visitaaponce.com

Ini Tantangan Penyediaan Perawatan Hemofilia di Indonesia

Ini Tantangan Penyediaan Perawatan Hemofilia di Indonesia
Ilustrasi - ada 4 tantangan perawatan hemofilia di Indonesia.(Antara)

PENYEDIAAN perawatan untuk penderita hemofilia di Indonesia masih menghadapi jumlah tantangan. Menurut Dokter Spesialis Anak Konsultan Hematologi Onkologi Novie Amelia Chozie ada empat tantangan penanganan penyakit ini. 

"Tantangannya antara lain kurangnya kesadaran masyarakat mengenai hemofilia, kurangnya fasilitas laboratorium untuk uji inhibitor faktor, kurangnya ahli hemofilia dan tim komprehensif multidisiplin, dan keterbatasan pembiayaan BPJS untuk tata laksana," kata Novie, Selasa (18/4).

Hemofilia adalah kelainan perdarahan langka yang bersifat genetik. Penyakit ini ditandai dengan kekurangan faktor pembekuan dalam darah, sehingga mengakibatkan pendarahan yang sebagian besar terjadi di sendi dan otot.

Baca juga: Kenali Hemofilia, Ini Gejala, Penyebab, dan Aturan Makan

Padahal mencegah pendarahan merupakan aspek penting dari penanganan penyakit ini. Pasalnya membantu meminimalkan risiko episode perdarahan yang berpotensi mengancam jiwa dan menyebabkan komplikasi kerusakan sendi yang dapat menyebabkan cacat permanen.

"Pedoman dari World Health Organization (WHO) dan World Haemophilia Foundation (WFH) merekomendasikan terapi profilaksis reguler dengan penggantian faktor pembekuan," ujar Novie.

Baca juga: Obat Demam di Apotek yang Cepat Menurunkan Suhu Tubuh

Penyakit langka ini disebabkan kerusakan gen yang mengatur produksi faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII (hemofilia A) atau faktor IX (hemofilia B), meskipun pada sekitar sepertiga kasus disebabkan oleh mutasi spontan.

Mutasi genetik yang terjadi pada hemofilia mempengaruhi kromosom X. Kelainan pada kromosom X kemudian diturunkan oleh ayah, ibu, atau kedua orang tua kepada anak.

Hemofilia yang bergejala biasanya terjadi pada laki-laki. Anak perempuan lebih sering menjadi pembawa (carrier) gen abnormal yang berpotensi untuk diwariskan kepada keturunannya.

Hemofilia diperkirakan terjadi pada sekitar 1 per 10 ribu orang, dengan jumlah total 400 ribu orang di seluruh dunia.

Di Indonesia, hemofilia masih jarang mendapatkan perhatian. Walaupun, studi pada 2021 menemukan jumlah pasien hemofilia di Indonesia mencapai 27.636 kasus. Sayangnya hanya 2.425 pasien atau kurang dari 10% yang terdiagnosa sebagai hemofilia A dan mendapatkan perawatan.

Data BPJS Kesehatan 2020 menunjukkan hemofilia menduduki peringkat keenam penyakit yang paling banyak memakan anggaran Dana Jaminan Sosial (DJS).

"Untuk mencegah pendarahan di pasien hemofilia, sangatlah penting untuk menjalankan terapi profilaksis, yaitu pemberian faktor pembekuan secara rutin walaupun tidak ada perdarahan, untuk meminimalkan risiko perdarahan pada pasien hemofilia. Jika terjadi perdarahan akut, faktor pembekuan harus diberikan dalam waktu 2 jam untuk mencegah perburukkan dan komplikasi, serta meminimalkan perawatan intensif," jelasnya. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat