visitaaponce.com

Derajat Singkong Terangkat dari Marketplace Hingga Pasar Asing

Derajat Singkong Terangkat dari Marketplace Hingga Pasar Asing
Riza Azyumarrida Azra saat mengikuti pameran di Istanbul, Turki(MI/LILIK DARMAWAN)

RUMAH Mocaf. Demikian Riza Azyumarrida Azra, 30, menamai toko daring di
marketplace Sophee.

Dia memasang foto-foto produk tepung mocaf yang diproduksi dari Banjarnegara, Jawa Tengah. Dalam promosi di toko daringnya itu, Riza memberi keterangan gluten free atau tidak mengandung gluten.

Rumah mocaf mulai bergabung di marketplace Sophee lebih dari dua tahun.
Pemilihan toko daring menjadi salah satu alternatif untuk menjangkau
pasar seluruh Indonesia. Sebab, kalau hanya mengandalkan pasar langsung, jelas hanya berkutat di Banjarnegara dan sekitarnya.

Riza memilih Sophee sebagai marketplace untuk memasarkan tepung mocaf.
Dalam pasar daring, konsumen bisa langsung memberikan respons, mulai
dari kualitas hingga pelayanan yang diberikan oleh penjual.

Dengan pemasaran secara daring, konsumen dapat berkomentar secara
langsung. Misalnya Fina yang memberikan bintang lima, kemudian
mengatakan : "Harga terjangkau, kualitas sangat baik, pengepakannya rapi dan aman, barang sesuai."

Ada juga konsumen lainnya, dengan akun Sodiah yang menyatakan bahwa kualitas produknya sangat baik. Tetapi ada juga yang memberikan
masukan : "Lokasinya jauh sehingga pengirimannya mahal."

Respons seperti inilah yang menjadi bagian penting kontrol dan kritik untuk penjual, sehingga dipastikan penjual akan terus melakukan perubahan untuk bisa lebih baik.

Penjualan secara daring, kata Riza, sudah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari usaha Rumah Mocaf. Apalagi, pada saat pandemi, dengan
adanya berbagai macam pembatasan, maka penjualan secara daring dapat
mengangkat pemasaran produknya.

"Di Rumah Mocaf, bagian pemasaran secara daring dilaksanakan oleh anak-anak muda. Mereka juga bertugas mengemas barang yang dipesan oleh konsumen," kata Riza.

Ia menjelaskan, anak-anak muda di bagian pemasaran tidak hanya sebatas
memasarkan semata, melainkan melakukan riset pasar daring.

"Mereka bertugas memasarkan produk secara daring. Langkah awalnya adalah mencari data, salah satunya adalah mengetahui pembicaraan mengenai mocaf atau gluten free. Dua kata kunci ini menjadi bagian penting, bagaimana kami memasarkan secara daring. Salah satu marketplace Rumah Mocaf adalah Sophee,"?ungkapnya.

Konsumen paling awal tepung mocaf dari Rumah Mocaf Banjarnegara adalah
komunitas ibu-ibu yang mempunyai anak autis. Sebab, anak autis tidak
boleh mengonsumsi makanan yang mengandung gluten.

"Dari awal sampai sekarang, komunitas ibu-ibu tersebut masih setia menjadi pelanggan kami. Inilah yang menjadi salah satu keyakinan kami untuk terus melangkah, karena ternyata pasar sangat terbuka lebar," ungkapnya.

Dia tidak pernah membayangkan seandainya belum memiliki toko daring pada masa pandemi. Beruntung, sudah dua tahun lebih masuk ke marketplace, sehingga pada masa pandemi covid-19 tetap mampu memacarkan produk.

"Kami memasarkan ke pasar lokal, terutama kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang dan lainnya. Pembeli terbesar memesan melalui marketplace secara daring. Setiap harinya di
Rumah Mocaf cukup sibuk untuk melakukan pengepakan guna mengirimkan
barang. Bahkan, saat pandemi malah meningkat hingga 100%," jelas Riza.

Dia mengungkapkan pada masa sebelum pandemi, rata-rata penjualan tepung
mocaf mencapai 4 ton. Namun begitu ada pandemi, justru sekarang bisa
mencapai 8 ton.

Dengan semakin tingginya jumlah penjualan, maka petani singkong bakal terangkat juga. Siapa sangka, petani singkong yang sebelumnya dipandang sebelah mata, kini telah mampu menaikkan derajat singkong dengan produk tepung mocaf. Apalagi, kini Rumah Mocaf telah menjalin mitra dengan 580 petani dan perajin singkong.

Selain pasar domestik, tepung mocaf dari Rumah Mocaf Banjarnegara juga
telah mengikuti pameran ke berbagai negara di dunia.

"Saya mengikuti langsung pameran di Malaysia dan Singapura. Yang di Malaysia adalah pameran produk halal dunia pada 2019 lalu. Saat ini, saya masih di Turki untuk mengikuti pameran produk halal di Istanbul," ungkapnya.

Tiga pameran lainnya, hanya produknya yang dibawa yakni di Belgia, AS,
dan Rusia. "Ini sangat penting bagi kami untuk mengenalkan mocaf kepada
dunia. Apalagi, saat sekarang isu gluten free tengah booming di
negara-negara Eropa," tambahnya.

Riza sudah menjalin perjanjian kerja sama dengan pembeli dari Belgia dan Amsterdam. Bahkan, beberapa waktu lalu, tepung mocaf juga telah diekspor ke Oman sebanyak 5 ton.

Angkat Petani Singkong

Riza sejatinya adalah sarjana teknik dari Fakultas Teknik Elektro
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Namun, dia memutuskan untuk
pulang ke kampung halamannya dan tidak mencari pekerjaan.

Tahun 2014, merupakan awal dirinya berkiprah di Banjarnegara. Ia memulai membentuk organisasi Sahabat Difabell kemudian menggarap Sekolah Inspirasi Pedalaman (SIP).

Pada saat pelaksanaan SIP di pelosok Banjarnegara itulah, Riza mendengar keluh kesah petani singkong. Batinnya batin, karena singkong hanya dihargai Rp200 per kilogram.

Karena itu, pilihan petani adalah membiarkan singkong membusuk. Kenapa tidak dipanen? Kalau dipanen justru akan merugi, karena hasil dan ongkos panen tidak seimbang. Lebih tinggi biaya panen.

Riza memutar otak. Dia kemudian menggandeng Majelis Pemberdayaan
Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah untuk memberikan pendampingan kepada petani singkong. Salah satunya adalah bagaimana membuat tepung mocaf.

Tepung mocaf sesungguhnya mampu sebagai pengganti tepung terigu. Bahkan, makanan khas di Banjarnegara dan Banyumas pada umumnya, yakni mendoan, memakai tepung terigu.

Sebetulnya ironi,  makanan khas tetapi masih memanfaatkan tepung terigu impor. "Dari sinilah, maka petani dilatih membuat tepung mocaf," ujarnya.

Ternyata banyak petani yang cukup berhasil memproduksi tepung mocaf.
Tetapi, hal ini justru menimbulkan masalah baru. Sebab, hasil produksi
tepung mocaf belum ada pasarnya.

"Dari persoalan inilah, kami mencoba mempraktikkan konsep sociopreneur yang saya pahami sebagai demokratisasi ekonomi. Saya bekerja sama dengan petani, saya mengambil produk singkong, kemudian dibuat tepung mocaf hingga pemasarannya. Alhamdulillah bisa jalan sampai sekarang," jelas Riza.

Dengan kerja sama ini, lanjutnya, maka harga singkong di tingkat petani
juga menjadi tinggi. Apalagi, Riza membuka negosiasi soal harga, berapa
sebetulnya agar petani memeroleh keuntungan.

Harga diputuskan Rp1.500 per kg. Tetapi, pendapatan yang diterimakan kepada petani hanya Rp1.200. Sementara Rp300 ditabung. Hingga kini masih berjalan.

Ada sekitar 580 petani dan perajin yang sekarang menjadi mitra Rumah Mocaf. Mereka kini lebih bermartabat sebagai petani, setelah derajat singkong terangkat. (N-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : NUSANTARA

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat