visitaaponce.com

Lemhannas Bahas Lanskap Strategis Asia Tenggara Era Geopolitik 5.0

Lemhannas Bahas Lanskap Strategis Asia Tenggara Era Geopolitik 5.0
Laksamana Madya TNI Maman Firmansyah selaku Plt Gubernur Lemhannas RI (dua dari kiri).(Dokpri.)

ASIA Tenggara sebagai mandala persimpangan menjadi salah satu rute perdagangan padat dan sumber daya alam paling menarik. Dalam sejarah, Asia Tenggara tercatat sebagai bagian dari kompetisi pengaruh negara adidaya mulai abad 15. Pergeseran koloni dari Spanyol, Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang menjadi ciri khas fase pertama geopolitik,yaitu pra Perang Dunia I yang berkaitan dengan kompetisi perluasan kekuatan darat dan laut. 

"Periode antara Perang Dunia I dan II menandai masuknya fase geopolitik selanjutnya. Fase itu terpusat pada kekuatan di Eropa yang ditentukan oleh kekuatan axis versus sekutu. Hal ini berdampak pada negara-negara jajahan di Asia Tenggara era kolonialisme berakhir dan munculnya negara-negara merdeka baru," ujar Laksamana Madya TNI Maman Firmansyah selaku Plt Gubernur Lemhannas RI dalam Seminar Nasional yang bertajuk Lanskap Strategis Asia Tenggara di Era Geopolitik 5.0 di Jakarta pada Rabu (15/11).

Fase geopolitik ketiga ditunjukkan selama masa Perang Dingin, lanjut Maman, dengan pertarungan hegemon antara Uni Soviet dan Amerika Serikat. Setelah perang Vietnam, Asia Tenggara menjadi salah satu titik proksi perseteruan dua hegemon. Ketika Perang Dingin berakhir, persaingan negara-negara beralih pada perebutan sumber daya,terutama energi dan unipolaritas global di bawah Pax America. 

Baca juga: ACE YS Siap Dorong Indonesia Jadi Pemimpin Industri Kreatif di ASEAN

Munculnya pembangunan kekuatan ruang angkasa menandai fase geopolitik keempat. Memasuki tahun 2000-an, kekuatan siber muncul sebagai akibat dari kemajuan teknologi bersama dengan kekuatan ekonomi baru seperti Tiongkok. Negara-negara bersaing untuk menguasai sumber daya melalui kontrol rantai pasok (konektivitas) sebagai ciri era geopolitik fase kelima (geopolitik 5.0). Hal ini disebabkan disrupsi teknologi dan ketidakpastian global seperti pandemik. 

Asia Tenggara juga tak luput terpengaruh dalam dinamika konflik konektivitas pada jalur maritim maupun rantai kerja sama ekonomi. Kekuatan siber dan konektivitas menjadi elemen penting dalam kompetisi dan kerja sama global. Stabilitas keamanan maritim menunjukkan konektivitas karena merupakan cara utama untuk menghubungkan rantai pasok dan rute perdagangan di seluruh dunia. 

Baca juga: ASEAN DSE 2023 Berdayakan Perusahaan Sosial Kalangan Generasi Muda

Begitu pula kekuatan siber dan digital yang telah menjadi enabler dalam pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor lain. Maman menyampaikan takdir geopolitik Asia Tenggara yang punya peran penting dalam stabilitas global dengan posisi yang strategis dan sebagai penghubung rantai pasok global. 

Dengan berubahnya karakteristik dan instrumen geopolitik, Maman berharap para narasumber dapat berdiskusi dan bertukar pandangan mengenai relevansi peran dan posisi kawasan Asia Tenggara di era geopolitik 5.0. Kegiatan yang diselenggarakan secara hibrida tersebut menghadirkan narasumber dari beberapa perwakilan kedutaan besar negara sahabat dan akademisi, di antaranya Konselor Politik Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia Kyle A. Richardson, Wakil Duta Besar India untuk Indonesia Basir Ahmed, perwakilan Kementerian Perekonomian dan Pembangunan Jepang Ueda Hajime, ahli pertahanan dan dosen Universitas Bina Nusantara Curie Maharani Savitri, dan dosen senior Universitas Islam Internasional Indonesia Moch Faisal Karim. Seminar yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengkajian Ideologi dan Politik ini merupakan bagian dari rangkaian seminar yang diselenggarakan oleh Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI sejak Mei 2023. (RO/Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat