visitaaponce.com

Ketum PP Muhammadiyah Puasa Ramadhan Jangan Jadi Ibadah Rutinitas

Ketum PP Muhammadiyah: Puasa Ramadhan Jangan Jadi Ibadah Rutinitas
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir(MI/Susanto)

MENJELANG Ramadan 1444 Hijriyah, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan, puasa merupakan proses pembentukan ketakwaan yang secara ideal melahirkan spiritualitas utama dan luhur. Puasa tidak boleh hanya menjadi ibadah rutinas tahunan, tetapi mesti ada signifikansi peningkatan kualitas diri setiap umat Islam.

Ia menguraikan beberapa poin penting terkait nilai-nilai spiritualitas ibadah puasa.  Pertama, puasa momentum untuk semakin dekat dengan Allah.

"Puasa sebagai bagian dari ibadah mahdlah merupakan aktivitas yang hanya boleh dilakukan karena Allah. Tunduk dan patuh kepada Allah dengan menjalankan ibadah puasa merupakan satu langkah untuk menjadi insan yang baik. Insan yang tidak mungkin tergoda melakukan perkara-perkara yang dilarang agama seperti risywah, namimah, dan madzmumah," pesan Haedar Nashir dalam siaran persnya, Selasa (21/3).

Orang yang dekat dengan Allah, lanjut Haedar, ia tidak akan menyimpang, tidak akan korupsi. Ia tidak akan menyeleweng dan melakukan hal-hal buruk lainnya.

"Dengan puasa akan terjadi gerakan spiritualitas tertinggi, di mana setiap muslim akan terjaga hidupnya," ucap Haedar.

Kedua, puasa momentum untuk membiasakan akhlak mulia. Allah mengutus Nabi Saw untuk menyempurnakan akhlak manusia. Puasa merupakan salah satu cara untuk membentuk akhlak yang mulia. Orang yang berpuasa secara sungguh-sungguh, seluruh jiwanya akan tunduk dengan penuh kepasrahan kepada Allah Subhanawata'ala.

Mereka akan senantiasa menyebarkan pesan-pesan kebaikan disertai dengan perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral.

"Puasa dijadikan sarana untuk menundukkan diri agar kita tidak menjadi orang-orang yang berlebihan, karena puasa mengajarkan kita untuk belajar untuk tidak berlebihan. Sikap hidup mewah bertentangan dengan kebiasaan dan kebaikan puasa maupun ajaran agama secara keseluruhan," ujar Haedar.

Ketiga, puasa momentum menjaga persatuan dan persaudaraan. Orang yang berpuasa pandai mengendalikan diri terutama dari emosi amarah dan kebencian. Segala bentuk pertengkaran dan permusuhan akan dijauhi. Sekalipun terdapat perbedaan paham yang begitu hebat, orang yang berpuasa akan senantiasa cinta damai dan persaudaraan.

Di dalam diri orang yang berpuasa, tidak ada tempat yang tersisa bagi para pemuja amarah dan pemantik konflik.

"Puasa mengajarkan hidup damai, rukun, dan diajarkan untuk hidup bersatu dan bersaudara. Puasa harus melahirkan gerakan sosial kebangsaan yang membuat kita kaum muslim sebagai kekuatan perekat bangsa, dan pembawa perdamaian yang mencegah konflik," kata Haedar.

Keempat, puasa momentum untuk hidup penuh toleran. Perbedaan penentuan tanggal untuk hari-hari besar umat Islam, misalnya, tidak perlu menjadi bahan olok-olokan."Puasa seharusnya menjadikan diri kita insan yang tasamuh, toleran, membawa pada ukhuwah. Dengan toleran, kita hidup saling
menghormati. Maka, para ilmuwan, ulama, mubaligh, dan semuanya, ketika menemui perbedaan, kita harusnya semakin dewasa dan tasamuh," tegasnya.

Haedar berharap dengan hadirnya puasa Ramadan ini melahirkan pribadi-pribadi yang luhur dan utama, yaitu menjadi orang yang semakin dekat dengan Allah, terbiasa melakukan perilaku akhlak mulia, senantiasa menjaga persatuan dan persaudaraan, dan membangun kehidupan yang penuh
toleran di antara perbedaan. (N-3)

Baca Juga: Arti La Tahzan Innallaha Ma’ana, Makna serta Keutamaan Menghibur Orang yang Sedih

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat