Wamenkes Paparkan Strategi Resiliensi Kesehatan
![Wamenkes Paparkan Strategi Resiliensi Kesehatan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/02/d7b02df8d873ef8defc7678627aaf239.jpg)
WAKIL Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono dalam orasi ilmiahnya pada Upacara Peringatan Dies Natalis Ke-73 Universitas Indonesia (UI) membahas strategi resiliensi kesehatan ketika pola epidemi penyakit di Indonesia berubah dari waktu ke waktu.
"Pada tahun 1990-an teknologi kedokteran mencatat bahwa kematian akibat penyakit disebabkan oleh infeksi. Pola tersebut berubah dua puluh tahun kemudian, yaitu dari pola penyakit infeksi menjadi pola penyakit tidak menular," kata Dante.
Bahkan, lanjut dia, penyakit seperti stroke, penyakit jantung, diabetes, dan sirosis, menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia. Angka kematian akibat penyakit ini mencapai 625 ribu per tahun dengan menelan biaya sebesar Rp14,3 triliun.
Baca juga:Pendidikan Kedokteran Masuk Omnibus Law RUU Kesehatan
Untuk itu, Dante menyebutkan perlunya sinergi dari berbagai pihak, termasuk universitas, untuk menciptakan inovasi demi terwujudnya resiliensi atau ketahanan nasional di bidang kesehatan.
Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul ‘Inovasi Teknologi Kesehatan untuk Membangun Ketahanan Nasional’,Dante menyebut ada tiga strategi inovasi teknologi kesehatan nasional yang digalakkan pemerintah untuk mewujudkan ketahanan di bidang kesehatan.
Tiga strategi tersebut adalah inovasi obat dan alat kesehatan (alkes) untuk meningkatkan produksi lokal, inovasi teknologi digital untuk mengintegrasikan data, dan mendekatkan layanan kesehatan, serta inovasi bioteknologi untuk kedokteran yang lebih presisi.
Ketiga strategi itu, lanjutnya, dapat terlaksana salah satunya melalui sinergi dengan universitas. Universitas sebagai pusat ilmu pengetahuan, berperan penting dalam mendorong inovasi kesehatan. Kerja sama universitas dengan berbagai pihak akan mampu menciptakan ketahanan obat dan alkes, produk digital, dan kedokteran presisi bagi masyarakat.
"Kedokteran presisi akan memberi efek samping yang lebih kecil sehingga secara genomik dokter dapat memberikan obat yang paling cocok kepada pasien," kata Wamenkes.
Selain itu pada kasus kanker payudara misalnya, penyakit ini dulu dideteksi dengan mammografi dan pasien diperiksa pada usia 50 tahun. Dengan kedokteran presisi, mutasi gen BRCA penyebab kanker dapat dideteksi lebih dini. Dengan memetakan gen, mutasi gen BRCA dapat diketahui sehingga penderita dapat diperiksa pada usia 20 tahunan.
(OL-17)
Terkini Lainnya
Korea Selatan Perintahkan Dokter yang Mogok kembali Bekerja
Masuk UGM Lewat SNBT, Persaingan Terketat Ternyata bukan di Prodi Kedokteran
Kabupaten Indramayu Jalankan Program Dokter Masuk Desa
Wakil Indonesia Jadi Pembicara Tamu Kehormatan dalam Profound Health Summit 2024 di Inggris
Tingkatkan Pendidikan Kedokteran, Holding RS BUMN Bersinergi dengan IJN Malaysia
DPR Minta Mobilisasi Dokter Asing Diatur Ketat
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap