visitaaponce.com

Bayar Kuliah Mahal, Mahasiswa ITB Ditawari Pinjol dengan Bunga 1,75 Persen

Bayar Kuliah Mahal, Mahasiswa ITB Ditawari Pinjol dengan Bunga 1,75 Persen
Suasana kawasan gedung Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB, Bandung.(Antara)

LINI masa ramai membicarakan isu ratusan mahasiswa yang menunggak pembayaran studi akibat tingginya uang kuliah tunggal (UKT) di Institut Teknologi Bandung (ITB). Perbincangan menjadi lebih hangat karena pihak rektorat ITB menawarkan skema pinjaman daring atau pinjaman online (pinjol) yang bekerja sama dengan lembaga keuangan fintech melalui sistem bunga sebesar 1,75% per bulan.

Tawaran ini ditujukan bagi para mahasiswa yang tidak sanggup membayar UKT dan terancam tidak bisa mengisi formulir rencana studi (FSR). Padahal, seyogyanya Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi salah satu tumpuan masyarakat untuk dapat mengakses pendidikan yang berkualitas dan terjangkau.

Kepala Biro Komunikasi dan Humas ITB Naomi Haswanto menjelaskan bahwa saat ini telah banyak perguruan tinggi negeri maupun swasta yang menerapkan kerjasama dengan perusahaan fintech peer to peer lending PT Inclusive Finance Group atau Danacita dalam pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT), salah satunya ITB.

“Pembayaran UKT Mahasiswa ini memiliki opsi-opsi pilihan, mau bayar cara apa, semua ada ditangan mahasiswa yang bersangkutan karena mahasiswa memiliki alternatif tatacara pembayaran. Sebetulnya sistem ini tidak asing lagi, di banyak kampus PTN dan PTS lain menggunakan sistem yang sama, kerjasama dengan Danacita,” ujarnya saat dihubungi Media Indonesia pada Senin (29/1).

Naomi mengatakan bahwa sejak Agustus 2023, ITB telah bekerjasama dengan sebuah Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) /non bank yang terdaftar dan diawasi OJK. LKBB yang dimaksud ini khusus bergerak di bidang Pendidikan. Selain ITB, terdapat 43 PTN/PTS yang bekerjasama dengan LKBB yang dimaksud.

“Mengenai kerjasama ITB dengan Lembaga Keuangan Bukan Bank, saat ini ITB secara resmi hanya dilakukan dengan Danacita. ITB menyadari tidak semua orang dapat meminjam uang ke bank karena harus memiliki agunan, dan tidak semua orang memiliki kesempatan membayar melalui fasilitas mencicil via kartu kredit, sehingga dapat memilih sistem lain (system financial technology) yang dipilih sendiri sesuai kemampuan,” jelasnya.

Hingga Akhir Januari 2024, Naomi menyebut belum banyak mahasiswa ITB yang mengakses layanan pinjaman tersebut. Kendati tak menyebutkan jumlah data spesifik, Naomi mengatakan bahwa pihaknya terus menyediakan berbagai akses bagi mahasiswa untuk pembayaran UKT agar tak terjadi cuti atau pemberhentian sistem belajar.

“Mahasiswa yang berfikiran positif dapat menerima sistem tersebut. Hingga kini ada mahasiswa yang memanfaatkan tapi jumlahnya sangat kecil, pihak Danacita yang lebih mengetahui,” ungkapnya.

Menurut laman resminya, Danacita saat ini telah menanggung sebanyak 27.440 pengguna dan bermitra dengan 148 mitra pendidikan dengan tenor mulai dari 6 bulan, 12 bulan hingga 24 bulan. Adapun total dana pendidikan yang telah disalurkan Rp 375.996.260.883. Selain bunga 1,3% per bulan, mahasiswa juga akan dikenakan biaya persetujuan di awal sebesar 3 persen dari pinjaman yang disetujui (minimal Rp 100 ribu).

Lebih lanjut, Naomi memaparkan pada kasus tunggakan semester 1 terdapat 145 mahasiswa jalur SM-ITB/IUP dengan total biaya Rp2.926.275.000 dan 598 mahasiswa Jalur SNBP & SNBT dengan total biaya sebesar Rp1.442.250.000. Dikatakan bahwa hal itu menjadi prioritas utama untuk dibantu dan diberikan beasiswa untuk keringanan semester ini.

“ITB berkomitmen menyediakan solusi bagi mahasiswa jalur SNBP dan SNBT untuk dapat melanjutkan pendidikan walau dengan keterbatasan dan kesulitan yang dihadapi,” imbuhnya.

Naomi juga menjelaskan bagi mahasiswa yang mengalami kendala membayar UKT dapat mengajukan keringanan yang dibuka sejak Desember tahun 2023 hingga Januari 2024. Sebanyak 1.800 orang telah mengajukan keringanan membayar UKT di Desember tahun 2023.

“1.492 orang diberikan keleluasaan untuk mencicil biaya pendidikan, 184 orang diberi kebijakan penurunan besaran UKT satu semester dan 124 orang penurunan UKT permanen hingga lulus,” kata dia.

Diketahui, mahasiswa ITB berkewajiban membayar UKT setiap semester berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 25 tahun 2020. Bagi mahasiswa yang diterima di jalur seleksi nasional berdasarkan prestasi (SNBP) dan seleksi nasional berbasis tes (SNBT) maka pembiayaan kuliah dilakukan melalui 5 kategori UKT dari UKT terendah satu hingga tertinggi di angka lima. Mereka yang masuk melalui jalur mandiri harus membayar penuh.

“ITB tidak memberikan subsidi bagi mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri dan international undergraduate program. Namun bagi mahasiswa mandiri pemegang kartu Indonesia pintar yang berasal dari daerah tertinggal, terluar, terdepan dikecualikan. Untuk kategori ini ITB membebaskan biaya pendidikannya di ITB,” ungkapnya.

Menanggapi hal tersebut, Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi, Kemendikbud Ristek, Nizam menegaskan bahwa misi PTN adalah untuk menyediakan pendidikan tinggi yang berkualitas dan inklusif.

“Tidak boleh ada mahasiswa yang tidak dapat melanjutkan kuliah hanya karena alasan ekonomi. Kami meminta agar pihak kampus mencari solusi skema pendanaan yang baik, aman, dan tidak menambah masalah ekonomi mahasiswa, serta untuk melindungi mahasiswa dari jeratan utang,” kata Nizam.

Lebih lanjut, Nizam menambahkan bahwa pemerintah melalui Kemdikbud Ristek telah menyediakan dukungan dalam bentuk KIP Kuliah yang jumlah dan sasarannya bertambah setiap tahun. Anggaran KIP Kuliah pada 2023 saja dikatakan mencapai sebesar Rp11,7 triliun dan diberikan kepada 893.005 mahasiswa. Sementara untuk 2024, mencapai Rp13,1 triliun diberikan kepada 964.946 mahasiswa.

“Dukungan melalui KIP Kuliah tentu tidak dapat mencukupi semua hal. Maka kami berharap kampus agar dapat membantu mahasiswa yang membutuhkan pendanaan melalui gotong royong semua pihak, alumni, program corporate social responsibility (CSR) dari mitra dunia usaha dan dunia industri, juga dukungan dunia perbankan dan lembaga keuangan dengan skema yang tidak memberatkan,” pungkas Nizam.

Sementara itu, anggota DPR RI Komisi X, Dede Yusuf menyarankan agar ITB dan kampus-kampus PTN-BH segera membuat konsep student loan atau pinjaman mahasiswa dengan bunga 0% melalui kerjasama Perguruan Tinggi dan bank negara.

“Di luar negeri student loan di mana loannya itu 0% bunga, karena konsepnya bukan mencari keuntungan dari siswa, tapi konsepnya negara berinvestasi pada siswa. Investasi sumber daya manusia, mereka harus bisa menyelesaikan kuliah, pendidikan tanpa terbebankan soal bunga, pinjaman," ucap Dede.

Menurut Dede mengenyam pendidikan merupakan hak bagi masyarakat sehingga pemerintah harus hadir dengan membuat konsep pendidikan tinggi semakin inklusif dengan skema pembiayaan yang meringankan mahasiswa.

“Ini harus segera dipikirkan, ini PR bagi Menteri Pendidikan agar bisa memberikan instruksi kepada kampus-kampus untuk segera membuat yang namanya student loan, ini tidak boleh berupa pinjol. Kalau pinjol ini kan sekarang kita tahu lebih banyak mudarat, daripada manfaatnya,” ungkapnya.

Menanggapi hal tersebut, Naomi mengatakan pihaknya dan berbagai perguruan tinggi justru akan sangat terbantu bila sistem tersebut bisa diimplementasikan. Namun lanjut Naomi, konsep tersebut tidak bisa dijalankan jika tak ada dorongan dan landasan aturan yang sah. Sehingga dalam hal ini, Naomi meminta agar pemerintah dan DPR ikut serta mendorong aturan tersebut.

“Karena ini konteksnya PTN dan PTS secara nasional, kami meminta Bapak Dede Yusuf di komisi X memberikan petunjuk dan arahan kepada kami di Akademik dan kepada Bank. Kami juga memohon Direktur Kelembagaan dari Dikti menyuarakan dan mengeluarkan permen untuk mendukung upaya penerapan studi loan dengan bunga 0 persen dengan pihak Bank,” ujarnya.

Tinjau Ulang Status PTN-BH

Terpisah, pakar kebijakan pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Cecep Darmawan mengatakan bahwa apa yang terjadi di ITB dengan biaya pendidikan di perguruan tinggi semakin meningkat disebabkan oleh UU 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang telah mengubah status perguruan tinggi negeri sebagai badan hukum publik yang otonom atau disebut Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH).

“Artinya kampus diberikan hak penuh untuk melakukan komersialisasi dalam mengelola keuangan. Tetapi PTN BH jangan dimaknai sebagai pelepasan tanggung jawab pemerintah yang kemudian diserahkan seluruhnya ke perguruan tinggi,” ujarnya.

Cecep tak menafikan bahwa sistem PTN-BH yang mengharuskan perguruan tinggi mengelola operasional secara mandiri dengan bertumpu pada investasi seringkali menemui berbagai tantangan salah satunya dalam mengelolah biaya pendidikan sehingga memberatkan mahasiswa dan meningkatkan resiko pemberhentian studi.

“Seharusnya perguruan tinggi diberi arahan dan keleluasaan mandiri untuk mencari pemasukan tetapi bukan dari mahasiswa tetapi dari pola kerjasama, CSR, hasil riset dan inovasi yang dipatenkan bagaimana intellectual capital bisa dijual menjadi pemasukan bagi perguruan tinggi, salah satunya untuk memberikan bantuan kepada mahasiswa yang tidak mampu,” jelas Cecep.

Selain itu, Cecep menambahkan bahwa pemerintah harus mengevaluasi kembali berbagai perguruan tinggi dengan status PTN-BH yang bermasalah dalam mengelolah sistem operasionalnya.

“Jika perguruan tinggi dengan status PTN-BH tidak mampu mengolah manajemen dan tidak bisa menghasilkan IG yang sesuai, maka pemerintah harus meninjau ulang, kalau perlu status PTN-BH itu seharusnya bisa dicabut. Pemerintah harus serius meninjau ulang status PTN-BH di berbagai universitas,”ungkapnya.

Kendati demikian, Cecep mengatakan bahwa kampus memang menawarkan solusi seperti beasiswa dan bantuan lain bagi mahasiswa ekonomi kelas bawah. Akan tetapi, mahasiswa dengn ekonomi kelas menengah kerap kali terabaikan dan tidak bisa masuk dalam kriteria bantuan yang ditawarkan.

“Kelas menengah ini masyarakat yang sudah tidak lagi hidup di bawah garis kemiskinan, tetapi masih rentan jatuh miskin jika sewaktu-waktu terjadi guncangan. Mereka merasakan beratnya membayar UKT tapi disisi lain tidak bisa terjangkau bantuan atau beasiswa, klasifikasi ini yang seharusnya menjadi target perhatian pemerintah,” ujarnya. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat