visitaaponce.com

Lapor Pak Wapres Korban Gagal Ginjal Belum Terima Bantuan Apapun dari Pemerintah

Lapor Pak Wapres! Korban Gagal Ginjal Belum Terima Bantuan Apapun dari Pemerintah
Safitri (kiri) memperlihatkan foto putranya bernama Panghegar berusia 8 tahun yang masih terbaring sakit akibat gagal ginjal akut.(MI/Usman Iskandar.)

WAKIL Presiden Ma'ruf Amin telah meminta Menteri Kesehatan Budi Gunadi untuk menyantuni ratusan keluarga korban gagal ginjal. Namun, para korban mengaku belum menerima sepeser pun hingga detik ini.

Hal itu diungkapkan oleh Tim Advokasi kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) Siti Habiba. Ia menyebut, sampai detik ini belum ada satu pun bantuan yang turun dari pemerintah untuk korban GGAPA. Banyak dari keluarga korban yang terpaksa menanggung sendiri biaya perawatan dan penyembuhan anak mereka.

“Belum ada penggantian sama sekali dari kemenkes. Sejauh ini belum ada penggantian apa pun. Sampai hari ini, sampai ada kasus baru. Bahkan yang rawat jalan pun untuk beberapa alat medis, yang diperlukan itu mereka beli sendiri. Seperti alat tracheostomy, itu kan alat itu harusnya diganti setiap satu bulan sekali, harganya Rp750 ribu,” ungkap Habiba saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (11/2).

Sebelumnya, kata Habiba, pada November 2022 lalu, DPR sudah mengeluarkan rekomendasi rapat agar Menkes memberikan bantuan dan santunan kepada keluarga pasien yang meninggal dunia dan yang masih dirawat sampai sembuh total. Sudah tiga bulan berlalu, nyatanya belum satupun yang dilaksanakan.

Habiba membantah jika pihaknya menghalang-halangi pemerintah untuk menemui keluarga korban. Sebaliknya, justru pemerintah yang belum pernah sekalipun mengundang Tim Advokasi dan keluarga korban untuk bertemu.

Selain itu, Tim Advokasi sudah memberikan data korban GGAPA  pada 25 Januari 2023 lalu saat audiensi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta. Namun, Kemenkes kembali menanyakan data tersebut.

"DPR meneruskan data itu ke Kemenkes untuk ditindaklanjuti. Kok ditanya lagi data mana, data mana. Berarti ada yang salah dari komunikasi di Kemenkes,” cetusnya.

Gagal ginjal akut diduga kuat akibat cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (EG) yang tidak sesuai ambang batas aman dalam obat sirup. Hingga 5 Februari 2023, tercatat 326 kasus GGAPA dan satu suspek yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Sekitar 200 anak lainnya meninggal dunia.

Sebanyak 25 keluarga yang anaknya menjadi korban kemudian melayangkan gugatan dan meminta pertanggungjawaban kepada pihak-pihak terkait. Hingga saat ini, sidang gugatan class action kasus gagal ginjal akut pada anak telah ditunda selama enam minggu.

Telat ditangani

Habiba juga menyesalkan betapa lambannya respon dan penanganan pemerintah untuk menuntaskan kasus GGAPA. Sudah berbulan-bulan sampai ada kasus baru, kata dia, masih belum terlihat negara menaruh atensi yang besar untuk kasus ini.

“Harapan dari keluarga tentu mereka yang saat ini masih dirawat jalan atau rawat inap itu diberikan pengobatan yang maksimal. Karena kalau mengacu hanya pada apa yang dicover oleh BPJS atau apa yang sudah mereka dapatkan sekarang treatment nya itu tidak cukup membantu. Harapan keluarga itu tolong kembalikan keadaan anak-anak itu utuh dan sembuh tanpa penyakit penyerta,” pesan Habiba.

Dia juga mengungkapkan salah satu korban sudah ada yang divonis untuk kehilangan indera pendengaran untuk selamanya akibat gagal ginjal. Semua itu akibat perawatan yang didapatkan korban hanya seadanya saja. Habiba meminta pemerintah bisa menyoroti kasus ini dengan serius. Ada banyak anak yang harus menderita akibat kelalaian.

“Salah satu ada yang divonis untuk kehilangan indera pendengarannya untuk selamanya. Anak yang terlahir normal, pada akhirnya mereka berkebutuhan khusus karena kasus ini. Kita tidak akan menuntut pemerintah yang aneh-aneh. Kami minta pemerintah untuk bisa melihat bahwa sakit begini karena kelalaian, sistem pengawasannya kebobolan, yang akhirnya menyebabkan anak dan keluarganya menderita sampai hari ini,” tandasnya.

Belum lama ini, dua kasus gagal ginjal teranyar dilaporkan Dinkes Provinsi DKI Jakarta. Salah satu pasien berusia satu tahun yang telah meninggal dunia mengalami demam pada 25 Januari 2023 dan diberikan obat sirop Praxion. Pada 28 Januari anak mengeluh tidak bisa buang air kecil kemudian dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, dan dirujuk ke Rumah Sakit Adhyaksa pada 31 Januari 2023.

Pada 1 Februari, pasien meninggal setelah dibawa ke RS Polri dan dirujuk ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Sementara itu, kasus lain yang masih diselidiki menimpa anak berusia 7 tahun dengan gejala serupa dan masih mendapatkan perawatan.

Pada 6 Februari 2023, Badan POM mengeluarkan perintah penghentian sementara produksi dan distribusi obat yang dikonsumsi pasien hingga investigasi selesai dilaksanakan.

Pada 8 Februari 2023, Badan POM mengumumkan bahwa obat sirop merek Praxion dinyatakan aman dikonsumsi berdasarkan serangkaian pengujian dengan menggunakan tujuh sampel. (H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat