visitaaponce.com

Presiden Rusia, Iran, Turki akan Bahas Perang Suriah di Teheran

Presiden Rusia, Iran, Turki akan Bahas Perang Suriah di Teheran
Presiden Rusia Vladimir Putin, i Presiden Iran Ebrahim Raisi, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.(AFP/Mikhail Metzel dan Gabriel Bouys/berbagai sumber.)

DENGAN perang di Ukraina yang masih berkecamuk, Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan perjalanan pada Selasa (19/7) ke Teheran. Ini untuk Putin berbicara dengan rekan-rekannya dari Iran dan Turki mengenai konflik Suriah.

Rusia, Turki, dan Iran dalam beberapa tahun terakhir bertemu untuk membahas Suriah sebagai bagian dari proses perdamaian Astana untuk mengakhiri lebih dari 11 tahun konflik di negara Arab. Ketiganya terlibat di Suriah. Rusia dan Iran mendukung rezim Damaskus melawan lawan-lawannya. Turki mendukung pemberontak.

KTT pada Selasa datang ketika Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengancam akan meluncurkan serangan baru di Suriah utara terhadap gerilyawan Kurdi. Iran, yang Presiden Ebrahim Raisi menjadi tuan rumah pertemuan itu, memperingatkan bahwa setiap tindakan militer Turki di Suriah dapat menggoyahkan kawasan.

KTT Teheran juga akan memungkinkan Erdogan untuk mengadakan pertemuan pertamanya dengan Putin sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari. Presiden Turki selama berbulan-bulan menawarkan untuk bertemu dengan pemimpin Rusia dalam upaya membantu menyelesaikan ketegangan global yang meningkat sejak perang dimulai.

"Waktu KTT ini bukan suatu kebetulan," kata analis Rusia Vladimir Sotnikov kepada AFP. "Turki ingin melakukan operasi khusus di Suriah seperti Rusia menerapkan operasi khusus di Ukraina," katanya.

Turki meluncurkan gelombang serangan ke Suriah sejak 2016. Ia menargetkan milisi Kurdi serta jihadis kelompok ISIS dan pasukan yang setia kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Lampu hijau? 

Serangan militer yang direncanakan Erdogan menargetkan pejuang Kurdi yang dianggap Ankara sebagai teroris. Mereka termasuk Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) yang didukung AS dalam koalisi internasional melawan kelompok ISIS di Suriah.

Ankara khawatir kehadiran Kurdi yang kuat di sepanjang perbatasannya dengan Suriah akan menguatkan Partai Pekerja Kurdistan yang dilarang. Selama beberapa dekade partai itu melancarkan pemberontakan terhadap Turki yang merenggut puluhan ribu nyawa.

Pemerintah Suriah telah berulang kali mengutuk ancaman Turki untuk melakukan serangan baru. Sinan Ulgen, seorang sarjana tamu di Carnegie Europe yang berspesialisasi dalam kebijakan luar negeri Turki, mengatakan bahwa Ankara menginginkan restu dari Moskow dan Iran sebelum meluncurkan operasinya. "Ini sangat penting karena dua wilayah target potensial berada di bawah kendali Rusia dan Turki ingin dapat menggunakan wilayah udara untuk meminimalkan risiko," katanya.

Iran, "Juga memiliki kehadiran tidak langsung di kawasan itu melalui milisi Syiah yang dikendalikannya," kata Ulgen. Pada akhirnya, Erdogan berharap mendapatkan lampu hijau dari Putin dan Raisi.

Rusia telah menyatakan harapan bahwa Turki akan menahan diri dari meluncurkan serangan ke Suriah. Iran, yang menteri luar negerinya Hossein Amir-Abdollahian mengunjungi Ankara dan Damaskus dalam beberapa pekan terakhir, juga mendesak agar berhati-hati.

Destabilisasi

Akhir bulan lalu, diplomat top Iran mengatakan di Ankara, "Kami memahami bahwa mungkin diperlukan operasi khusus."
"Kekhawatiran keamanan Turki harus ditangani sepenuhnya dan permanen." Beberapa hari kemudian, Amir-Abdollahian mengatakan di Damaskus bahwa aksi militer Turki di Suriah akan menjadi elemen destabilisasi di kawasan. 

Baca juga: Iran Punya Kemampuan Teknis Bikin Bom Nuklir dan Serang Israel

Mazloum Abdi, kepala komandan Pasukan Demokratik Suriah yang terkait dengan YPG, telah mendesak Rusia dan Iran untuk menahan Turki. "Kami berharap (serangan) tidak akan terjadi dan orang Kurdi tidak akan ditinggalkan selama pembicaraan antara kekuatan besar," katanya. SDF telah memperingatkan bahwa invasi oleh Ankara akan merusak upaya untuk memerangi kelompok jihadis ISIS di timur laut Suriah. 

Nicholas Heras dari Newlines Institute mengatakan Iran dan Rusia ingin mencegah kampanye militer Turki lain di Suriah. "Iran sedang membangun kehadiran di dan sekitar Aleppo yang menyangkut Turki. Rusia untuk semua maksud dan tujuan menyerahkan tanah ke Iran di seluruh Suriah," tambahnya.

Untuk analis politik Iran Ahmad Zeidabadi, perbedaan baru muncul antara Rusia, Iran, dan Turki setelah perang Ukraina. Ini dan, "Masa depan yang tidak pasti," katanya, berarti ketiga pemimpin akan mencoba untuk mengoordinasikan pandangan mereka tentang Suriah untuk menghindari ketegangan lebih lanjut. (AFP/OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat