visitaaponce.com

Iran Kecam Nobel Perdamaian Mohammadi

Iran Kecam Nobel Perdamaian Mohammadi
Penerima nobel perdamaian Nagress Mohammadi(AFP)

JURU bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengutuk Nobel Perdamaian yang diberikan kepada Mohammadi sebagai langkah bermotif politik.

"Komite Nobel Perdamaian telah memberikan Hadiah Perdamaian kepada seseorang yang telah dihukum karena berulang kali melanggar hukum dan melakukan tindakan kriminal," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Nasser Kanani dalam sebuah pernyataannya. 

Dia menuduh beberapa pemerintah Eropa termasuk Norwegia memiliki kebijakan anti-Iran dan intervensionis.

Menurutnya, keputusan Komite Nobel Perdamaian didasarkan pada pendekatan yang tidak konvensional dan selektif, Kanani menambahkan keputusan itu adalah mata rantai lain dalam rantai tekanan dari kalangan Barat terhadap Iran

Lanjutnya, memberikan penghargaan kepada Mohammadi hanya akan membuat Republik Islam Iran bertekad untuk mengejar kebijakan independennya.

Dalam sebuah pernyataan tertulis kepada The New York Times, yang tampaknya ditulis sebelum pengumuman penghargaan tersebut, Mohammadi mengatakan bahwa dukungan global dan pengakuan atas advokasi hak asasi manusianya membuatnya lebih mantap, lebih bertanggung jawab, lebih bersemangat dan lebih penuh harapan.

Dia juga berharap penghargaan ini akan membuat warga Iran yang memprotes perubahan menjadi lebih kuat dan terorganisir.

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan sejumlah pemimpin dan pejabat tinggi negara Barat telah mengucapkan selamat kepada aktivis Iran Nargess Mohammadi, karena telah memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian.

"Komitmen Nargess Mohammadi untuk membangun masa depan yang layak didapatkan oleh perempuan dan semua orang di Iran merupakan inspirasi bagi semua orang di mana pun yang memperjuangkan hak asasi manusia dan martabat manusia," ujar Biden dalam pernyataannya.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa penghargaan yang diberikan kepada Mohammadi merupakan pengingat penting bahwa hak-hak perempuan menghadapi tekanan yang kuat, baik di Iran maupun di tempat lain.

"Penghargaan ini merupakan penghargaan bagi semua perempuan yang memperjuangkan hak-hak mereka dengan mempertaruhkan kebebasan, kesehatan, dan bahkan nyawa,” tulisnya di Twitter.

Narges Mohammadi, 51, adalah wakil kepala dan juru bicara Pusat Pembela Hak Asasi Manusia, sebuah organisasi non-pemerintah yang didirikan oleh Shirin Ebadi, peraih Nobel Perdamaian tahun 2003, dan beberapa orang lainnya pada tahun 2001.

Pihak berwenang Iran tidak pernah mengizinkan pendaftaran resmi organisasi yang memenangkan Penghargaan Hak Asasi Manusia 2003 dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Prancis dan selalu mempersekusi para anggotanya.

Namun sebuah akun Instagram yang telah diberi wewenang untuk memposting atas nama Mohammadi mengucapkan terima kasih kepada semua orang atas pesan ucapan selamat setelah berita tersebut muncul.

Dia mengatakan bahwa tidak mungkin untuk berbicara dengannya karena para tahanan politik di bangsal tempat ia ditahan tidak diizinkan untuk melakukan panggilan telepon pada hari Kamis dan Jumat.

Kandidat Hadiah Nobel Perdamaian Iran tahun ini juga merupakan perempuan, termasuk aktivis yang tinggal di Amerika Serikat, Masih Alinejad, aktivis hak asasi manusia Nasrin Sotudeh, serta Elaheh Hamedi dan Niloufar Mohammadi, dua wartawan yang telah dipenjara lebih dari satu tahun karena melaporkan kematian Mahsa (Jina) Amini dalam tahanan polisi moralitas pada bulan September tahun lalu.

Putra Mohammadi, 16, Ali Rahmani, mengatakan kepada media bahwa penghargaan ini adalah milik semua orang Iran, tidak milik ibunya. Keberhasilan ini atas perjuangan mereka, dan dirinya bangga dengan ibunya.

Pada tahun 2015, Ali dan saudara kembarnya, Kiana, harus meninggalkan negara itu untuk bergabung dengan ayah mereka, Taghi Rahmani, seorang jurnalis dan mantan tahanan politik, karena ibu mereka akan mulai menjalani hukuman penjara selama sepuluh tahun. Mereka memilih tempat tinggal yang aman dari gangguan pihak berwenang.

Rahmani harus melarikan diri dari Iran pada tahun 2012 setelah berulang kali ditangkap dan dipenjara selama bertahun-tahun. Anak-anak Mohammadi telah tinggal di Prancis sejak saat itu dan tidak pernah memiliki kesempatan untuk bertemu dengan ibu mereka lagi.

Pihak berwenang juga telah berulang kali menghukum Mohammadi dengan menolak mengizinkannya berbicara dengan anak-anak dan suaminya. Ali, menyebut bahwa dia belum pernah berbicara dengan ibunya selama dua puluh bulan. (iranintl/Z-8)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat