visitaaponce.com

Thrifting Bawa Petaka bagi Industri Tekstil Lokal

THRIFTING, kata yang terdengar keren dan gaul ini sering kali digunakan anak muda pada masa kini. Istilah ini sebenarnya merujuk pada kegiatan berburu pakaian bekas bermerek yang kerap kali dilakukan masyarakat. Biasanya aktivitas ini sering dilakukan di pasar-pasar tradisional, seperti di Pasar Senen, Jakarta.

Thrifting seperti menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat. Hal ini bukan tanpa alasan. Mudahnya mendapatkan barang bermerek dengan harga murah jadi alasan utama. Sering kali kata 'gengsi' menjadi salah satu alasan pemburu pakaian bekas masih terus bermunculan.

Hukum dasar ekonomi

Jika kalian siswa IPS di bangku SMA, kalian pasti mengetahui istilah supply and demands. Tidak mungkin ada suatu barang jika tidak ada permintaan, begitu pun sebaliknya. Hukum ini yang kemudian berlaku pada keberadaan pakaian bekas yang kerap kali mewarnai berbagai pasar tradisional.

Baca juga: Pedagang Thrifting di Senen Diizinkan Berjualan hingga Produk Habis

Bahkan, beberapa orang yang datang ke Pasar Senen biasanya membeli pakaian bekas ini dalam bentuk bal-balan. Dari hasil pembelian ini, orang tersebut akan mencoba menjual kembali barang itu secara daring maupun luring. Hal ini yang menyebabkan tidak jarang pakaian bekas ini juga kita temukan di berbagai e-commerce yang ada di Indoensia.

Tingginya peminat ini kemudian yang membawa pakaian bekas terus masuk ke Indonesia secara ilegal. Terlihat dari data yang dikeluarkan BPS, pada 2019 terdapat 416,73 ton pakaian bekas yang masuk ke Indonesia, pada 2020 mencapai 65,91 ton, 2021 7,94 ton, dan 2022 mencapai 26,22 ton.

Pakaian bekas ini biasanya masuk dari berbagai negara di dunia. Tidak jarang barang bekas ini kita peroleh dari berbagai negara maju. 

Baca juga: Pemprov Jabar Terus Pantau Thrifting

Misalnya, masih menurut BPS, Amerika Serikat (AS) menjadi negara pengimpor pakaian bekas terbanyak dengan jumlah 169.300 ton, disusul Jepang 23.100 ton, Korea Selatan 18.200 ton, Jerman 11.200 ton, dan Australia 6.500 ton. 

Nah, menariknya, AS dan Jepang sebenarnya merupakan negara yang paling banyak menerima pakaian bekas dari Indonesia. Fakta menarik lainnya ialah AS sebenarnya sangat menyukai produk-produk tekstil yang berasal dari Indonesia.

Buntungnya industri tekstil lokal

Pelaku thrifting memang bisa mendapatkan pakaian dengan harga terjangkau. Bahkan, tidak jarang dengan harga yang miring ini mereka bisa mendapatkan baju-baju bermerek. Keuntungan ini kemudian yang menjadi magnet dan daya tarik tersendiri bagi penggemar thrifting.

Namun, hal sebaliknya justru terjadi pada industri tekstil lokal. Banyaknya masyarakat yang melakukan thrifting justru membuat industri tekstil buntung. 

Bahkan, industri tekstil saat ini seperti sudah jatuh tertimpa tangga. Ketidakpastian ekonomi membuat menurunnya ekspor produk tekstil ke luar negeri. Hal ini kemudian diperparah dengan maraknya thrifting sehingga semakin memperburuk kondisi industri tekstil.

Hal ini terlihat dari kinerja industri tekstil yang dikeluarkan BPS. PDB industri tekstil dan pakaian jadi Indonesia berdasarkan harga berlaku pada triwulan II 2022 sebesar Rp50.669,80 miliar, kemudian jumlah ini menurun pada triwulan III 2022 menjadi Rp50.634,80 miliar, dan semakin menurun pada triwulan IV 2022 menjadi Rp50.824,20 miliar.

Kondisi serupa juga terjadi pada persentase pekerja industri tekstil. Dari keseluruhan sektor industri pada 2019 industri tekstil menyumbang 1% dari jumlah pekerja. Jumlah itu kemudian menurun pada 2020 menjadi 0,86% dan terus menurun pada 2022 menjadi 0,82%.

Pemerintah lindungi industri tekstil

Langkah pelarangan impor pakaian bekas sebenarnya merupakan langkah tepat yang dilakukan pemerintah. Gerak cepat pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag No 18 tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Dilarang Impor menjadi suatu bentuk tanggung jawab pemerintah agar tidak memperburuk kondisi industri tekstil di Indonesia. Selain untuk melindungi pelaku industri, hal ini juga dilakukan untuk melindungi konsumen.

Tidak jarang pakaian bekas yang berasal dari luar negeri tidak mendapatkan penanganan yang tepat. Misalnya, tidak ada standardisasi dalam kebersihan pakaian. Hal ini sangat berbahaya karena bisa saja pakaian yang datang ke Indonesia itu membawa penyakit dari luar negeri.

Atas dasar-dasar ini kemudian pemerintah bergerak secara agresif untuk mencegah bertambahnya jumlah pakaian bekas dari luar negeri. 

Selain melakukan pemberhangusan pada berbagai gudang yang menyimpan pakaian bekas, pemerintah juga berupaya melakukan pengetatan di berbagai pelabuhan. Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas Belawan, dan Pelabuhan Cikarang menjadi fokus utama pemerintah dalam menghalau pakaian bekas di pelabuhan. (Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat