visitaaponce.com

Pemerintah Jalin Kerja Sama Dekarbonisasi untuk Ciptakan Kota Rendah Emisi di Indonesia

Pemerintah Jalin Kerja Sama Dekarbonisasi untuk Ciptakan Kota Rendah Emisi di Indonesia
ILUSTRASI(123RF )

DEKARBONISASI kawasan perkotaan menjadi salah satu upaya krusial untuk mengurangi emisi karbon serta mewujudkan kawasan yang berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan Paris Agreement atau Persetujuan Paris untuk mencapai target nir emisi karbon.

Kawasan perkotaan merupakan pusat aktivitas padat karbon yang turut aktif menyumbang emisi karbon ke atmosfer bumi. Berbagai aktivitas dan populasi yang tinggi dan padatnya bangunan dan penggunaan energi yang intensif telah berkontribusi pada peningkatan emisi gas rumah kaca.

Tren penambahan suhu global yang mencapai 1,1 derajat celcius sepanjang periode 1901 hingga 2020 membawa perubahan besar terhadap ekologi, termasuk kehidupan manusia. Menurut data Climate Transparency 2022, tercatat emisi karbon langsung dan emisi karbon tidak langsung dari sektor pembangunan di Indonesia masing-masing menyumbang 4,6% dan 24,5% dari total emisi karbon dioksida terkait energi.

Baca juga : BNI Raih Tiga Penghargaan ESG

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja sama dengan Kementerian Federal Jerman untuk Urusan Ekonomi dan Aksi Iklim (Bundesministerium für Wirtschaft und Klimaschutz/BMWK) dalam upaya mendukung proses dekarbonisasi kawasan perkotaan melalui program Sustainable Energy Transition in Indonesia (SETI).

Upaya tersebut merupakan pondasi penting dalam rangka memenuhi kebutuhan energi sejalan dengan upaya mitigasi dampak perubahan iklim untuk kehidupan saat ini dan masa depan yang lebih baik. Program ini melibatkan anggota konsorsium yang terdiri dari Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) di Indonesia, Yayasan Indonesia Cerah, Institute for Essential Services Reform (IESR), dan WRI Indonesia.

Manajer Program Sustainable Energy Transition in Indonesia (SETI), Institute for Essential Services Reform (IESR), Malindo Wardana menjelaskan, salah satu inisiatif penting dari SETI adalah Urban Energy Lab yang memiliki tujuan untuk mengembangkan ekosistem energi lokal yang berkelanjutan di lingkup perkotaan, khususnya di beberapa kota yang terpilih.

Baca juga : Kurangi Emisi Karbon, GRP Resmikan PLTS Atap Berkapasitas 9,3 MWp

“Ini bertujuan untuk mendukung lingkungan binaan yang lebih baik dan berkelanjutan. Kriteria pemilihan kota-kota yang akan menjadi proyek SETI meliputi potensi energi terbarukan di wilayah tersebut, program keberlanjutan yang sudah ada, serta kesediaan kota-kota tersebut untuk mengimplementasikan dekarbonisasi energi di sektor bangunan,” ujar Malindo dalam keterangan pers yang diterima Media Indonesia pada Jum’at (11/4).

Pada kesempatan acara Focus Group Discussion Urban Energy Lab SETI, Malindo menuturkan bahwa proses penentuan kota percontohan (pilot) untuk program SETI dilaksanakan melalui tahap membentuk jaringan (network) kota-kota yang berpotensi.

“Kota-kota yang tergabung dalam jaringan kota berpotensi tersebut, kemudian akan dipilih oleh Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM & konsorsium SETI sebagai kota pilot,” ungkapnya.

Baca juga : Berkat Kinerja Aksi Iklim Sistematis, Indonesia Raih Pengakuan Internasional

Selanjutnya, kota-kota pilot tersebut akan mendapatkan dukungan tambahan berupa kegiatan mempertemukan (matchmaking) antar pemilik/pengelola bangunan dengan perusahaan layanan energi (energy service company), pengembangan kapasitas seperti sertifikasi manajer energi/auditor energi, pembuatan model perencanaan energi terintegrasi, dan pelatihan manajemen data energi.

Koordinator Kelompok Bimbingan Teknis dan Kerjasama Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Hendro Gunawan mengatakan, melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2009 menjadi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2023 tentang Konservasi Energi yang dikerjakan pemerintah, hal ini menjadi langkah konkret untuk mengatur penggunaan energi yang hemat, rasional dan bijaksana.

Pada regulasi tersebut dijelaskan bahwa sektor bangunan dengan batas penggunaan energi lebih dari atau sama dengan 500 TOE (Ton Oil Equivalent) per tahun memiliki kewajiban bersama untuk melakukan manejemen energi.

Baca juga : Indonesia Jadi Contoh Internasional dalam REDD+ dan RBP Emisi Karbon

“Pemerintah daerah turut memiliki kewajiban untuk menerapkan manajemen energi pada bangunan yang dimiliki, dikelola dan dibiayai melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) maupun anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD),” kata Hendro.

Hendro juga menyinggung adanya aturan yang menguatkan kewenangan daerah provinsi dalam memanfaatkan energi terbarukan di daerah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Sub Bidang Energi Baru Terbarukan.

“Saya berharap keberadaan peraturan tersebut dan pelaksanaan program SETI akan dapat mendukung pemerintah daerah dalam menerapkan efisiensi energi pada bangunan, serta upaya peningkatan pemanfaatan energi terbarukan pada bangunan/gedung, sehingga dapat mengurangi dampak perubahan iklim dan membangun lingkungan berkelanjutan,” pungkasnya. (S-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat