visitaaponce.com

Lestarikan Tradisi Abadi Perkuat Ekonomi

Lestarikan Tradisi Abadi Perkuat Ekonomi
Warga menjual suvenir edelweis di acara Plataran Bromo Xtravaganza.(MI/BAGUS SURYO)

 

YAYAK Rahman Hidayat sedang menata batik buatannya di stan UMKM dalam
gelaran Plataran Bromo Xtravaganza, Minggu (11/9). Pagi itu, pembatik
motif tosarian ini ramah menyapa pengunjung sembari menjelaskan ragam
motif batik yang artistik, bernilai tradisi dan budaya.

Yang ia jual hanya satu produk, yakni udeng atau ikat kepala. Bagi warga Tengger, udeng merupakan warisan leluhur.

"Saya mengangkat motif kearifan lokal Tengger," tegas pembatik dari Desa Tosari, Pasuruan, Jawa Timur.

Sejumlah motif sudah ia hasilkan, di antaranya tanaman endemik Tengger,
alat musik, kelengkapan ritual adat membangun rumah, Yadnya Kasada dan
Karo. Motif ongkek, misalnya, bermakna kelengkapan ritual tradisi
Kasada. Khusus motif pereng ketipung, alat musik khas Tengger, sengaja
diproduksi terbatas.

"Edisi terbatas motif pereng ketipung hanya 99 produk batik, bermakna
doa dan asmaulhusna," ucapnya.

Kearifan lokal itu menyatu dalam satu kawasan pegunungan Tengger purba
dan Gunung Bromo. Bagi warga Tengger, gunung setinggi 2.329 meter di
atas permukaan laut itu sakral merupakan tanah suci.

Di jantung cagar biosfer Bromo Tengger Semeru, masyarakat menyatu dengan alam, lengkap dengan kearifan lokal yang khas. Warganya menghormati leluhur secara turun-temurun dan menjadikannya sebagai daya tarik pariwisata yang abadi.

Memaknai keabadian, ada bunga edelweiss. Bunga yang wajib ada dan tak tergantikan saat upacara sakral Yadnya Kasada, Karo, Leliwet dan Entas-Entas.

Bunga dengan nama latin Anaphalis javanica itu dibudidayakan sejak 2014
untuk melengkapi pariwisata. Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru membina warga sekaligus melakukan konservasi.

Budi daya dilakukan di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten
Probolinggo. Termasuk di Desa Wonokitri dan Tosari, Kabupaten Pasuruan.

"Animo wisatawan cukup tinggi, mereka membeli suvenir bunga edelweiss,"
kata pengurus Kelompok Tani Hulun Hyang, Desa Wonokitri, Teguh.

Suvenir bonsai edelweiss dijual Rp4 juta-Rp5 juta. Vas bunga edelweiss
dipatok Rp50 ribu-Rp100 ribu, gantungan kunci Rp10 ribu-Rp20 ribu per
buah.

Kelompok Tani Hulun Hyang, Desa Wonokitri, sudah mengembangkan Edelweiss Park di atas tanah kas desa seluas 1.196 meter persegi. Lahan itu untuk pusat budi daya, edukasi, dan ekowisata. Upaya konservasi itu menambah pendapatan warga selain bertani.

"Kami dapat Rp75 ribu-Rp100 ribu per hari selain bertani sayur dan
kentang. Saat ramai kunjungan wisata dapat rata-rata Rp1 juta per
orang," ujarnya.

Kepala Seksi Pembibitan Taman Edelweiss Poktan Hulun Hyang, Nurcahyo
mengungkapkan lahan konservasi edelweiss sudah mencapai 1.298 meter
persegi. "Kami akan menambah lahan 300 meter persegi lagi," tuturnya.

Sejumlah pelaku jasa wisata, UMKM dan ekowisata daerah setempat
merupakan binaan Plataran Indonesia.

Menurut CEO & Founder Plataran Indonesia Yozua Makes, tantangan
pariwisata di Gunung Bromo itu petani menjadi pelaku usaha jasa wisata. Padahal, pariwisata dan petani itu sesuatu yang berbeda.

Karena itu, ia membina masyarakat guna meningkatkan kapasitas sumber daya manusia melalui pendidikan, kepelatihan, bahasa Inggris, UMKM, dan pelestarian lingkungan.

"Semua itu menjadi ekosistem guna memajukan kawasan dan meningkatkan
perekonomian," katanya. (N-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : NUSANTARA

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat