visitaaponce.com

Gerakan Sekolah Menyenangkan Gelar School Expo Tampilkan Praktik Baik Transformasi Pembelajaran

Gerakan Sekolah Menyenangkan Gelar School Expo Tampilkan Praktik Baik Transformasi Pembelajaran
Ajang School Expo yang digelar GSM di Yogyakarta(Dok. Gerakan Sekolah menyenangkan)

SEBAGIAN besar masyarakat menganggap bahwa praktik pembelajaran yang menyenangkan hanya terdapat pada sekolah-sekolah elite. Hal ini menjadikan masyarakat memiliki paradigma adanya eksklusifitas dalam sistem pembelajaran. 

Akan tetapi, hal tersebut tidaklah sepenuhnya benar. Seluruh pelaku pendidikan juga dapat menjalankan praktik-praktik pembelajaran yang menyenangkan sebagai upaya transformasi pendidikan di Indonesia. 

Hal itu ditunjukkan komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) dengan mengadakan School Expo melibatkan puluhan sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

School Expo bertujuan untuk penyebaran cerita titik balik perubahan mindset dan transformasi sekolah melalui praktik-praktik baik, serta pengalaman dan riset para guru dalam mengimplementasikan nilai-nilai GSM. 

Ajang itu juga mengingatkan kembali pada nilai-nilai yang digagas oleh GSM agar sekolah-sekolah di Indonesia menjadi menyenangkan, membangun antusiasme belajar murid, kembali memanusiakan manusia dengan menuntun segala potensi dan bawaan lahiriah manusia untuk keluar, serta mencapai kesempatan yang setara dalam mengakses pendidikan berkualitas (non-kastanisasi). 

Pendiri GSM Muhammad Nur Rizal mengatakan, GSM merupakan komunitas kolaborator dan School Expo menjadi contoh nyata bahwa semua guru dan sekolah adalah penggerak untuk memulai perubahan dan mengimbaskan perubahannya menjadi gerakan bersama menciptakan komunitas belajar profesional secara inklusif. 

"Jadi, di GSM tidak ada label sekolah penggerak atau guru penggerak, karena semua guru dan sekolah adalah pemimpin perubahan. Mereka menyiapkan sekolah masa depan (Sekolah 0.4) sebagai antitesis Revolusi Industri 4.0 yang berpotensi membunuh nilai-nilai kemanusiaan jika tak diwaspadai seksama,” ucap Rizal.

Rizal menambahkan, School Expo merupakan wujud dalam membangun budaya pendidikan baru untuk mengantisipasi perubahan dunia di masa depan yang semakin tak menentu. 

"Segala potensi murid dan guru yang berbeda diberi ruang adil untuk berkembang setara, dan yang terpenting mengedepankan aspek dialogis, daya imajinasi dalam mengkreasikan berbagai karya agar fresh dan orisinil, serta memformulasikan sesuatu yang baru, mudah diadopsi, dan diimplementasikan, tetapi memiliki makna filosofi pendidikan yang tinggi,” imbuh Rizal. 

Baca juga : Sambut Masa Depan, Generasi Muda Harus Punya Jiwa Nasionalisme dan Akhlak

School Expo menampilkan pameran dan festival perubahan-perubahan yang sudah dilakukan oleh sekolah-sekolah, baik penciptaan lingkungan positif, praktik pembelajaran yang multidisiplin berbasis pemecahan masalah, serta penguatan karakter dan kesadaran kritis melalui pembelajaran sosial emosional.  

“Banyak keunikan yang terjadi di School Expo kota Yogyakarta, salah satunya adalah SD Petinggen yang ramai dikunjungi dan menarik perhatian pengunjung. SD ini ramai dikerubungi anak-anak yang terlihat penasaran dengan model pembelajaran yang menarik, ada pembelajaran matematika seperti penjumlahan ratusan menggunakan sedotan, perkalian dengan model roulette, dan belajar perkalian dengan tebak-tebakan,” ujar Sekar, relawan di komunitas GSM. 

School Expo GSM dilakukan selama satu bulan, dari 18 November sampai akhir Desember di 11 daerah di seluruh Indonesia, seperti Supiori Papua, Cirebon, Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang, Boyolali, Semarang, Kalimantan dan lima kabupaten di provinsi DI Yogyakarta. 

Yang menarik, selain dibuka oleh pejabat daerah setempat seperti bupati, kepala dinas pendidikan beserta jajarannya, yang dilibatkan bukan lagi sekolah-sekolah favorit, melainkan sekolah-sekolah pinggiran yang berani berubah dan mengimbaskan ke sekolah-sekolah lainnya. 

“Kami merasa dihargai di GSM, meskipun kami sekolah pinggiran”, tutur salah seorang guru.

Menurut Rizal, di komunitas GSM, para guru mendapatkan pelatihan perubahan mindset, nilai-nilai, konsep dan praktik-praktik pembelajaran yang up to date. 

"Mereka saling berjejaring dan bertukar praktik baik untuk meningkatkan kapasitas mengajar yang berkualitas dan berdampak pada kemampuan akademik, emosi, sosial, fisik dan karakter murid, melalui pendekatan yang lebih individual dan kolaboratif,” tutur Rizal. 

Hal itu juga direkomendasikan oleh lembaga OECD, yakni membangun “powerfull learning community” yang bertujuan untuk terus bertumbuh dan belajar, membangun kultur personal dan profesional dengan melibatkan masyarakat dan stakeholder pendidikan. 

"Sebagai komunitas kolaborator, kegiatan School Expo ini adalah hasil dari gotong royong semua pihak. Anggaran dan pelaksanaannya dilakukan langsung oleh guru-guru itu sendiri, GSM dan stakeholder terkait seperti Dinas Pendidikan atau pihak swasta yang tertarik.  Mereka percaya bahwa perubahan pendidikan harus dilakukan secara mandiri melalui gerakan bersama. Inilah yang dinamakan “Kecerdasan Kolektif”. Bangsa ini butuh “kecerdasan kolektif” untuk bisa sejajar dengan negara-negara lainnya,” pungkas Rizal. (RO/OL-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat