangan kemerdekaan. Ratusan dokumentasi gambar rekaman peristiwa ini kini menjadi bagian penting sejarah kemerdekaan Indonesia dan perkembangan seni rupa Indonesia. Di antaranya perang gerilya, Konferensi  Meja Bundar yang kemudian pada 2016 telah dibukukan dan dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia.

Tisna Sanjaya, pengajar di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB sangat kehilangan Srihadi. "Pada tahun 1952 beliau hijrah ke Bandung karena ingin mengikuti pendidikan modern di ITB Bandung saat itu Balai Pendidikan Guru Gambar Universiter, Universitas Indonesia di Bandung. Menjadi dosen FSRD 1959-1998. Beliau salah satu generasi awal, bersama Prof Imam, Prof Pirous, Prof Widagdo yang telah mengemban dan membesarkan nama FSRD ITB dan memperoleh jabatan Guru Besar bidang Seni Lukis tahun 1992, memasuki masa purnabakti tahun 1998," jelas Tisna.


Bagi FSRD, Srihadi adalah contoh figur yang memikiki academic Leadership  dan cultural leadership secara nasional dan internasional. Secara  akademik telah memberi sumbangan besar pengetahuan seni Indonesia. Menjadi salah satu tokoh yang dikenal internasional  dan tercatat dalam sejarah perkembangan Seni Modern Indonesia.

Srihadi juga budayawan nasional yang sangat aktif dan produktif dalam membagi pemikiran dan menghasilkan berbagai karya-karya lukis.

"Dari ratusan kegiatan dan pameran seni serta puluhan pameran tunggalnya, pameran tunggal terakhirnya Februari 2019 lalu di Galeri
Nasional Indonesia berjudul Man and Universe. Seri karya landscape dan horizon. Interpetasi, renungan dan kritik terhadap perjalanan bangsa Indonesia," lanjutnya.

Mempertegas statement budayanya, bentang alam atau landscape adalah renungan. Reungan horizon sebagai batas, manusia kebudayaan dengan jagat raya. Memayu hayuning bawono yang perlu memelihara alam kehidupan ini.

"Hari Selasa lalu beliau berkesempatan mengirimkan foto plakat penghargaan dari Ibu Rektor Prof Reini sebagai pencipta logo ITB dan
menunjukkan foto beliau. Sepulang dari perawatan mengunakan sweater bertuliskan Technische Hoogeschool dan ITB dengan logo Gajah Ganesha rancangannya sambil menjelaskan gambar gajahnya persis seperti logo awal. Begitulah Prof Srihadi yang selalu bangga menjadi bagian dari ITB," kenang Tisna.

baca juga: Srihadi Dianugerahi Penghargaan Tertinggi Borobudur Writers & Cultural Festival 2021

Dianto, salah seorang murid Srihadiyang kini aktif di Taman Budaya Jawa Barat, mengatakan Srihadi seorang guru besar di lingkungan Fakultas Seni Rupa ITB dan maestro perupa Indonesia yang karyanya banyak diburu kolektor dalam dan luar negeri. Karier kesenimanan Srihadi Soedarsono berlangsung panjang, melampaui empat zaman.

"Proses panjang dan berkelanjutan yang ditempuhnya dalam berkarya, menyebabkan karya-karyanya memiliki kecenderungan khas. Periode lukisan yang dibuatnya antara pertengahan tahun 50 hingga 60 an, memperlihatkan pengaruh kuat formalism yang diperolehnya dari Ries Mulder," ucapnya.

Namun memasuki tahun 1970 an Srihadi memasuki fase pencarian baru dan mulai memasukkan unsur simbolik dalam lukisannya selain yang
memperlihatkan respons dirinya atas perubahan situasi sosial maupun politik.

Namun demikian penanda yang khas dari intensi dan artikulasi karya-karyanya cenderung memancarkan suasana kontemplatif. Manifestasi
karyanya yang menyiratkan suasana kontemplatif itu antara lain  muncul dalam bentuk simplifikasi dengan garis horison yang kuat, di samping
figur-figur puitis yang dipengaruhi filosofi 'zen'.

"Selaku salah satu mahasiswa seni lukis yang dibimbing beliau di tahun 80 an akhir, tidak terelakkan saya mengenal dan mengingat satu kalimat khas yang diulang dan digarisbawahinya menjadi semacam catatan kaki, dan bahkan menjadi suatu kata kunci: Coba renungkan! jelasnya.

Bagi Dianto dan rekan lain dalam studio lukis, kata kunci yang kerap terlontar sebagai akhir analisis itu terus terngiang, mengamplifikasi keasadaran terus-menerus dan menjadi keindahan tersendiri.

Srihadi meninggalkan istri Siti Farida dan tiga anak. Sebelum jenazah dibawa ke Jakarta untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, disalatkan di Masjid Salman dan upacara pelepasan jenazah oleh Sekretaris Institut ITB, Prof Widjaja Martokusumo.

Semasa hidupnya Srihadi mendapat tanda jasa dari pemerintah berupa  Bintang Gerilya Republik Indonesia, Satyalencana Perang
Kemerdekaan, Piagam Gerakan Operasi Militer I dan menjadi anggota veteran pejuang kemerdekaan Indonesia.

Selamat jalan guru. Ars longa vita brevis. (N-1)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat