visitaaponce.com

Tersisa 9 Tahun, Perubahan Iklim di Indonesia Belum Diatasi Dengan Cepat

Tersisa 9 Tahun, Perubahan Iklim di Indonesia Belum Diatasi Dengan Cepat
Ilustrasi(AFP)

PERUBAHAN iklim bukan lagi hanya menjadi isu atau tantangan. Perubahan iklim, kini, menjadi ancaman nyata bagi umat manusia. Hal itu diungkapkan Founder sekaligus Chief Komunitas Kebijakan Luar Negeri Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal dalam puncak konferensi Indonesia Net-Zero 2023. 

“Perubahan iklim itu bukan isu atau tantangan. Perubahan iklim itu adalah ancaman nyata bagi manusia. Ini bukan hanya masalah bagi Amerika, Jepang, dan negara maju lainnya. Ini masalah terbesar yang dihadapi umat manusia sepanjang sejarah,” ungkap Dino, di Djakarta Theater, Jakarta, Sabtu (24/6).

Dalam pemaparannya, Dino mengungkapkan Indonesia cukup lambat dalam mengatasi perubahan iklim. Padahal, tambah Dino, dari kalkulasi yang dilakukan saintis, dunia hanya punya cadangan 36 miliar gigaton karbon untuk menaikkan suhu rata-rata dunia hingga 1.5 derajat Celcius.

Baca juga: Perubahan Iklim Berpengaruh pada Meningkatnya Kasus Rabies

Sedangkan, emisi per tahun di dunia, tercatat 4 miliar gigaton karbon per tahun. Oleh karena itu, pada rata-rata ini, dunia hanya memiliki waktu 9 tahun saja, untuk menghabiskan cadangan tersebut, untuk menaikkan suhu rata-rata 1.5 derajat Celcius. 

“Perjanjian Paris menjanjikan untuk menargetkan 1.5 derajat Celcius. Namun, kalau dijumlahkan, dengan aktivitas kita saat ini, itu bisa naik 3.2 derajat Celcius,” tutur Dino. 

“Banyak yang meremehkan, ‘kalau naik 1-2 atau 3 derajat Celcius itu, emangnya separah apa sih’. Orang sering lupa, kalau ice age (periode es) itu, turunnya hanya 2-3 derajat Celcius. Jadi, kalau naik 3 derajat Celcius, bisa sepanas apa,” sambungnya. 

Baca juga: KTT Paris Desak Perombakan Sistem Keuangan Global

Menurut Dino, Indonesia masih tergolong lambat dalam mengatasi permasalahan perubahan iklim. Padahal, apabila melihat waktu yang ada, Indonesia dan dunia hanya memiliki kurang dari 1 dekade tersisa. 

“Umat manusia berpacu dengan waktu, dalam 10 tahun terakhir, suhu terpanas yang tercatat di muka Bumi ini, terjadi di 10 tahun terakhir. Kita terlalu lambat untuk melakukan tindakan. Dari progres kita sekarang, sudah seharusnya kita 5 kali lebih cepat untuk reforestasi, 22 kali lebih cepat untuk beralih ke EV, dan 5 kali lebih cepat untuk tidak lagi menggunakan batu bara dibanding sekarang,” tutur Dino. 

Kebijakan politik yang masih labil, ditambah angin politik yang belum menentu arahnya menyusul Pemilu 2024, membuat gambaran dalam mengatasi masalah perubahan iklim, di Indonesia, masih alot. Oleh karena itu, Dino berharap pemimpin yang nantinya terpilih, haruslah yang menaruh perhatian pada isu iklim. 

“Perubahan iklim itu, berbeda dengan tantangan yang pernah kita hadapi sebelumnya. Kali ini, semuanya itu, di atasnya ada perubahan iklim. Namun, ini jadi peluang. Karena, bangsa yang paling untung adalah mereka yang paling cepat bergerak. Bangsa yang dari awal dan menyiasati peluang itu, adalah yang menang dalam menghadapi dunia Net-Zero,” tegasnya. (Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat