visitaaponce.com

Hari Kartini jadi Momentum Pemerintah Tuntaskan Regulasi Perlindungan Perempuan

Hari Kartini jadi Momentum Pemerintah Tuntaskan Regulasi Perlindungan Perempuan
Hari Kartini jadi momentum pengingat pemenuhan hak perempuan(MI)

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menjelaskan bahwa peringatan Hari Kartini harus menjadi momentum para pemangku kepentingan dan masyarakat untuk menuntaskan pekerjaan rumah dalam pemenuhan hak-hak perempuan yang diperjuangkan selama ini.

“Di era saat ini semangat perjuangan RA Kartini harus terus dikobarkan dalam berbagai upaya pemenuhan hak-hak perempuan di sejumlah bidang kehidupan,” kata perempuan yang akrab disapa Ririe itu dalam keterangan tertulisnya pada Minggu (21/4), dalam rangka menyambut Hari Kartini.

Menurut Ririe, terdapat sejumlah upaya terkait pemenuhan hak-hak perempuan yang hingga kini masih terus diperjuangkan seperti afirmasi keanggotaan 30% perempuan di parlemen, kepastian perlindungan pekerja rumah tangga, yang mayoritas perempuan, melalui penuntasan pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), dan penuntasan RUU Masyarakat Hukum Adat yang diharapkan melindungi hak-hak perempuan adat.

Baca juga : Yuk Teladani Sikap Raden Ajeng Kartini

“Pada periode 2019-2024, jumlah perempuan yang menjadi anggota DPR RI baru mencapai 21%. Sedangkan proses pembahasan RUU PPRT dan RUU Masyarakat Hukum Adat hingga kini masih tertahan di parlemen. Peran aktif para perempuan dan segenap lapisan masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak mereka dalam kehidupan berbangsa, sangat dibutuhkan,” ungkapnya.

Menurut Anggota Komisi X Dapil II Jawa Tengah itu, semangat perjuangan RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi perempuan di masa lalu harus menjadi pemahaman bersama masyarakat untuk diamalkan dalam keseharian.

“Hari Kartini yang diperingati setiap tahun harus mampu terus memperbaharui semangat setiap anak bangsa untuk mendukung pemenuhan hak perempuan di Indonesia. Dengan menghidupkan kembali semangat RA Kartini dan para perempuan pejuang pendahulu bangsa, pemenuhan hak dan peningkatan peran perempuan di Indonesia dalam proses pembangunan dapat diwujudkan,” tandasnya.

Baca juga : Sejarah Hari Kartini 21 April dan Perjuangan Emansipasi Wanita

Terpisah, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan memaknai peringatan hari Kartini dengan mengapresiasi pengesahan Peraturan Presiden No. 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 12 Februari 2024. Salah satu perubahannya adalah penambahan Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak dan Pidana Perdagangan Orang (Dittipid PPA dan PPO) untuk memberikan layanan keadilan bagi perempuan, anak dan kelompok rentan.

“Kita tahu bahwa kebutuhan penanganan kasus-kasus yang melibatkan perempuan, baik sebagai korban, saksi, maupun tersangka, terutama dalam pengambilan keterangan dan pemeriksaan fisik menjadikan polisi butuh kehadiran bukan saja polisi perempuan sebagai penyidik, tapi juga unit yang betul-betul memberikan perhatian khusus kepada persoalan itu,” ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani.

Komnas Perempuan mencatat dalam rentang 10 tahun terakhir terdapat lebih dari 2.5 juta kasus kekerasan berbasis gender sudah dilaporkan pada banyak lembaga. Tahun 2023 saja, Catatan Tahunan Komnas Perempuan mencatat 289.111 kasus kekerasan berbasis gender, yang sebagian besarnya merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga dan sepertiganya adalah kekerasan seksual.

Baca juga : Mengenal Sosok dan Perjalanan Hidup Raden Ajeng Kartini 

“Masih banyak laporan-laporan terkait aparat kepolisian dalam membantu mencari keadilan. Misalnya saja soal no viral no justice, atau keluhan tentang keadilan yang tertunda karena proses pelaporan yang tidak langsung disikapi atau tidak ada kejelasan waktu dari tahapan prosesnya, bahkan ada yang sampai kadaluarsa. Atau juga masih ada yang dilaporkan karena masih memiliki sikap yang menyudutkan korban, atau tidak tahu, tidak mampu mengaplikasi perkembangan hukum serta lain sebagainya,” tutur Andy.

Komnas perempuan juga merekomendasikan agar tugas fungsi perlindungan dan layanan menjadi bagian dalam struktur direktorat PPA dan PPO, mengingat kerja-kerja penyelidik dan penyidik tidak bisa sendiri, namun harus terintegrasi dan berkolaborasi dengan sistem layanan pemulihan korban. Hal itu sebaiknya diisi oleh Unit PPA yang selama ini telah memahami dan berpengalaman dalam berinteraksi dengan perempuan yang berhadapan dengan hukum.

Komnas Perempuan juga menyoroti jumlah dan kapasitas Polwan yang bergabung di PPA dan PPO, serta tata kerja organisasi. Setelah pembentukan Direktorat PPA dan PPO, masih terdapat sejumlah pekerjaan yang harus dilakukan, dari rekrutmen, peningkatan kapasitas, penyediaan sarana prasarana dan membangun berbagai mekanisme kerja antar unit kerja baik di internal dan eksternal Polri.

“Bagi Komnas Perempuan, pembentukan Direktorat PPA dan PPO ini merupakan sebuah upaya sistemik yang sangat penting dan harus kita pastikan bersama agar dapat menghadirkan keadilan dan memastikan Indonesia yang aman bagi semua, hal ini seperti cita-cita Kartini untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan sebagai bagian dari emansipasi perempuan,” tandasnya. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat