visitaaponce.com

Sub-PIN Polio Terus Berlangsung, Kemenkes Pantau Kejadian Anak dengan Gejala

Sub-PIN Polio Terus Berlangsung, Kemenkes Pantau Kejadian Anak dengan Gejala
Pelaksanaan Sub-PIN Polio di Semarang, Jawa Tengah(Antara/Makna Zaezar)

TARGET cakupan pelaksanaan Sub-Pekan Imunisasi Nasional Polio putaran pertama di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, telah tercapai. 

Namun, cakupan tersebut belum merata di seluruh wilayah lantaran masih ada 13 wilayah dengan cakupan imunisasi di bawah target yang ditetapkan.

Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan Prima Yosephine mengatakan target cakupan pelaksanaan sub-Pekan Imunisasi Nasional (Sub PIN) Polio telah selesai dilaksanakan dan mencapai target 100% atau sebanyak 8,8 juta anak telah menerima dosis pertama imunisasi polio tambahan di wilayah KLB seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sleman, DIY. Saat ini, proses putaran kedua Sub PIN Polio masih berjalan.

Baca juga : IDAI Sebut KLB Polio di Jawa Bakal Jadi Bom Waktu

“Sudah mendapatkan dosis kedua imunisasi polio tambahan. Putaran kedua masih berlangsung untuk memastikan agar semua sasaran mendapatkan 2 dosis imunisasi polio tambahan secara lengkap. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per tanggal 27 Februari 2024c secara nasional kita juga sudah mencapai target putaran kedua yaitu sebanyak 99,1% atau sebanyak 8,4 juta anak,” ungkapnya saat dihubungi Media Indonesia pada Rabu (28/2).

Prima menjelaskan setelah pelaksanaan Sub-PIN Polio di berbagai daerah, pihaknya bersama dinas kesehatan setempat akan terus melakukan pengawasan terhadap kasus anak umur di bawah 15 tahun yang berpotensi mengalami polio dengan tanda mengalami kelumpuhan dan bersifat lemas/layuh bukan disebabkan oleh trauma. 

Kasus-kasus ini akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan apakah penyebab lumpuhnya adalah virus polio.

Baca juga : KLB Polio, Kemenkes Lakukan Imunisasi Massal Pekan Depan

“Untuk mengantisipasinya kami juga telah menyediakan perlindungan melalui pemberian imunisasi polio tambahan sebanyak dua dosis bagi sasaran anak usia 0 – 7 tahun tanpa memandang status imunisasi sebelumnya dalam kegiatan Sub PIN Polio. Mengingat pelaksanaan Sub PIN Polio dilakukan selama satu pekan, maka setiap hari dilakukan pemantauan dan memberikan umpan balik terhadap capaian cakupan imunisasi dan penggunaan logistik,” ungkapnya.

Sehingga Prita berharap setiap masalah yang ada dapat segera diidentifikasi dan ditindaklanjuti. 

“Selain itu, pemerintah juga melakukan penguatan surveilans kasus lumpuh layuh akut, dan serta penguatan imunisasi polio dan imunisasi rutin lainnya di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Baca juga : Diare Penyebab Kematian Tertinggi Anak setelah Pneumonia

Prita mengungkapkan sejauh ini ada berbagai tantangan dari Kemenkes dan tenaga kesehatan dalam menghadapi dan merealisasikan capaian dari pelaksanaan Sub-PIN Polio. Mulai adanya resistensi masyarakat sehubungan dengan kekhawatiran terjadinya reaksi efek samping hingga asumsi masyarakat mengenai pentingnya polio.

“Asumsi masyarakat saat ini justru mengatakan bahwa Indonesia sudah bebas polio sehingga tidak menganggap penting imunisasi polio. Untuk memastikan agar kegiatan Sub PIN berjalan dengan baik dan mencapai target, ada beberapa strategi dilakukan seperti memberikan edukasi dan sosialisasi serta monitoring dan menggandeng berbagai mitra. Peran serta lintas sektor, terutama pemuka agama dan masyarakat, masih belum optimal,” ungkapnya.

Prita menjelaskan, vaksin yang digunakan dalam kegiatan Sub PIN Polio saat ini adalah vaksin nOPV2 untuk mengatasi KLB Polio tipe 2 di wilayah Jatim, Jateng dan Sleman, DIY. Dikatakan bahwa Vaksin yang digunakan telah mendapat izin dari WHO dan Badan POM. Vaksin iPV2 ini sudah mendapat kajian keamanan, mutu dan manfaat dari BPOM serta relatif lebih stabil.

Baca juga : Kemenkes Catat Ada Transmisi Polio di 21 Provinsi

“Sub PIN Polio dilakukan dengan pemberian 2 dosis imunisasi polio tetes tambahan bagi seluruh anak usia 0 sampai 7 tahun. Imunisasi ini diberikan tanpa memandang status imunisasi sebelumnya, dengan target cakupan imunisasi minimal 95 persen,” ungkapnya.

Selain imunisasi, Prima mengimbau agar masyarakat bisa menjaga perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang juga menjadi kunci penting dalam pencegahan penularan virus polio di masyarakat. Hal itu karena cara penularan virus polio ini melalui feses atau kotoran manusia.

“Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti buang air besar (BAB) di jamban dengan septic tank memadai, membuang sampah popok bayi di tempat sampah, dan cuci tangan dengan sabun sebelum makan serta setelah buang air merupakan hal penting yang harus kita lakukan untuk mencegah penularan virus polio ini,” ujarnya.

Baca juga : Pekan Imunisasi Dunia 2023, GSK Ajak Kejar Imunisasi Lindungi Generasi Emas

Terpisah, Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan penularan polio khususnya dengan adanya temuan kasus cVDPV2 (Circulating vaccine-derived poliovirus type 2), harus ada kewaspadaan yang lebih tinggi dari masyarakat.

”OPV mengandung virus polio yang dilemahkan yang bila masuk ke sistem pencernaan akan membentuk imunitas dengan pembentukan antibodi sehingga Vaccine-derived poliovirus ini terjadi jika situasi galur atau strain virus polio bermutasi dari galur atau strain yang ada di dalam virus polio dari vaksin yang diteteskan (vaksin polio oral/OPV), namun hal ini dapat secara genetik berubah atau bermutasi yang akhirnya dapat beredar di komunitas,” ujarnya.

Sehingga menurut Tjandra, perlu diperkuat adanya pengadaan sanitasi di setiap rumah hingga pemberian vaksinasi yang berkala. (Z-5

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat