visitaaponce.com

Kepala BNPB Sebut Ada Tiga Faktor Bencana di Sentani

Kepala BNPB Sebut Ada Tiga Faktor Bencana di Sentani
(MI/Susi Susianti)

KEPALA Badan Nasional Penanggulagan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal Doni Monardo menyebutkan ada tiga faktor penyebab bencana di Sentani.

Hal itu diungkapkan Doni usai memberikan kuliah pada ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor, anggota pramuka di Kampus IPB, Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/3) petang.

Pertama, intensitas hujan tinggi. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, katanya, mencatat total air mencapai 240 milimeter. Biasanya 100 mm.

"100 mm juga itu sudah tinggi. Ini 240 mm," ujarnya.

Kedua, topografi dari Gunung Cycloop, kawasan konservasi ini kemiringannya ada yang 90 derajat, ada yang 80 derajat, ada yang 60 derajat, dan yang di kaki gunung sekitar 30 derajat. Jadi kemiringan sangat terjal.

"Ketika ada permukaan yang terkupas karena pohon ditebang, air masuk ke tanah dan tidak ada yang menahan, makanya lepas. Karena permukaan tanah tipis di bawahnya. Ada bebatuan besar karena bebatuan ketika tidak ada pengikat yang disebabkan tidak ada pohon. Dengan mudah kan meluncur ke bawah," paparnya.

Ketiga, lanjutnya, sebagian kawasan itu dihuni masyarakat. Tanpa menyadari dampak membuka ladang dan kebon. Mereka membuka cagar alam menjadi hunian. Dan itu memberikan dampak pada lingkungan.

Untuk korban bencana di Sentani menurutnya, yang paling banyak karena masyarakat terbawa arus yang berisi kayu.

"Mereka terbawa arus. Isinya kayu-kayu. Ada yang mencapai 30 meter dengan diametenya lebih dari satu meter. Jadinya korban banyak," ungkapnya.

Korban-kotban itu, lanjutnya, sebagian besar berada di das (daerah aliran sungai). Debit air yang tinggi akibat curah hujan tinggi, tidak bisa terbendung. Akibatnya rumah di dataran rendah, habis oleh terjangan banjir bandang. Ditambah juga lumpur yang tebal dan pasir dari hulu.

"Untuk korban sendiri, dimungkinkan akan bertambah. Tapi saya tidak berani menyampaikan data korban karena temuan korban yag kemarin pasti berubah dari hari ini. Total korban terakhir itu saya belum mendapatkan data terakhir, karena dari pagi saya terbang dan langsung ke IPB," katanya.

Sementara untuk penangannya sendiri, Doni mengatakan, ada beberapa tempat pengungsian dan bertambah terus.

"Semalam karena ada curah hujan tinggi dan sebagian masyarakat yang ada di bantaran sungai, mencari tempat pengungsian. Termasuk gereja-gereja juga digunakan. Dan tanggap darurat akan berlaku hingga 14 hari ke depan," pungkasnya.


Baca juga: Hujan Tiga Hari, BMKG Peringatkan Gelombang Tinggi di Sumbar


Di kuliah umumnya, Doni memaparkan sejumlah fakta mencengangkan terkait banyak hal yang terkait dengan lingkungan dan khususnya dengan kebencanaan di Indonesia. Salah satunya, Indonesia termasuk salah satu negara yang berada di posisi teratas di dunia terkait kebencanaan. Baik jumlah peristiwa terbanyak dan jumlah korban terbanyak.

Terkait itu, BNPB menghimbau agar pemerintah daerah di seluruh Indonesia memiliki strategi dalam menyusun pembangunan untuk meminimalisir dampak terhadap lingkungan.

"Saya pikir lingkungan ini persoalaan yang kompleks. Karena masalah lingkungan tidak bisa berdiri sendiri. Pimpinan daerah harus punya strategi menyusun pembangunan. Pelaku usaha juga jangan menganggap lahan ini dapat mengahasilkan keuntungan besar tanpa peduli terhadap lingkungan," jelasnya.

Saat itu, Doni mencontohkan kondisi terparah adalah Gunung Wayang di Jawa Barat dan Sungai Citarum. Menurutnya, kondisinya sedang kritis akibat ketidakpedulian masyarakat dan pelaku usaha dalam memanfaatkan kawasan tersebut.

Jika dikalkulasikan setidaknya ada 88 ribu hektare luas lahan di kedua kawasan tersebut.

Kalau setiap hektare harus disiapkan 1000 pohon untuk mengembalikan fungsi konservasi, butuh 88 juta bibit pohon.

"Petanyaannya seberapa besar Pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta pemerintah daerah mengalokasikan dana untuk mengembalikan fungsi konservasi tersebut," katanya.

Di lain sisi, diharapkan masyarakat rela beralih profesinya tetap menjadi petani tetapi tidak bergntung pada tanaman yang mengandung dampak terhadap lingkungan. (OL-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat