visitaaponce.com

Menag Minta Secepatnya Sajikan Bubur Kacang Hijau untuk Jemaah Haji

PEMERINTAH cepat merespons keluhan jemaah haji lanjut usia (lansia) soal menu makanan yang sulit mereka konsumsi. Untuk itu Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas meminta perbaikan menu bagi mereka.

"Saya minta carikan alternatif bisa bubur atau yang lain. Saya dapat laporan sudah mulai disiapkan rice cooker-rice cooker, beberapa penginapan khusus untuk nasi buat nasi lansia," tutur Menag, setiba di Kantor Daerah Kerja Mekkah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Senin (19/6/2023) malam.

Menag menekankan makan khusus untuk jemaah lansia sangat penting agar stamina mereka terjaga. Jangan sampai mereka tidak bisa mengonsumsi makanan yang diberikan untuk jemaah.

Baca juga: Persiapan Puncak Haji 90% Rampung

"Saya dengar lansia ini tidak cocok (menunya), dengan kondisi fisik sudah tidak bisa tergigit karena jemaah lansia sebagian sudah enggak ada giginya," tutur Menag.

Menu yang dipertimbangkan untuk jemaah lansia antara lain bubur kacang hijau. Menag meminta menu itu disajikan secepatnya untuk sarapan.

Baca juga: Laksanakan Tarwiyah, Jemaah Haji Tanggung Sendiri Konsekuensi

"Kalau bisa besok saya minta besok. Katanya sudah ada beberapa perusahaan yang siap untuk menyiapkan bubur kacang hijau. Kalau mungkin, besok bisa dilakukan karena perintahnya baru tadi," ungkap Menag.

Ia mengatakan kedatangannya ke Mekkah untuk meninjau kesiapan pelayanan kepada jemaah Indonesia dalam pelaksanaan ibadah haji. Seluruh layanan mulai dari akomodasi, transportasi, hingga katering bakal diceknya dalam rapat bersama jajaran pimpinan PPIH, malam itu juga.

Hari ini, Selasa (20/6), Menag akan menghadiri muktamar tentang fiqih kemudahan-kemudahan ibadah haji bagi jemaah lansia yang diselenggarakan pemerintah Arab Saudi. Kemudian, esok hari kembali ke Tanah Air.

"Baru nanti 24 (Juni) saya full di sini sebagai amirul hajj dan memimpin pelaksanaan ibadah haji jemaah Indonesia," tutur Menag.

Menu Armina

Di sisi lain, menu bubur sudah dipersiapkan untuk sarapan jemaah haji selama fase puncak haji di Arafah – Muzdalifah – Mina (Armina). Sajian bubur meliputi bubur kacang hijau, kacang merah, serta ketan hitam.

Selain itu, jemaah akan mendapatkan sejumlah menu siap saji, seperti mangut lele, rendang ayam, rendang daging, semur, dan gulai ikan.

Sajian menu nusantara yang akan dihidangkan kepada jemaah haji Indonesia saat puncak haji itu disiapkan Masyariq atau Muassasah. Untuk memastikan cita rasa dan kualitas makanannya, PPIH Arab Saudi melakukan uji rasa makanan.

“Kami barusan melakukan mealtest dengan pihak Masyariq untuk layanan konsumsi jemaah haji selama di Masyair, Arafah – Muzdalifah – Mina. Kita merasakan rasa makanan yang akan disajikan seperti apa,” terang Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief di kantor Masyariq, Mekkah, Senin siang.

Menu masakan yang diuji rasa tersebut dalam bentuk makanan siap saji. Jenis ini disiapkan agar lebih memudahkan saat pelayanan di Armina. Apalagi, kata Hilman, rasa makanan juga terjaga.

Terkait proses pendistribusiannya, Hilman mengatakan bahwa itu akan dilakukan tim Masyariq. Menu lauk siap saji ini akan dipadu dengan nasi putih yang dikemas dalam boks. Jemaah haji juga akan mendapatkan buah-buahan dan air mineral seperti yang mereka dapat saat di hotel Mekah.

Hilman menambahkan, menu masakan siap saji ini merupakan produk Indonesia. Pihak masyariq selaku mitra Kemenag bekerja sama dengan perusahaan di Indonesia dalam proses penyediaannya.

Ketua PPIH Arab Saudi 1444 H Subhan Cholid menambahkan, selama di Armina, jemaah haji Indonesia akan mendapatkan 15 kali makan. Ada dua jenis makanan yang diberikan, yaitu: makanan siap saji dan makanan yang dimasak di dapur-dapur yang ada di Arafah dan Mina.

Menu makanan siap saji ini diberikan kepada jemaah pada waktu-waktu tertentu. Pertama, makan siang pada 8 Zulhijah. Ini bersamaan dengan pergerakan jemaah dari Mekkah menuju Arafah.

“Dengan menu ini, maka begitu jemaah datang, sudah langsung tersedia makanan,” ujar Subhan.

Kedua, makan siang pada 9 Zulhijjah (saat puncak wukuf). Ini dimaksudkan agar jemaah tidak disibukkan oleh antrean mendapatkan makanan dan bisa fokus beribadah.

Ketiga, makan malam pada 9 Zulhijah, tepatnya pada saat jemaah akan mulai bergerak menuju Muzdalifah. “Pada proses pergerakan seperti ini, dibutuhkan distribusi makanan yang praktis dan mudah disajikan,” ujar Subhan.

Keempat, sarapan pagi pada 10 Zulhijah, saat jemaah baru tiba di Mina. Ini juga dimaksudkan agar begitu jemaah tiba di Mina, sudah ada makanan.

Kelima, makan siang pada saat jemaah akan meninggalkan Mina, baik pada 12 Zulhijah untuk Nafar Awal maupun 13 Zulhijah untuk Nafar Tsani.

“Di luar jam-jam itu, makanan di Armina akan disajikan secara reguler berupa masakan yang dimasak di dapur-dapur yang ada di Arafah dan Mina,” pungkas Subhan. (Z-3)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat