visitaaponce.com

Seperti Kiky Saputri, Penulis hingga Dokter Terkenal Ini juga Memilih Berobat ke Luar Negeri

Seperti Kiky Saputri, Penulis hingga Dokter Terkenal Ini juga Memilih Berobat ke Luar Negeri
Singapore University Hospital(NUH Singapore)

Komika Kiky Saputri menjadi trending topic setelah mencuit tentang perbandingan pengobatan di dalam dan luar negeri. Tak hanya Kiky, ternyata banyak orang juga lebih memilih berobat di negara tetangga daripada di Indonesia. Penulis Clara Ng menjadi salah satu yang demikian.

Penulis cerita fiksi itu membagikan kisahnya yang memillih untuk mengantarkan ayahnya jauh-jauh berobat ke rumah sakit Mount Elizabeth Singapore. Dalam akun Twitternya, Clara mengaku, sebenarnya Indonesia memiliki kemampuan yang hebat, tidak kalah dengan dokter di luar negeri. Namun, satu yang menjadi masalah, yakni komunikasi yang dibangun antara dokter dan pasien.

"Dokter-dokter di Indonesia hebat, pengetahuannya advance. Masalah buat saya cuma satu, sebagian dokter indonesia tidak paham skill berkomunikasi dengan pasien dan pihak keluarga. Mungkin terdengar sepele. Tapi buat bidang kesehatan ini penting," ucar Clara, Minggu, (12/3).

Baca juga: Ini Penyebab Orang Berobat di Luar Negeri

Tidak jauh berbeda dengan Clara Ng, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama mengaku dirinya lebih memilih untuk membeli obat yang harus dikonsumsinya secara rutin dari India.

"Kalau di India obat-obatan juga jauh lebih murah dari di kita, sehingga saya pun sampai sekarang memakan obat rutin yang saya beli dari India, baik titip ke teman maupun beli sendiri ketika saya ke Mumbai dua minggu yang lalu," ucap dia.

Baca juga: Berobat di Luar Negeri Lebih Populer dibanding di Tanah Air

Tjandra membeberkan, ada sejumlah obat yang rutin dibelinya dari India beserta harganya di antaranya atorvastin 10 mg seharga Rp1.300 per tablet, telmisatran 40 mg Rp1.450 pertablet, dan clopidagrel 75 mg Rp1.350 pertablet.

Sementara itu, di Indonesia, harga obat avorsatin 10 mg yakni Rp3.800 pertablet, telmisatran 40 mg Rp5.700 pertablet, dan clopidagrel 75 mg Rp12.700 pertablet.

"Saya rutin membeli obat di India sejak 8 tahun lalu ketika saya di India," imbuh dia.

Tjandra mengakui, untuk beberapa pemeriksaan dan pengobatan tertentu, negara tetangga memang memasang harga yang lebih murah ketimbang Indonesia. Faktor yang memengaruhi tingginya biaya layanan kesehatan di Indonesia ialah harga alat kedokteran yang lebih mahal dibandingkan dengan negara tetangga.

Bahkan, saat dirinya menjabat sebagai Dirketur WHO Asia Tenggara, Tjandra mengaku banyak rekan sejawatnya yang akhirnya pulang ke Indonesia dengan membawa alat kesehatan yang dibeli dari India.

Mengenai hal itu, Tjandra menilai perlu adanya upaya fundamental untuk menyelesaikan masalah, khususnya tentang harga alat kesehatan dan obat-obatan. Dalam hal ini, Tjandra menilai perlu ada kebijakan yang dianalisa dan diambil oleh pemerintah untuk mengatasinya.

"Juga jelas perlu ada keberpihakan kebijakan pemerintah untuk semua insan kesehatan agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik tetapi juga dapat menjalani kehidupannya dengan baik. Saling salah menyalahkan dan atau membela diri tidak akan menyelesaikan masalah," ucap dia.

Dokter Indonesia Kompeten

Mengenai keahlian dokter yang kurang kompeten, Tjandra membantah hal itu. Ia menilai bahwa secara umum kemampuan dokter di Indonesia sama baiknya dengan negara tetangga. Bahkan, tidak sedikit dokter dan pakar kesehatan asal Indonesia mendapatkan apresiasi dan terlibat dalam peran penting di berbagai organisasi internasional.

"Tentu saja ada variasi dalam tenaga dan pelayanan kesehatan di negara kita antara tempat satu dengan yang lainnya. Hanya saja secara umum sebenarnya pelayanan kesehatan terus memabik dari waktu ke waktu dan perlu terus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan ilmu," ucap dia.

Di luar polemik mengenai hal itu, Tjandra menilai saat ini bukanlah waktunya untuk berdebat tentang siapa yang lebih benar. Menurutnya, semua pihak harus bersama-sama menciptakan sistem kesehatan yang nyaman bagi semua pihak.

Beberapa hal yang perlu diperbaiki di antaranya ialah manajemen pengaturan yang lebih baik di fasilitas layanan kesehatan, termasuk koordinasi antartenaga dan unit kerja di institusi pelayanan kesehatan kita.

"Tentu juga disertai keramahan pelayanan serta penerapan prinsip dasar hospitality yang baik," kata Tjandra.

(Z-9)


 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat