visitaaponce.com

Kuda Hitam Menangi Pilpres Guatemala

Kuda Hitam Menangi Pilpres Guatemala
Bernardo Arevalo berhasil memenangkan pemilihan presiden (Pilpres) Guatemala, meski dibayangi sejumlah kasus pidana.(AFP)

CALON presiden yang tidak diunggulkan, Bernardo Arevalo memenangkan pemilihan presiden (Pilpres) Guatemala. Kontestasi yang digelar pada Minggu (20/8), ini dihiasai kontroversi karena Arevalo dibayangi sejumlah kasus pidana.

"Kandidat presiden dari Partai Semilla ini memperoleh 59% suara dari total 95% surat suara telah dihitung," menurut hasil resmi dari badan pemilihan nasional Guatemala, TSE.

Saingan terberatnya, mantan ibu negara Sandra Torres, berada di urutan kedua dengan 36%. Arevalo tidak diunggulkan pada seluruh jajak pendapat dan berada di urutan kedua dalam pemilihan putaran pertama pada Juni.

Baca juga: Ketakutan Warnai Pemilihan Presiden di Ekuador 

Menjelang pemungutan suara, pengamat dan sekutu asing menyampaikan kritik usai penegak hukum Guatemala melancarkan sejumlah penyelidikan terhadap Arevalo. Mereka menilai terdapat upaya untuk menjegal Arevalo berkuasa dengan cara-cara kotor.

Jaksa agung Guatemala bahkan mencoba mendiskualifikasi Arevalo dan memerintahkan penggerebekan di kantor partainya dan badan pemilihan selama masa kampanye.

Baca juga: Junta Niger Janjikan Masa Transisi Tiga Tahun

Setelah putaran pertama ditandai dengan jumlah pemilih yang rendah dan suara yang tidak sah, TSE melaporkan tingkat partisipasi pemilih mencatatkan rekor tertinggi. Banyak pemilih sudah muak dengan kemiskinan, kekerasan, dan korupsi yang telah melumpuhkan negara Amerika Tengah itu.

Itu mendorong ribuan warga beremigrasi untuk mencari kehidupan yang lebih baik, banyak di antaranya ke Amerika Serikat. "Anda tidak bisa lagi tinggal di mana pun, karena ada begitu banyak kejahatan," keluh Maria Rac, ibu rumah tangga berusia 66 tahun, seorang suku Maya yang memilih di kota San Juan Sacatepequez, 30 kilometer dari barat ibu kota.

Pengemudi truk Efrain Boch, 47, memberikan suara di kota yang sama, memohon kepada pemerintah baru untuk memberantas korupsi. Arevalo, putra presiden pertama yang terpilih secara demokratis di negara itu, Juan Jose Arevalo, mengecam wabah politisi korup selama kampanye.

"Kami telah menjadi korban, mangsa, politisi korup selama bertahun-tahun. Memilih berarti mengatakan dengan jelas bahwa rakyat Guatemala yang memimpin negara ini, bukan koruptor," kata Arevalo, seorang sosiolog dan mantan diplomat berusia 64 tahun.

Jaksa penuntut yang mengincarnya, Rafael Curruchiche, yang dijatuhi sanksi oleh Washington karena korupsi mengatakan dia membuka potensi lebih banyak penggeledahan dan kemungkinan penangkapan Arevalo setelah pilpres.

Pada penutupan pemungutan suara, TSE melaporkan tidak ada insiden signifikan selama pemungutan suara. Torres, dari partai tradisional kiri-tengah, menjanjikan program kesejahteraan dan berbagai subsidi untuk orang miskin.

Namun, dia juga memenangkan dukungan dari sayap kanan dan evangelis, yang meningkatkan retorika konservatif sosialnya, dan dipandang mewakili kaum mapan.

"Kekuatan politik tradisional bertaruh pada Torres, karena Arevalo dipandang sebagai risiko bagi kelangsungan sistem," kata analis politik Arturo Matute kepada AFP.

Petani Maya Brigido Chavix, 57, mengatakan dia tidak mendukung Arevalo, "tetapi saya memilih dia karena kami menginginkan wajah baru. Wanita itu (Torres) sudah lama berbicara tentang kebijakan, kebijakan, dan dia tidak pernah melakukannya."

Torres, 67, mantan istri mendiang presiden sayap kiri Alvaro Colom, telah gagal dalam usaha ketiganya untuk menjadi presiden.

Menjelang hasil pemungutan suara, dia mengecam beberapa dugaan kecurangan selama pemungutan suara namun tanpa memberikan bukti. Sebelum pemilihan, dia meragukan objektivitas dewan pemilihan negara, menuduhnya condong ke partai Arevalo.

Dia telah mengecap Arevalo sebagai orang asing karena dia lahir di Uruguay saat ayahnya berada di pengasingan. Arevalo akan menggantikan Presiden sayap kanan Alejandro Giammattei yang tidak populer, yang secara konstitusional dibatasi untuk satu masa jabatan.

Di bawah Giammattei, beberapa jaksa yang memberantas korupsi telah ditangkap atau dipindahkan ke pengasingan. Dia juga menindak jurnalis yang kritis.

"Para koruptor secara bertahap menguasai semua lembaga negara," kata mantan jaksa agung Claudia Paz y Paz - yang sekarang berada di Kosta Rika - kepada AFP.

Guatemala memiliki tingkat kemiskinan, malnutrisi, dan kematian anak terburuk di Amerika Latin, menurut Bank Dunia. Tingkat pembunuhan adalah salah satu yang tertinggi di dunia, dengan banyak pembunuhan dikaitkan dengan kekerasan geng terkait perdagangan narkoba. (AFP/Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat